Chester Bennington dan Luka Kelamnya Sebagai Korban Perundungan
Aksi Chester Bennington di atas panggung bersama Linkin Park. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Kenangan buruk masa lalu tak mudah dilupakan. Narasi itu dirasakan oleh Chester Bennington. Sosok yang kemudian dikenal sebagai bagian penting band, Linkin Park juga memiliki masa lalu buruk. Sedari kecil ia telah akrab dengan perlakuan tak menyenangkan, dari pelecehan seksual hingga perundungan.

Ia sering kali dirundung oleh kakak kelasnya semasa mengenyam bangku sekolahan. Penampilannya yang kurus dan berbeda jadi musabab. Perundungan itu bak menjelma jadi luka kelam yang terus membekas dan membesar.

Perjuangan hidup seorang Chester Bennington tak pernah mudah. Pria kelahiran Phoenix, Arizona, Amerika Serikat (AS), 20 Maret 1976 itu dipaksa keadaan menerima perlakuan kurang menyenangkan sedari kecil.

Kondisi itu bermula kala orang tuanya memutuskan bercerai di era 1980-an. Kondisi itu membuat Chester kecil terpukul. Ia kemudian tinggal bersama ayahnya yang notabene seorang detektif polisi. Namun, itu bukan jaminan bagi Chester dapat menjalani kehidupan lebih baik.

Pemakaman Chester Bennington yang diadakan secara tertutup di South Coast Botanic Garden, Palos Verdes, California pada 29 Juli 2017. (TMZ)

Ia justru mengalami pelecehan seksual yang dilakukan temannya lebih tua. Kondisi itu berlangsung sejak Chester masih berusia tujuh tahun. Chester kecil yang lugu tak tahu arah kemana harus mengadu. Pun jikalau mengadu ketakutan mendominasi dirinya.

Chester takut akan label yang diberikan orang banyak. Ia takut dicap sebagai pria penyuka sesama jenis atau pembohong. Pelecehan itu membuat Chester kerap terpikir untuk melakukan bunuh diri atau melarikan diri dari rumah. Apalagi, pelecehan itu berlangsung hingga Chester berusia 13 tahun.

Suatu usia yang membuatnya mengumpulkan niat besar untuk menceritakan masalah itu kepada ayahnya. Namun, niatan untuk melanjutkan kasus ke ranah hukum urung dilakukan. Keputusan itu diambil keluarga Chester karena mendapatkan fakta bahwa pelaku pelecehan seksual juga dulunya adalah korban.

Imbasnya, kondisi mental Chester tak baik-baik saja. Ia kerap memilih mengalihkan pikirannya dengan cara-cara instan seperti mengkonsumsi alkohol dan narkoba. Suatu ajian yang justru tetap membuatnya jatuh pada titik terendah. Sekalipun kemudian ia mulai mendekatkan diri dengan musik dengan mengidolai musisi kelas dunia yang tergabung dalam band macam Stone Temple Pilots.

Penghormatan untuk Chester Bennington oleh penggemarnya di Mexico City. (Reuters)

“Kemudian, setelah dia menemukan ketenaran, Chester mengungkapkan bahwa, sejak usia tujuh tahun ia jadi korban pelecehan seksual di tangan seorang anak laki-laki yang lebih tua. Kondisi itu berlangsung selama enam tahun. Ingatan itu kemudian menghantuinya seumur hidup. Kondisi itu kian parah karena orang tuanya bercerai. Kala itu, ia seperti tak memiliki siapa-siapa, walaupun hidup bersama ayahnya.”

“Hidup dengan hak asuh dipegang olehnya membuat Chester tak banyak berkembang. Emosinya terus tak stabil. Chester mencoba mengenali dirinya sendiri. Kondisi itu berlangsung kala ia menjadi korban perundungan. Alhasil, aktivitas yang membuatnya nyaman adalah dengan menggambar, menulis puisi, kemudian musik,” terang Sam Coare dari hasil wawancaranya dengan Chester di laman majalah Kerrang! Berjudul The Sun Goes Down: Chester Bennington: 1976 – 2017 (2017).

Bahaya Perundungan

Kehidupan Chester tak lantas membaik kala ia masuk ke Greenway High School di Phoenix. Kondisi mentalnya yang buruk coba diekspresikan dengan gaya nyentrik di SMA. Hasilnya Chester bak terasing. Kedatangannya tak banyak diharapkan.

Alih-alih kehidupan sekolah mampu membuat Chester memiliki banyak teman, ia justru banyak mendapat perundungan dari kakak kelas. Perundungan itu membuatnya merasa diperlakukan bak binatang hanya karena berbeda.

Ia kerap dipukuli seperti boneka kain karena kurus dan terlihat berpenampilan berbeda. Perlakuan buruk itu bak santapan sehari-hari. Pelecehan fisik yang alami dapat diterimanya. Namun, tidak berarti kejadian perundungan dilupakan segera dalam ingatannya.

Band Linkin Park dalam sebuah konser di Berlin, Jerman, Oktober 2010, dari kiri: Joe Hahn (synthesizer), Dave Farrell (bass), Brad Delson (gitar), Mike Shinoda (gitar), Rob Bourdon (drum), Chester Bennington (vocal). (Wikimedia Commons)

Chester jadi bukti bahwa menjadi korban perundungan tak mudah. Sekalipun Chester kemudian banyak menuangkan suara hatinya lewat lagu-lagu dalam band yang ikut dibesarkannya, Linkin Park. Karya-karya Chester memang populer dan mendapatkan sambutan yang luas.

Masalah muncul. Lagu-lagu itu tak membuat depresi Chester akan masa lalunya hilang begitu saja. Ingatan itu terus membayangi Chester. Bahkan, kenangan perundungan itu bak menuntun Chester untuk menghabisi nyawanya sendiri pada 20 Juli 2016.

“Lirik lagu Given Up dan Heavy ini seperti mencerminkan kehidupan vokalis grup Linkin Park,Chester Bennington, yang kelam. Dan akhirnya ia menyerah: mati dengan cara tak biasa. la gantung diri tepat pada hari kelahiran sahabatnya, Chris Cornell, vokalis Soundgarden yang juga gantung diri pada Mei lalu.”

 “Jasad Chester ditemukan di rumah pribadinya di Palos Verdes Estates, Coroner, Los Angeles, Amerika Serikat, Kamis, 20 Juli lalu, sekitar pukul 09.00 waktu setempat. Chester tewas pada usia 41 tahun setelah berjuang melawan kecanduan narkotik dan alkohol serta depresi yang menghantui hidupnya. la meninggalkan seorang istri, Talinda Ann Bentley, dan enam anak. Berita duka itu membikin kaget awak Linkin Park,” terang Dian Yuliastuti dalam tulisannya di Koran Tempo berjudul Chester Bennington: Pergi dengan Cara Tak Biasa (2017).