Yang Perlu Diketahui dari Larangan Kantong Plastik Sekali Pakai di Jakarta
Ilustrasi (Foto:Pexels from Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Hari ini, larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai mulai berlaku di Jakarta. Itu artinya, semua pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar rakyat wajib menyediakan kantong belanja ramah lingkungan. 

Larangan ini disahkan dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 142 Tahun 2019. Wacana pelarangan kantong plastik ini sudah dilontarkan sejak Januari lalu. 

Aturan ini diterapkan setelah Pemprov DKI memberi waktu 6 bulan. Tujuannya agar seluruh usaha dan masyarakat bisa mempersiapkan penyediaan kantong ramah lingkungan. Kantong yang bisa dipakai berulang kali, seperti kantong berbahan kain, pandan, purun, polyster, kertas, dan daun kering. 

Alasan

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih menjelaskan, alasan Pemprov DKI melarang penggunaan plastik sekali pakai. Persoalan sampah menjadi salah satu masalah klasik di Jakarta, selain banjir dan kemacetan.

Berdasarkan data Dinas LH, timbunan sampah pada akhir tahun 2019 mencapai 7.702 ton/hari yang masuk ke TPST Bantargebang, di mana 34% akumulasi sampah di TPST Bantargebang adalah sampah plastik. 

"Hal ini disebabkan jenis kantong kresek tidak laku untuk dikumpulkan oleh pemulung, yang bisa didaurulang oleh industri daurulang. Sampah jenis ini membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk terdekomposisi secara alamiah," kata Andono kepada wartawan, Rabu, 1 Juli.

Terkait kekhawatiran bahwa larangan penggunaan kantong plastik akan merepotkan dan menurunkan konsumsi belanja masyarakat, Andono tak menjawab pasti. Yang ia yakinkan, kebijakan ini justru mengurangi pengeluaran pedagang untuk menyiapkan kantong plastik yang biasanya disediakan gratis untuk konsumen.

Andono mengaku tak mau melanjutkan program kantong plastik berbayar yang dulu sempat diterapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kata dia, penggunaan kantong plastik sekali pakai akan tetap tinggi. Akibatnya, tujuan pengurangan sampah plastik tidak tercapai.

"Jika sekali pakai tentu tidak memenuhi prinsip guna ulang (reusable) yang dirancang untuk dapat digunakan berulang kali. Sehingga, tidak menjawab tujuan dari kebijakan ini, yaitu pengurangan sampah di sumber," tutur dia.

Dampak buruk yang terjadi jika sampah plastik semakin menumpuk adalah terganggunya aliran air di saluran mikro dan penghubung yang akan menimbulkan genangan. Terpecahnya plastik menjadi mikro plastik berbahan kimia tersebut jika tersebar sampai ke perairan, bisa terkosumsi oleh mikrorganisme hingga makhluk hidup lainnya.

Sosialisasi

Dalam persiapan selama enam bulan sebelum larangan kantong plastik berlaku. Pemprov DKI melakukan sosialisasi. Mulai dari menyebarluaskan surat edaran dan imbauan, hingga sosialisasi serta edukasi kepada seluruh pedagang dan pengusaha.

Kemudian, melakukan monitoring ke 85 lokasi pusat perbelanjaan, 2.000 toko swalayan, dan 158 pasar tradisional. Sosialisasi ini juga diberikan kepada Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Kantor pusat toko swalayan yaitu Carrefour, Indomaret dan AlfaMart.

Meski begitu, Andono mengakui bahwa tak semua pedagang menyetujui larangan kantong plastik ini. Namun, aturan mesti ditegakkan. "Secara umum, para pelaku usaha mendukung kebijakan ini, namun memang ada beberapa pelaku usaha yang meminta penerapan ini ditunda pelaksanaaanya karena satu dan lain hal," uajr Andono.

Sanksi dan insentif

Ada sanksi yang diterapkan jika pusat perbelanjaan, toko swalayan, dan pasar tradisional tidak mematuhi larangan penggunaan kantong sekali pakai. Sanksi ini diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan.  

"Pemberian sanksi dilakukan berjenjang, dimulai dari pengelola yang menerbitkan surat teguran apabila ditemukan pelaku usaha di pusat perbelanjaan yang mereka kelola tidak melakukan kewajiban sesuai ketentuan," ungkap Andono.

Sanksi pertama, pelaku usaha akan mendapatkan teguran tertulis. Teguran tertulis ini dilakukan paling banyak tiga kali. Ketika tidak menuruti surat teguran tertulis ketiga, dalam waktu 3x24 jam, pengelola usaha dikenakan uang paksa. Uang paksa itu dikenakan secara bertahap, mulai dari Rp5 juta hingga Rp25 juta. 

Selanjutnya, jika pelaku usaha telah diberikan sanksi administratif uang paksa, namun dalam waktu 5 minggu masih menyediakan kantong plastik, maka dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin. 

Sampai akhirnya, ada pencabutan izin jika pelaku usaha tetap tidak melaksanakan pemenuhan pembayaran uang paksa lebih dari batas pembekuan izin. 

Selain sanksi, pemerintah juga memberikan peluang kepada pelaku usaha untuk mendapatkan insetif fiskal. Insentif ini baru bisa berlaku pada tahun depan atau satu tahun setelah Pergub 142/2019 mulai berlaku. Insentif fiskal daerah yang dimaksud adalah bentuk pengurangan serta keringanan pajak daerah.