Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 10 September 2015, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cikakak kembali membongkar dua makam keramat palsu di Sukabumi. Pembokaran itu karena makam keramat palsu itu telah memunculkan praktek musyrik.

Sebelumnya, kehadiran makam keramat palsu di Sukabumi sudah dianggap biasanya. Makam-makam itu disinyalir jadi mata pencaharian orang tak bertanggung jawab. Mereka memanfaatkan Ketidaktahuan masyarakat terkait asal usul makam untuk mengais pundi-pundi pendapatan.

Masyarakat Indonesia tak asing dengan yang nama makam keramat. Suatu makam keramat telah dianggap jadi bagian dari budaya. Makam keramat dipercaya mendatang berkah, keselamatan, dan kesuksesan.

Kodisi itu sudah mengakar sejak dulu kala. Makam-makam alim ulama yang berjasa besar biasanya dikeramatkan. Namun, tak sedikit pula orang-orang yang justru memanfaat euforia makam keramat. Mereka melihat potensi keuntungan melimpah dari bisnis yang mereka sebut bisnis kecil-kecilan: makam keramat palsu.

Mulanya mereka mencoba memerhatikan kebiasaan dari pengunjung makam. Mereka yang datang kerap tak peduli terkait sejarah atau asal usul makam. Hasilnya yang dibutuhkan terkait membuat makam keramat palsu pun tak sulit.

Makamnya palsu dihadirkan. Cerita dikembangkan. Puncaknya, tepatkan seorang kuncen makam yang dapat meyakinkan orang banyak. Praktek makam palsu bak sudah jadi peristiwa biasa di cagar alam Sukawayana, Cikakak Pelabuhanratu, Sukabumi.

Kehadiran makam palsu jadi ladang mencari uang. Biasanya orang-orang bisa menarik uang dari Rp 10 ribu –Rp25 ribu sekali mengantar peziarah. Kondisi itu terlihat dalam petilasan yang kerap disebut sebagai Keramat Batu Kenit.

Makam di tempat itu sebenarnya sudah dibongkar berkali-kali. Namun, karena kian banyak yang datang, maka makan dihadirkan terus menurus. Ulama setempat berang bukan main. kondisi itu dianggap justru mendatangkan mudarat, ketimbang manfaat. Mereka melaporkan makam tersebut ke MUI dan pihak berwajib untuk dibongkar.

"Tiga makam ini oleh kuncen diklaim merupakan wali zaman dahulu dan dikeramatkan, namun setelah saya lakukan pengecekan kepada sesepuh kampung dan tokoh alim ulama ternyata ini hanya bikinan kuncen, tak ada jenazah di dalam sana yang terkubur."

“Sementara kita minta yang membangun makam jadi-jadian ini untuk membongkar sendiri, kita terpaksa melakukan tindakan tegas karena hal semacam ini dikhawatirkan menjurus pada tindakan kriminal seperti penipuan dan lainnya. Apalagi banyak masyarakat di sini yang merasa resah dengan praktik yang dilakukan si kuncen," ujar AKP I Djubaedi Kapolsek Cikakak dikutip laman detik.com, 7 Agustus 2015.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). (ANTARA)

Masalah muncul. Isu makam keramat palsu pun terus bermunculan di Sukabumi. MUI terus mencoba membereskannya. Bahkan, ada makam keramat yang masuk ke Hutan Lindung Sukawayana. MUI Cikakak terus tancam gas. Mereka pun membongkar lagi dua makam keramat palsu lagi pada 10 September 2015.

Pembongkaran itu dilakukan supaya mencegah sikap musyrik. Semua itu karena banyak orang yang datang ke makam meminta kesehatan hingga kekayaan. MUI sejauh ini sudah membongkar delapan makam palsu di Sukabumi.  MUI lalu mencoba menggandeng semua elemen masyarakat untuk mencegah hadirnya makam keramat palsu kembali.

"Pembongkaran dua makam palsu yang dianggap keramat itu untuk menghindari sifat musyrik. Tidak sedikit warga yang datang makam palsu itu untuk meminta pesugihan maupun kekayaan.”

“Kami juga mengimbau kepada warga agar tidak tertipu oleh makam yang dianggap keramat. Berdoa hanya kepada Allah SWT dan jangan asal percaya dengan istilah makam keramat yang jelas akan menjerumuskan kepada kemusyrikan," kata Wakil Ketua MUI Kecamatan Cikakak, Acek Suhanda sebagaimana dikutip laman ANTARA, 10 September 2015.