JAKARTA – Sejarah hari ini, 402 tahun yang lalu, 11 Maret 1621, Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen menggelorakan pembantaian di Kepulauan Banda. Seisi Banda jadi korbannya. Dari pria hingga wanita. Peristiwa itu kemudian menjadi salah satu sejarah pahit Nusantara.
Sebelumnya, ambisi Coen menguasai perdagangan rempah Nusantara tiada dua. Ia mampu memanfaatkan kekuatan maskapai dagang Belanda, VOC yang memiliki armada perang dengan persenjataan lengkap. Ia dan VOC kemudian mulai menaklukkan beberapa wilayah Nusantara.
Jan Pieterszoon Coen adalah peletak dasar kolonialisme Belanda di Nusantara. Pria asal Hoorn itu jadi orang pertama yang mampu melihat potensi besar VOC sebagai penjajah. Ia menyebut VOC akan untuk untung besar jika beberapa wilayah Nusantara segera ditaklukkan.
Penaklukkan itu dilakukan supaya VOC dapat mengatur dan memonopoli seluruh perdagangan rempah-rempah. Apalagi, persaingan dengan Portugis dan Inggris sedang hangat-hangatnya. Jika tak cepat bergerak, VOC takkan dapat apa-apa selain potongan kue kecil dari perdagangan rempah.
Coen pun berinisiatif membangun negeri koloni di Nusantara. Jayakarta yang menjadi vasal Kesultanan Banten dipilihnya. Ambisi penaklukkan itu dilakukan karena lalu lintas perdagangan rempah di Jayakarta cukup ramai. Coen pun kepincut bukan main.
Ia lalu memainkan strategi merangkul Pangeran Jayakarta sebagai awalan. Kemudian, 'memukulnya' pada kesempatan lain. Puncaknya, Coen mengumandangkan perang kepada Pangeran Jayakarta. Perlawanan itu nyatanya membuat VOC kelimpungan. Sebab, Pangeran Jayakarta dibantu oleh Inggris.
Coen tak kehabisan akal. Ia memilih untuk kabur dan meminta bantuan pasukan VOC di Ambon. Alhasil, bala bantuan itu kemudian menjadi kunci kemenangan VOC dan mengganti nama Jayakarta jadi Batavia (kini: Jakarta).
“Dengan hanya satu orang gugur, kota Jayakarta ditaklukkan, Jayakarta dibakar habis, dan diduduki VOC. Coen langsung memerintahkan pembangunan satu benteng baru yang lebih besar dan satu kota Belanda yang kecil, yang dibangun dalam beberapa tahun berikutnya mengikuti gaya di negeri leluhur, dengan kanal dan jembatan.”
“Untuk waktu lama Coen menolak memberi nama Batavia pada diriannya. Tapi pada 4 Maret 1621, para Direktur Kompeni menguatkan resolusi yang diambil oleh garnisun Batavia,” ungkap Bernard H.M. Vlekke dalam buku Nusantara (2008).
Coen merasa kuasa VOC atas Batavia saja tak cukup. Ia mulai melanggengkan penaklukkan lainnya. Kepulauan Banda dipilihnya sebagai target baru. VOC tak sudi bekerja sama dengan orang-orang Banda yang condong akrab dengan Portugis dan Inggris.
Jan Pieterszoon Coen pun melanggengkan penaklukkan hingga berujung pembantaian di Banda. Puncaknya, seisi Kepulauan Banda jadi target pembantaian pada 11 Maret 1621. Akibatnya, pembantaian itu hanya menyisakan 480 orang dari total 14 ribu orang. itupun VOC mengangkutnya untuk menjadi budak di Batavia.
“Pada tanggal 11 Maret 1621 Kepulauan Banda diliputi awan berkabung yang pekat. Seluruh penduduk Banda dihabisi oleh (pasukan) Jan Pieterszoon Coen secara sangat kejam dan tidak mengenal peri kemanusiaan. Kepulauan Banda betul-betul kosong tanpa penduduk.”
“Seperti yang sudah dikatakan tadi, yang tidak sempat lari, kalau tidak gugur atau dibunuh secara kejam, ditangkap dan diangkut sebagai tawanan perang atau sebagai budak ke Batavia. itulah penduduk Batavia yang mula-mula berasal dari Banda,” ungkap Sagimun MD dalam buku Jakarta dari Tepian Air ke Kota Proklamasi (1988).