JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 3 Maret 2015, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan dukungannya kepada pemerintah Indonesia terkait hukuman mati pebisnis narkoba. MUI tak mempermasalahkan hukuman mati itu nantinya akan dijatuhkan kepada produsen, bandar, atau pengedar.
Sebelumnya, peredaran narkoba –ragam jenis- mulai masif di Indonesia. Kondisi itu memprihatinkan. Daya rusak narkoba dianggap dapat mengacam segenap rakyat Indonesia. Pun negara bisa rugi besar karena narkoba.
Narasi narkoba dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara bukan pepesan kosong belaka. Masalah yang dimunculkan narkoba begitu banyak. Alih-alih hanya masalah kesehatan (kecanduan, kerusakan organ tubuh, gangguan mental, overdosis, dan kematian), negara juga dapat dibuat rugi.
Peredaran narkoba punya pengaruh besar merosotkan ekonomi. Pemerintah bak dapat tugas baru karena harus menyediakan pusat pengobatan hingga rehabilitasi. Mau tak mau upaya memutus mata rantai peredaran narkoba dilakukan.
Pemerintah tak mau ketinggalan memburu produsen, bandar, hingga pengedar narkoba. Mandat itu diberikan kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan aparat penegakan hukum lainnya. Hasilnya signifikan.
Ambil contoh dalam tahun 2014. BNN berhasil mengungkap sebanyak 102 laporan kasus narkotika. Jumlah tersangka bejibun, baik pria maupun wanita. Pun narkoba yang disita mencapai nilai fantastis. Penegakan hukum itu sejatinya harus diapresiasi.
Namun, sisi lainnya pengungkapan kasus narkoba justru mempertontonkan perdagangan narkoba kian marak. Indonesia bak dianggap ‘pasar’ oleh jaringan narkoba internasional. Fakta itu dibuktikan dengan kehadiran tersangka yang tak melulu berstatus sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), tapi juga Warga Negara Asing (WNA).
"Sepanjang tahun 2014, BNN berhasil mengungkap ratusan tindak pidana narkoba dengan jumlah barang bukti sitaan bernilai fantastis. Tahun ini jumlah tersangka yang berhasil diamankan sebanyak 196 orang dengan perbandingan 158 laki-laki dan 38 perempuan.”
“Diketahui, dari jumlah orang yang ditangkap, sebanyak 174 orang merupakan WNI dan 22 orang WNA. Dua WN nigeria, enam WN Cina, satu WN Pakistan, satu WN Thailand, satu WN Malaysia, satu WN Inggris, empat WN Iran, dua WN Kenya, satu WN Kanada, dua WN Hongkong dan satu WN Liberia," ujar Kepala BNN, Anang Iskandar sebagaimana dikutip laman Sindo, 23 Desember 2014.
Kasus narkoba yang kian marak mendapatkan perhatian dari ragam pihak. Segenap rakyat Indonesia meminta pemerintah untuk mengambil tindakan tegas untuk pebisnis narkoba. MUI pun turut angkat bicara.
MUI secara langsung mendukung agenda pemerintah jika ingin menghukum mati pebisnis narkoba. Antara lain produsen, bandar, hingga pengedar. Pandangan itu di utarakan langsung oleh Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin di Kantornya MUI pada 3 Maret 2015.
Upaya hukum mati pebisnis narkoba sesuai hukum Islam. Narasi itu membuat pemerintah tak perlu lagi khawatir akan penolakan hukuman mati. Langkah itu digadang-gadang dapat membuat efek jera. Sekalipun tak sedikit yang memberikan kritik terkait opsi hukuman mati.
BACA JUGA:
"Memproduksi, mengedarkan, menyalahgunakan narkoba tanpa hak, hukumnya haram dan merupakan tindak pidana yang harus dikenai hukuman had/ta'zir (jenis hukuman atas tindak pidana yang diserahkan pada pihak berwenang) Negara boleh menjatuhkan hukuman ta'zir sampai dengan hukuman mati pada produsen, bandar, pengedar dan penyalahgunaan narkoba.”
"Namun, hukuman itu sesuai dengan kadar narkoba yang dimiliki atau tindakan tersebut berulang demi menegaskan hukum. Keputusan presiden sesuai dengan fatwa Majelis Ulama. Penetapan hukuman mati pada jenis tertentu sesuai keputusan pengadilan sudah sesuai dengan keputusan MUI. Dalil dan dasarnya ada. Tidak boleh pemerintah memberikan pengampunan. Bahayanya sudah besar," ucap Ma’ruf Amin (kini: Wakil Presiden Indonesia 2019-2024) sebagaimana dikutip Detik.com, 3 Maret 2015.