Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 400 tahun yang lalu, 1 Februari 1623, Jan Pieterszoon Coen tunjuk Pieter de Carpentier sebagai penggantinya menjabat Gubenur Jenderal VOC. Pria yang juga dikenal sebagai Pierre de Carpentier berharap ia mampu menjalankan amanat Coen dengan baik. Ia ingin meneruskan kebijakan Coen.

Sebelumnya, pergantian itu dilakukan karena Coen melakukan sebuah kontroversi. Ia melanggengkan pembantaian orang Inggris di Pulau Banda. Hubungan Inggris-Belanda nyaris retak. Coen pun dipanggil pulang ke Belanda untuk sementara waktu.

Pengaruh Coen terhadap eksistensi maskapai dagang Belanda VOC tiada dua. Ia jadi orang pertama yang mencetuskan ide kolonialisme di Nusantara. Coen ingin Kompeni mampu bergerak memonopoli perdagangan.

Tindak-tanduknya itu diwujudkan dengan cara menundukkan Jayakarta. Ia mengubah Jayakarta jadi negeri koloni pada 1619. Kota Batavia, namanya. Coen lalu mendatangkan berbagai macam suku bangsa --orang China utamanya-- ke Batavia untuk menggerakkan roda perekonomian. Batavia pun menjelma menjadi pusat perdagangan VOC yang mampu menjanjikan keuntungan bejibun.

Kepemimpinan Coen pun tak selamanya mulus. Keinginannya menguasai perdagangan rempah-rempah di Pulau Banda, Ambon justru membawa petaka pada 1621. Ia memilih jalur perang untuk menaklukkan pengusaha lokal dan orang asing–utamanya orang Inggris—yang tak mau bekerja sama dengan Belanda.

Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen. (Wikimedia Commons)

Seisi Pulau Banda diobrak-obrik. Coen berhasil membuat Belanda menguasai perdagangan di Pulau Banda. Namun, langkah Coen dikecam banyak pihak. Masalah itu hampir membuat retak hubungan Belanda-Inggris.

“Dengan jalan demikian tercapailah maksud Kompeni untuk menguasai perdagangan rempah-rempah. Mereka tidak menghiraukan dengan cara bagaimana, asal maksudnya tercapai. Dipandang dari sudut kepentingan Belanda memang Coen itu berjasa besar.”

“Akan tetapi ia tidak luput dari celaan dari bangsanya sendiri, yang mengatakan, bahwa tindakan Coen di Ambon itu adalah suatu anda, bahwa ia tidak mempunyai rasa peri kemanusiaan dan jauh dari pada bijaksana. Kejayaan-kejayaan di Ambon itu akan terap menjadikan ‘halaman hitam’ dalam riwayat Coen,” terang M. Nasruddin Anshoriy Ch dalam buku Bangsa Inlander: Potret Kolonialisme di Bumi Nusantara (2008).

Sebagai gantinya, Belanda langsung menarik Coen dari jabatannya. Coen ingin dipulangkan ke Belanda. Namun, pemilik modal VOC, Heeren Zeventien (Dewan 17) meminta Coen menunjuk langsung penggantinya.

Coen memilih Pieter de Carpentier. Alasannya karena Carpentier setia mendampangi Coen membesarkan VOC. Ia bahkan terlibat dalam penalukkan Jayakarta. Pun secara paripurna Carpentier mulai menjabat sebagai Gubernur Jenderal pada 1 Februari 1623. Ia mampu memimpin VOC dengan baik dan meneruskan jejak kepemimpinan Coen periode pertama.

“Tanggal 8 September 1622 ia diangkat oleh Dewan XVII menjadi gubernur jenderal, dan pada tanggal 1 Februari 1623 ia resmi menggantikan Coen. Untuk melanggengkan penjajahan, Carpentier memperbaiki hubungan dengan raja-raja setempat serta organisasi kota baru Batavia."

"Langkah yang ditempuh antara lain dengan membangun sekolah dan gedung wali kota. Ia juga menyusun aturan-aturan untuk polisi dan pengadilan serta pendirian organisasi gereja,” ungkap Windoro Adi dalam buku Batavia 1740: Menyisir Jejak Betawi (2010).