Bagikan:

JAKARTA - Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 19 Maret 2015, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan pernikahan siri ‘online’ tidak sah. MUI juga menyebut fenomena itu bak praktik prostitusi berkedok pernikahan.

Sebelumnya, bisnis nikah siri online bertebaran di dunia maya. Online dalam hal itu dimaksud ke dalam dua jenis. Jasa nikah siri yang dipromosikan secara online dan pelaksanaannya offline. Lainnya pernikahan siri yang dipromosikan dan pelaksanaannya secara online pula.

Jasa praktek nikah siri online (daring) kian banyak pada awal tahun 2015. Fakta itu jadi bukti bahwa praktek nikah bawah tangan begitu digemari. Pun nikah bawah tangan jadi solusi mereka yang ingin mengikat sebuah hubungan suci dengan menghindari pencatatan resmi pemerintah.

Nikah siri online di sini diartikan ke dalam dua hal. Pertama, nikah siri yang layanannya dipromosikan lewat medium online dan pelaksanana secara offline. Kedua, promosi dan pelaksanaan nikah siri dilakukan secara online.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). (Antara)

Masalah muncul. Praktek itu dianggap telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang pernikahan. Isinya menegaskan pemerintah hanya memberikan kewenangan penyelenggaraan pernikahan kepada aparatur pemerintah. Bukan orang di luar pemerintah.

Mereka yang ingin menikah secara Islam diwenangkan kepada aparatur Kantor Urusan Agama (KUA). Sedang agama lain di luar Islam dalam wewenang pencatatan sipil. Barang siapa yang melakukan praktik nikah siri online – jadi penghulu—jika mereka adalah aparatur pemerintah, maka akan dihukum.

Mereka yang bukan aparatur pemerintah pun akan bernasib sama. Niscaya akan berurusan dengan hukum pula.

"Jadi apabila ada oknum atau pihak di luar aparatur yang menyediakan jasa nikah siri, itu masuk kategori pidana. Karena bukan hak dia untuk bertindak laiknya seorang penghulu," ujar Direktur Pembinaan Syariah Kementerian Agama (Kemenag), Muhtar Ali dikutip laman CNN Indonesia, 12 Maret 2015.

Sebanyak 34 pasang pengantin melakukan acara akad nikah massal di Masjid Al'Anas, Lumajang, Jatim, Rabu (26/12/2013). (Antara/Cucuk Donartono).

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun angkat bicara. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Asrorun Ni'am Sholeh menyebut praktik nikah siri online tidak sah pada 19 Maret 2015. Ia menganggap praktik nikah siri itu tak lebih dari praktik prostitusi berkedok pernikahan.

Pernikahan harus dicatat aparatur negara, bukan sembarang orang. Ia melihat penyedia jasa praktek nikah siri online tak mementingkan urusan syarat sah pernikahan. Sebab, satu-satunya yang dipikirkan adalah mencari keuntungan.

"Fenomena ini seperti praktik prostitusi berkedok pernikahan lewat jasa yang ditawarkan. Penyedia situs hendak memberi jasa, ini lho saya punya wali dan saksi sehingga mempelai bisa menikah. Padahal di dalam Islam itu saksi dan wali itu ada syaratnya yang belum tentu bisa dipenuhi oleh situs nikah siri itu. Jangan dikurangi maknanya pernikahan hanya untuk kepentingan pelampiasan seksual saja tetapi ada tujuan mulia pernikahan menuju keluarga sakinah mawadah wa rahmah.”

"Terhadap mereka yang berupaya menyembunyikan pernikahannya maka peran negara dibutuhkan untuk menyibaknya. Ini bukan sekadar penghalalan seksual saja tapi ada tujuan pernikahan. Tujuan pernikahan juga jangka panjang bukan untuk sementara layaknya kawin kontrak. Karena kalau tujuannya hanya sementara, itu hukumnya haram," kata Asrorun sebagaiamana dikutip Antara, 19 Maret 2015.