Kapitan Telukabessy Dihukum Gantung VOC dalam Sejarah Hari Ini, 3 September 1646
Gerbang Benteng Victoria yang menjadi markas maskapai dagang Belanda, VOC di Ambon, Maluku. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 377 tahun yang lalu, 3 September 1646, maskapai dagang Belanda, VOC menghukum gantung Pejuang asal Ambon, Maluku, Kapitan Ahmad Leikawa (Kapitan Telukabessy). Hukuman itu diberikan karena Telukabessy mampu mengerakan seisi Kerajaan Islam Tanah Hitu melawan Kompeni.

Sebelumnya, Kompeni dikenal memiliki hak istimewa dalam misinya menguasai perdagangan rempah di Nusantara. Kompeni memiliki armada perang sendiri. Kuasa itu membuat Kompeni kerap memilih jalan perang untuk merebut wilayah.

Perdagangan rempah pernah jadi bisnis yang menjanjikan keuntungan melimpah. Narasi menguasai rempah tak ubahnya menguasai dunia. Fakta itu membuat Kompeni kepincut. Mereka ingin menguasai rempah di Nusantara.

Semuanya karena Nusantara dikenal sebagai negara penghasil rempah-rempah berkualitas. Dari pala hingga lada. Kompeni mulanya bertindak sebagai pedagang santun. Ia banyak melanggengkan kerja sama kepada penguasa lokal.

Kompeni pun menyadari maksud mereka menguasai perdagangan rempah tak berhasil jika terus bertahan dengan cara halus. Rencana penaklukkan wilayah Nusantara pun dilanggengkan. Kompeni mulanya memikirkan ingin membangun negeri koloni.

Helm besi yang dipercaya sebagai milik Kapitan Telukabessy dan masih disimpan oleh marga Leikawa. (Wikimedia Commons)

Jayakarta pun dipilih sebagai lokasi yang tepat. Kompeni pun memainkan siasat merangkul. Setelahnya, baru memukul. Mereka melanggengkan perang atas penguasa Jayakarta. Kompeni membuat Jayakarta luluh lantak. Kemudian, di atas reruntuhan Jayakarta Kompeni membuat kota baru pada 1619.

Batavia, namanya. Nafsu Kompeni menguasai wilayah lainnya di Nusantara makin menyala. Mereka juga ingin menguasai suluruh perdagangan rempah di Kepulauan Banda. Kompeni tak ampun lalu membantai seisi Kepulauan Banda.

Semua karena warga lokal lebih memilih berdagang rempah bangsa lainnya. Kepulauan Banda pun takluk pada 1621. Sebagian besar penduduknya dibunuh. Sisanya yang selamat dijadikan budak untuk dijual di Batavia.

“Pada tanggal 11 Maret 1621 Kepulauan Banda diliputi awan berkabung yang pekat. Seluruh penduduk Banda dihabisi oleh (pasukan) Jan Pieterszoon Coen secara sangat kejam dan tidak mengenal peri kemanusiaan. Kepulauan Banda betul-betul kosong tanpa penduduk.”

“Seperti yang sudah dikatakan tadi, yang tidak sempat lari, kalau tidak gugur atau dibunuh secara kejam, ditangkap dan diangkut sebagai tawanan perang atau sebagai budak ke Batavia. Itulah penduduk Batavia yang mula-mula berasal dari Banda,” ungkap Sagimun MD dalam buku Jakarta dari Tepian Air ke Kota Proklamasi (1988).

Lukisan yang menggambarkan kehidupan masyarakat di Ambon pada era penjajahan Belanda. (Wikimedia Commons)

Penaklukan demi penaklukan membuat Kompeni ketagihan. Mereka ingin menaklukkan lebih banyak wilayah lagi. Wilayah kerajaan Hitu di Ambon jadi target berikutnya. Namun, Kompeni tak dapat menaklukkan Kerajaan Hitu dengan mudah. Sebab, Kerajaan Hitu pernah mengusir penjajah Portugis sebelumnya. 

Gelora perlawanan Kerajaan Hitu dikomandoi oleh Kapitan Telukabessy. Nyali Telukabessy melawan Belanda tiada dua. Ia tak memusingkan Belanda unggul jauh dari jumlah pasukannya. Sebab, yang dipahami Telukabessy adalah melawan.

Perlawan Telukabessy kemudian baru mengendur kala Kompeni mengepung markasnya di Gunung Kapahaha dan menawan orang-orang di dalamnya. Boleh jadi Telukabessy mampu lolos dari pengepungan.

Namun, ancaman Kompeni yang ingin membunuh pengikutnya membuyarkan segalanya. Telukabessy akhirnya menyerahkan diri. Setelahnya, ia dihukum mati di halaman Benteng Victoria karena dianggap merugikan Kompeni pada 3 September 1646.

“Akhirnya pada tanggal 27 Juli 1646 benteng utama di atas puncak gunung Kapahaha yang merupakan markas besar Telukabessy diserbu oleh pasukan VOC. Pertempuran berlangsung cukup sengit. Anak buah Telukabessy bertempur mati-matian mempertahankan benteng terakhir ini. Namun Telukabessy harus mengakui keunggulan persenjataan VOC.”

“Banyak di antara anak buahnya yang gugur dalam pertempuran ini. Telukabessy sendiri sempat lolos dari penyerbuan. Beberapa lama ia berkeliaran di Hitu menantikan saat yang baik untuk menyerang VOC lagi. Akan tetapi karena banyak tindakan keji yang dilakukan oleh VOC terhadap orang-orang Hitu maka akhirnya pada tanggal 19 Agustus 1646 ia menyerah kepada VOC. Pada tanggal 3 September 1646 juga setelah melalui proses pengadilan ia dihukum gantung di halaman Benteng Victoria. Ia gugur sebagai pahlawan Hitu yang gagah berani,” tertulis dalam buku Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme di Daerah Maluku (1983).