Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 21 Februari 2016, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berlakukan uji coba kebijakan kantong plastik berbayar di 22 Kota di Indonesia. Pemberlakuan itu dilakukan untuk mengurangi limbah plastik yang mengganggu lingkungan hidup.

Sebelumnya, sampah plastik kerap jadi ancaman. Sampah plastik mulai mencemari banyak tempat –utamanya di lautan. Kondisi itu diperparah dengan ketidakmampuan banyak negara mengelola sampah plastik.

Tiada yang meragukan eksistensi kemasan plastik dalam ragam industri komersial, dari makanan hingga alat kebutuhan sehari-hari. Kemasan plastik dipilih sebagai ajian mengemas produk berbiaya murah. Produsen menyukainya, masyarakat pun dipaksa tiada pilihan lain selain membawa pulang.

Ajian itu nyatanya membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup. Sampah plastik bak tak diterima bumi. Alias, sampah plastik sulit terurai dan membuat lingkungan tercemar. Alih-alih sampah plastik dapat seluruhnya di daur ulang, sampah itu justru banyak menumpuk dan tak terangkat.

Beberapa di antaranya ikut mencemari lautan. American Association for the Advancement of Science (AAAS) bahkan menyebut sampah plastik yang ada di lautan dunia pada 2010 mencapai 4,8 hingga 12,7 juta ton.

Sampah plastik yang merusak ekosistem lingkungan hidup. (Wikimedia Commons)

Kehadiran sampah plastik itu dianggap mengganggu ekosistem lautan. Riset itu juga menyebutkan bahwa Amerika Serikat (AS) dan China adalah dua produsen paling banyak yang menyumbang hadirnya sampah plastik di lautan.

Sisanya sampah plastik yang ada di lautan disebabkan oleh negara berkembang macam Indonesia. Populasi tinggi dan kebijakan yang kurang tegas jadi musababnya. Pun pemerintah tiada upaya tepat untuk meredam pelaku usaha menggunakan kemasan plastik sekali pakai.

Kondisi itu membuat urusan pencegahan sampah plastik tak pernah tepat. Apalagi, pemerintah Indonesia tak berani memberikan ultimatum untuk setiap sampah plastik yang dihasilkan jadi tanggung jawab produsen. Sesuatu hal yang tak pernah terwujud.

“Saat ini pertumbuhan ekonomi memang positif, namun yang sering Anda lihat di negara-negara berkembang –termasuk Indonesia-- adalah infrastruktur pengelolaan sampah dikesampingkan. Dan memang demikian karena mereka lebih peduli pada mendapatkan air minum bersih dan meningkatkan sanitasi.”

"Namun dari perspektif limbah, saya tidak ingin mereka melupakan masalah pengelolaan ini. Bila dilupakan, kondisi hanya akan bertambah buruk,” kata kepala tim ilmuwan dari Universitas Georgia, AS, Jenna Jembeck yang meneliti terkait sampah plastik sebagaimana dikutip BBC, 13 Februari 2015.

Sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton/tahun, dan menduduki peringkat kedua di dunia sebagai negara penghasil sampah setelah China. (Antara)

Kondisi sampah plastik yang kian mengganggu lingkungan hidup jadi perhatian pemerintah Indonesia, khususnya KLHK. Mereka pun mencoba melakukan gebrakan supaya urusan sampah plastik dapat dijinakkan.

Upaya itu dirapatkan dengan mengajak banyak pihak lain berkolaborasi, dari pemerintahan hingga lembaga swadaya masyarakat. Hasilnya KLHK mengeluarkan surat edaran KLHK kepada Kepala Daerah melalui surat nomor S.1230/PSLB3-PS/2016 tertanggal 17 Februari 2016.

Surat edaran itu berisi tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar. KLHK pun melanjutkan niatan baik itu dalam bentuk uji coba penerapan kantong plastik berbayar di 22 kota di Indonesia pada 21 Februari 2016, atau bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional.

Antara lain di Banda Aceh, Medan, Pekanbaru, Palembang, DKI Jakarta, Bandung, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, Semarang, Solo, Surabaya, Yogyakarta, Banjarmasin, Balikpapan, Makassar, Denpasar, Kendari, Ambon, Jayapura, dan Papua.

Tujuannya supaya para konsumen berpikir dua kali untuk menggunakan kantong plastik. Sebab, kantong plastik tak gratis lagi. Dana pembelian kantong plastik nantinya akan digunakan untuk upaya penyelamatan lingkungan hidup. Gebrakan ini menyasar ritel modern.

"Nilai yang disepakati yakni minimal Rp200 per kantong plastik, itu sudah termasuk PPN. Masih di bawah rata-rata biaya poduksi kantong plastik. Jadi, masih ada biaya yang ditanggung oleh kami. Nanti akan dievaluasi kembali setelah uji coba berjalan minimal tiga bulan," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N. Mandey dikutip CNN sehari setelahnya, 22 Februari 2016.