JAKARTA – Sejarah hari ini, 403 tahun yang lalu, 28 Mei 1619, Jan Pieterszoon Coen kembali tiba membawa armada perang tambahan ke Jayakarta. Coen datang dengan 17 buah kapal yang mengangkut ribuan pasukan. Tujuannya jelas. Coen ingin Jayakarta segera ditaklukkan dan mengendalikan perdagangan rempah di sekitarnya.
Siasat Coen jitu. Gubernur Jenderal VOC yang menjabat dua kali pada 1619-1623 dan 1627-1629 itu memenangkan pertempuran. Jayakarta takluk. Batavia pun dibangun di atasnya.
Kuasa penuh atas perdagangan rempah di Nusantara adalah mimpi dari Coen. Ambisi itu mengharuskan Coen menaklukkan Jayakarta. Itupun tak mudah. Coen harus bertempur dengan banyak pihak untuk merebut salah satu pusat transit perdagangan rempah di dunia. Inggris, Banten, hingga Jayakarta adalah musuh yang harus dihadapi Coen pada 1618.
Coen tampil percaya diri dapat mengalahkan ketiganya. Apalagi sebagai pemimpin maskapai dagang Belanda, VOC ia telah dibekali dengan armada perangnya sendiri. Sayang, pertarungan itu tak hanya butuh optimisme belaka. Belanda justru butuh lebih banyak pasukan dan persenjataan.
Kukurangan itu membuat Belanda kewalahan. Coen yang terdesak segera melarikan diri ke Maluku. Ia pun mencari bala-bantuan VOC di Maluku. Sementara pihak VOC di Batavia mencoba melakukan perundingan yang bertujuan mengulur-ulur waktu. Opsi mengulur waktu cukup tepat.
Masalah antara Jayakarta dan Banten membuat peperangan tak fokus mematikan serangan Belanda. Perang itu nyatanya jadi personal bagi Jayakarta dan Banten. Banten mencium gelagat tak baik dari Jayakarta. Konflik keduanya membuat armada perang VOC di Batavia pun bertahan, sembari menunggu datangnya bantuan.
“Belanda dengan cerdik mempergunakan kesempatan pertikaian antara Banten dengan pihak Pangeran Jayakarta dan Inggris. Sebenarnya, awal peperangan berasal dari keputusan Sultan Banten untuk menghadapi Jayakarta dan VOC. la mendesak Iaksamana Inggris, Thomas Dale untuk pergi ke Jayakarta dan mengusir orang-orang Belanda yang ada di sana.”
“Di pelabuhan ia dihadang oleh Coen dengan pasukannya yang kecil. Tapi, akhirnya Dale dapat mendesak Coen yang mengundurkan diri ke Maluku untuk menghimpun kekuatan. Sementara itu, Dale dan Wijayakrama bersama-sama mengepung benteng Belanda. Ketika pada akhir tahun 1619 pihak VOC mengambil keputusan untuk menyerah, tanpa diduga secara tiba tiba muncul pasukan Banten menghalangi maksud mereka,” ungkap Benny G. Setiono dalam buku Tionghoa dalam Pusaran Politik (2008).
Pasukan bantuan yang ditunggu akhirnya tiba. Coen datang membawa serta 17 kapal dengan ribuan pasukan. Kedatangan pasukan itu memberikan suntikan moral kepada pasukan yang berada di Jayakarta.
Dua hari setelahnya, Coen memimpin penyerangan ke Jayakarta. Serangan itu membuat kota Jayakarta porak-poranda. Pun VOC membakar habis seluruh Jayakarta. Di atas puing-puing Jayakarta itulah pada kemudian hari Coen membangun kota baru. Batavia, namanya.
“Pada Mei 1619 armada Coen kembali dari Maluku. Pada 28 Mei Sang Gubernur Jenderal memasuki benteng Batavia. Dua hari kemudian dia memimpin pasukannya, 1.000 orang untuk menyerang. Dengan hanya satu orang gugur, kota Jayakarta ditaklukkan. Jayakarta dibakar habis, dan diduduki VOC.
Coen langsung memerintahkan pembangunan satu benteng baru yang lebih besar dan satu kota Benteng yang kecil, yang dibangun dalam beberapa tahun berikutnya mengikuti gaya di negeri leluhur, dengan kanal dan jembatan,” tutup Bernard H.M. Vlekke dalam buku Nusantara (2016).
Penaklukkan Jayakarta oleh Jan Pieterzoon Coen menjadi bagian penting sejarah hari ini di Indonesia pada 28 Mei 1619.