Bagikan:

JAKARTA - Kapitan China Phoa Beng Gan berperan besar dalam membangun kota Batavia. Jasanya bagi korporasi Belanda, VOC, begitu besar: mulai dari penyambung lidah etnis China hingga mempercatik Batavia. Sebagai ahli irigasi, ia jadi juru selamat VOC dari wabah penyakit dan bencana banjir. Kanal Molenvliet (jalan Gajah Mada-Hayam Wuruk) yang memecah aliran sungai Ciliwung adalah mahakaryanya.

Keberhasilannya mengundang puja-puji. Sosoknya mahsyur. Tapi Phoa Beng Gan tak besar kepala. Ia justru mendedikasikan waktunya sepanjang hidup untuk berbagi kepada sesama. Hartanya banyak digunakan untuk membantu kaum miskin. Ia bahkan membangun Rumah Sakit China Pertama di Batavia. Phoa Bang Gan ingin mereka yang tak berpunya dapat mengakses kesehatan.

Citra kapitan China yang pandai berniaga agaknya bukan kepribadian Phoa Beng Gan. Ia adalah Kapitan China yang dikenal sebagai ahli irigasi. Latar belakang itu membuatnya jauh berbeda dari pendahulunya Souw Beng Kong yang kaya raya dan ahli perdagangan. Apalagi, Souw Beng Kong dikenal bersahabat dekat dengan pendiri Batavia, Jan Pieterszoon Coen. Namun, nama besar Souw Beng Kong tak menciutkan nyali Pho Beng Gan.

Selama menjabat Kapitan China, Phoa Beng Gan yang diberikan jabatan untuk mengatur urusan orang China berkerja dengan maksimal. Ia mampu mengurusi segala keperluan administrasi penduduk dan penarikan pajak bagi pemerintah. Terlebih, Phoa Beng Gan sering menantang dirinya untuk melakukan hal besar.

Ia ingin menambah kanal-kanal yang ada di Batavia pada 1948. Penambahan kanal itu untuk memecah aliran sungai Ciliwung dari Timur ke Barat. Dengan rekayasa teknik itu, Phoa Beng Gan memprediksi penambahan kanal buat Batavia dapat terhindar dari banjir dan penyakit endemik. Salah satu kanal yang dibuatnya langgeng dikenal sebagai Kanal Molenvliet.

Kanal Molenvliet zaman dulu (Sumber: Wikimedia Commons)

“Setelah dibahas dalam rapat-rapat Kongkoan (pertemuan), akhirnya diputuskan harus dibangun saluran atau kanal yang akan mengalirkan air ke laut. Phoa Beng Gan segera mengadakan survei dan membuat peta situasi, gambar, dan rencananya. Tentu saja untuk menggali terusan yang rencananya mula dari Harmoni sampai ke laut membelah daerah Molenvliet (sekarang Jalan Hayam Wuruk dan jalan Gajah Mada) memerlukan biaya dan tenaga yang luar biasa besar,” ungkap Benny G. Setiono dalam Tionghoa Dalam Pusaran Politik (2008).

Phoa Beng Gan lalu mencoba mensiasati perihal dana besar yang dikeluarkan untuk proyeknya. Ia paham benar jika VOC irit modal. Phoa Beng Gan segera bertindak memelopori pertemuan dengan Dewan China untuk bermusyawarah.

Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan bahwa biaya ditanggung oleh masyarakat Batavia sendiri. Sistem pengumpulannya dilakukan secara gotong-royong. Proses pengumpulan dana berjalan lancar. Semua warga Batavia kala itu menyadari besarnya manfaat dari pembangunan penambahan kanal.

Dewan Tionghoa lantas mengeluarkan pengumuman dan secara gotong royong dapat juga dikumpulkan sejumlah uang untuk perongkosan membikin kali. Mendapat dorongan dari masyarakat maka Kapitan China Phoa Beng Gam segera mulai kerjakan penggalian kali itu.

“Sebelumnya Phoa Beng Gam terlebih dahulu memberitahukannya kepada Gubernur Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen. Sudah tentu pemerintah Phoa Beng Gam mendapat sejumlah uang guna pengosongan dan pembuatn kanal yang nantinya merupakan saluran air, hingga dengan demikian rawa-rawa dapat dibikin kering,” tulis Phoa kian Sioe dalam buku Kesastraan Melayu Tionghoa dan kebangsaan Indonesia Volume 10 (2000).

Berkah Molenvliet

Pekerjaan Phoa Beng Gan menambah kanal berhasil dengan gemilang. Ia memulai pekerjaannya di Januari 1648 dan selesai pada tahun itu juga. Rakyat Batavia pun mulai merasakan manfaat.

Di musim penghujan saluran-saluran air tak surut. Banjir pun sempat tak menyentuh kota Batavia dalam beberapa waktu. Yang paling menarik, kanal yang dinamai Molenvliet itu turut melancarkan angkutan hasil hutan, sekaligus mengakselarasi perkembangan kota Batavia.

Petinggi VOC turut menyampaikan kekagumannya atas kerja keras Phoa Beng Gan. Sederet hadiah diberikan atas jasanya. Salah satu hadiah yang paling diingat adalah sebidang tanah di Tanah Abang.

Tanah itu, segera dimanfaatkan oleh Phoa Beng Gam untuk ditanami tebu. Setelahnya, Phao Beng Gan mendapatkan banyak proyek-proyek pengerjaan infrastruktur milik VOC.

Serangkaian bisnis dan proyek-proyek yang dikerjakan Phoa Beng Gan tak membuatnya besar kepala. Phoa Beng Gan tak lupa mendermakan sebagian rezekinya kepada mereka yang tak berpunya. Bagi-bagi rezeki pun makin deras ketika memasuki hari tahun baru China, Imlek.

Kanal Molenvliet zaman dulu (Sumber: Wikimedia Commons)

Kedermawanan

Ia sering kali menyumbangkan pundi-pundi pendapatannya ke klenteng-klenteng di kawasan pacinan. Pun kepada warga pinggiran yang tergolong kaum tak mampu. Sederet upaya itu membuatnya dikenal sebagai seorang dermawan yang dihormati di seluruh Batavia.

Kedermawanannya bahkan telah dimunculkan jauh-jauh hari, bahkan jauh sebelum kanal Molenvliet berhasil dibuat. Tingginya angka kematian di Batavia karena penyakit endemik –malaria dan kolera-- membuat Phoa Beng Gan terpanggil untuk membangun sebuah rumah sakit pada 1640. Phoa Beng Gan menyadari korban dari penyakit justru dari mereka yang tak berpunya.

“Kita tahu bahwa dalam tahun 1640, masyarakat China di Batavia memiliki rumah sakitnya sendiri. Dan berkat bermacam-macam kekayaan, rumah sakit itu bertahan hingga abad ke-18,” ujar Denys Lombard dalam buku Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 2 (2005).

Phoa Beng Gan lalu bergerak menginisiasi pembangunan Rumah Sakit China pertama di Batavia. Segenap orang China yang sepaham dengan Phoa Beng Gan turut membantu pembangunan. Mereka bahu membahu membangun rumah sakit yang diberi nama Yangju Yuan. Dalam bahasa Indonesia dapat bermakna sebagai rumah sakit untuk orang miskin. Bahkan, rumah sakit itu memiliki fasilitas yang jauh lebih lengkap daripada rumah sakit milik orang Belanda.

“Maka, Kapitan Phoa merencanakan pembangunan sebuah rumah sakit umum yang terletak di kawasan yang berdekatan dengan China Town. Rumah Sakit China ini sangat lengkap, bahkan dikatakan lebih baik dari rumah sakit yang dibangun Belanda. Rumah sakit milik Belanda tersebut kemudian pada tahun 1820 ditempati oleh Javasche Bank, bank milik pemerintah Hindia-Belanda yang menjadi cikal bakal Bank Indonesia pada 1953,” tutup Alwi Shahab dalam buku Batavia Kota Hantu (2010).

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

MEMORI Lainnya