JAKARTA - Jakarta pernah punya bandara internasional pertama di Indonesia. Bandara Internasional Kemayoran, namanya. Bandara itu jadi bukti kejayaan Jakarta sebagai pusat pemerintahan. Peristiwa bersejarah banyak terjadi di Bandara Kemayoran. Utamanya, kedatangan orang penting (tamu negara).
Semuanya berubah ketika Orde Baru (Orba) berkuasa. Bandara itu mulai tak kuasa menampung banyaknya pesawat dari dalam dan luar negeri. Orba pun memilih opsi pensiunkan Bandara Internasional kemayoran.
Seisi Batavia (kini: Jakarta) menyambut kehadiran transportasi udara dengan gegap gempita. Transportasi udara pun jadi primadona sejak diperkenalkan dinas penerbangan militer pada 1914. Mulanya, transportasi udara difokuskan untuk mengangkat keperluan militer. Dari pengangkutan personel hingga senjata.
Belakangan, empunya kuasa mulai mencium keuntungan bejibun dari bisnis transportasi udara. Penerbangan komersil digaungkan. Langkah itu dianggap dapat mendukung penuh kemajuan dan kas Batavia. Untuk keperluan pariwisata, apalagi.
Narasi bisnis menjanjikan itu akhirnya sampai ke telingga Perusahaan Penerbangan Kerajaan Hindia Belanda, KNILM. Jasa naik pesawat terbang dari Batavia jadi andalan. Pembukaan rute antar kota dan negara jadi ajian.
Langkah itu dikuatkan pula dengan kehadiran bandara internasional pertama di Hindia Belanda. Bandara Internasional Kemayoran, namanya. Bandara itu diresmikan pada 8 Juli 1940. Kehadiran Bandara Internasional Kemayoran dielu-elukan sebagai tanda kemajuan zaman.
Narasi itu karena langit-langit Batavia tak pernah sepi dari kehadiran pesawat terbang. Sebab, saban hari pesawat hilir-mudik ke Bandara Kemayoran.
“Dari rute penerbangan yang dibuka KNILM ini terlihat bahwa Batavia (Kemayoran) merupakan pusat atau simpul penerbangan. Hal ini disebabkan karena Batavia saat itu merupakan pusat pemerintahan pemerintah kolonial Belanda.”
“Suatu hal yang masih sama dari masa VOC hingga saat ini di mana Jakarta masih menjadi pusat pemerintahan Indonesia. Dari rute penerbangan KNILM juga diketahui bahwa saat itu Bandung, Surabaya, Semarang, Palembang, Pekanbaru dan Medan merupakan kota-kota besar utama dibanding kota-kota lainnya di Indonesia,” ungkap Dadan Adi Kurniawan dalam Jurnal Mozaik berjudul Menelusuri Jejak Awal Penerbangan di Indonesia 1913-1950 (2019).
Dipopulerkan Komik Tintin
Pengaruh Bandara Kemayoran tak lantas berkurang ketika Indonesia merdeka. Bandara bekas pemerintahan Hindia Belanda tetap menjadi kebanggaan warga Jakarta. Pun arus hilir mudik dari dalam dan luar negeri kerap berlangsung di Bandara Kemayoran.
Ketenaran Bandara itu makin meningkat ketika ragam tamu negara menjadikannya sebagai gerbang masuk Indonesia. Apalagi kala Indonesia menjadi tuan rumah hajatan besar, Konferensi Asia-Afrika pada 1955. Banyak di antara pemimpin negara Asia dan Afrika mendatangi Indonesia lewat Kemayoran.
Ketenarannya makin bertambah kala komikus asal Belgia, George Rami yang memiliki nama pena Herge, menjadikan bandara ini sebagai setting dari adegan komiknya. Komiknya yang populer itu berjudul The Adventure of Tintin: Flight 714 to Sydney (1968).
Semua berubah ketika pemerintah Orde Baru (Orba) berkuasa. Bandara Kemayoran dianggap mulai kewalahan dengan ramainya minat orang untuk terbang dengan pesawat. Lagi pula penerbangan di tengah kota mulai dianggap tak aman.
Sebagai siasat, Orba mulai membagi beban penerbangan dengan menghidupkan Bandara Halim Perdanakusuma di Cawang, Jakarta Timur. Hal itu pemerintah lakukan pada 10 Juli 1974. Semenjak itu, Bandara Kemayoran hanya dioprasikan untuk penerbangan dalam negeri saja. Sisanya ditampung Bandara Halim.
Opsi itu dilakukan sembari Orba melanggengkan pembangunan bandara baru yang lebih besar dan megah. Bandara Internasional Soekarno-Hatta, namanya. Pembangunan itu membuat pemerintah Orba harus mengambil keputusan sulit. Empunya kuasa memilih pensiunkan Bandara Internasional Kemayoran pada 31 Maret 1985.
Setelahnya, Bandara Internasional Soekarno-Hatta mulai dioperasikan pada 1 April 1985. Lahan bekas Bandara Kemayoran pun akhirnya diminta oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk menjadi lokasi tetap gelaran memeriahkan ulang tahun Jakarta, Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang baru pada 1992.
“Setelah berlangsung selama 24 tahun, nampaknya PRJ yang selama ini digelar di Arena Taman Silang Monas, tahun ini bakal segera menempati lokasi baru yang tetap di lokasi bekas Bandara Internasional Kemayoran, yang akan berubah menjadi kota baru Bandar Kemayoran,” terang A. Nur Fajar dalam tulisannya di Majalah Legislatif Jaya berjudul PRJ: Dari Silang Monas ke Kemayoran (1992).