Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 22 Februari 2016, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan vaksin polio halal. Kehalalalnya karena vaksin polio telah melalui proses penyucian sehingga suci dan dapat digunakan.

Sebelumnya, tak sedikit umat Muslim yang tak mau melakukan imunisasi pemberian vaksin. Banyak di antaranya beranggapan pemberian vaksin banyak mudarat, ketimbang manfaat. Utamanya bahan dasar vaksin yang diragukan kehalalannya.

Vaksinasi/imunasi sejatinya kunci dalam menjaga kesehatan. Namun, tak sedikit pula yang menolak gagasan pentingnya imunisasi. Rumor kehadiran vaksin –utamanya vaksin polio—yang tak halal jadi musabab. Vaksin polio dianggap mengandung enzim babi.

Narasi itu membuat tiap vaksin polio yang masuk ke tubuh diragukan kehalalannya. Kondisi itu diperparah dengan pandangan yang menganggap imunisasi adalah langkah mendahului takdir. Semuanya karena hidup-mati seseorang berasal dari suratan takdir Sang Pencipta, bukan karena vaksin.

Barang siapa yang mencoba menawarkan vaksin dianggap telah mencoba mendalui takdir tuhan. Pemahaman itu terus berdiam dalam sanubari orang-orang. Namun, MUI pun gerah dengan pandangan tak berdasar terkait imunisasi.MUI beranggapan menjaga kesehatan adalah keharusan bagi umat Islam. Bahkan, wajib.

Potret imunisasi/vaksinasi anak di Indonesia. (Antara)

Kesehatan mampu membuat umat Islam dapat melakukan aktivitas dan beribadah. MUI pun mencoba melakukan gebrakan supaya segenap umat Muslim tak takut lagi untuk melakukan imunisasi. Fatwa terkait keamanan dan kehalalan vaksin pun dikeluarkan pada 23 Januari 2016.

Fatwa itu bernomor 04 Tahun 2016. Kehadiran fatwa itu mencoba menghapuskan segala macam ketakutan umat Islam akan vaksin. MUI pun berani menjamin kehalalan vaksin dan mendorong pada orang tua untuk segera mengimunisasi anak-anak mereka secara lengkap.

“Bahwa ajaran Islam sangat mendorong umatnya untuk senantiasa menjaga kesehatan, yang dalam prakteknya dapat dilakukan melalui upaya preventif. Supaya tidak terkena penyakit dan berobat manakala sakit agar diperoleh kesehatan kembali, yaitu dengan imunisasi."

“Bahwa imunisasi, sebagai salah satu tindakan medis untuk mencegah terjangkitnya penyakit tertentu, bermanfaat untuk mencegah penyakit berat, kecacatan dan kematian; bahwa ada penolakan sebagian masyarakat terhadap imunisasi, baik karena pemahaman keagamaan bahwa praktek imunisasi dianggap mendahului takdir maupun karena vaksin yang digunakan diragukan kehalalannya,” terang MUI dalam pertimbangannya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Antara)

Fatwa pun dirasa tak cukup. MUI mencoba menegaskan kembali bahwa vaksin, utamanya vaksin polio telah halal. Pandangan itu diungkap langsung oleh Anggota Komisi Fatwa MUI, Arwani Faishal pada 22 Februari 2016.

Ia mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir dengan kehalalan vaksin polio. Sekalipun dalam proses pembuatannya bercampur dengan materi najis atau haram. Semua vaksin polio yang dibuat sudah mengalami tahap penyusian yang membuat kehalalannya terjamin.

Arwani pun mengimbau masyarakat Indonesia tak terpengaruh dengan kabar burung terkait vaksin polio banyak mudarat, ketimbang manfaat. Ia pun mengajak supaya masyarakat dapat mencari informasi yang benar dan lugas terkait manfaat vaksin polio.

"Vaksin, termasuk untuk polio, itu awal prosesnya bercampur misal dengan darah. Tapi dalam tahapannya telah melalui proses penyucian sehingga suci dan dapat digunakan.”

"Memang ada mereka yang secara keras menolak berbagai vaksin untuk digunakan. Mereka beralasan vaksin mengandung enzim babi atau materi najis lainnya. Apa mereka pernah uji lab? Padahal dalam pembuatan vaksin itu ada proses menjadikan itu suci, sehingga di akhir tidak ada materi haram atau najis," kata Arwani sebagaimana dikutip Antara, 22 Februari 2016.