Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 404 tahun yang lalu, 18 April 1618, Jan Pieterszoon Coen memulai karier baru sebagai Gubernur Jenderal VOC. Kepimpinannya pun dipuja-puja di Negeri Kincir Angin. Sedang kaum bumiputra membencinya. Ia membawa sejarah baru.

Coen adalah peletak dasar kolonialisme Belanda di Nusantara. Ia mendirikan Batavia dan orang pertama yang mencanangkan perkara monopoli perdagangan di pelosok negeri. Ajian itu berhasil. Sebagai penghargaan, Belanda membuat patung daripada Coen di Batavia.

Akar penjajahan Belanda atas Nusantara tak terlepas dari peran seorang Coen. Pria asal Hoorn itu punya pemikiran yang melampau zamannya. Sekalipun ia hanya seorang akuntan. Ia memiliki daya analisis tinggi tentang kelebihan dan kekurang maskapai dagang Belanda VOC. Coen menyadari VOC secara legal kuat. Namun, tidak secara ekonomi.

VOC takkan pernah cukup untuk menutup semua ongkos dari ekspedisi mencari dan mengirim rempah ke Belanda. Apalagi, menguasai wilayah potensial Nusantara: Maluku, Ambon, dan Banda jadi harga mati. Ia kemudian menitikberatkan rencana untuk mendirikan pemukiman orang Belanda di Nusantara.

Ide Coen pun menarik hati para pemegang saham VOC. Segala kebutuhan Coen dicukupi VOC, meski tak semuanya. Mereka pun mengangkat Coen sebagai Gubenur Jenderal VOC pada 18 April 1618. Pemilihan Coen nyatanya opsi tepat.

Prasasti yang berada di makam Jan Pieterzoon Coen di Museum Wayang, Jakarta. (WIKIMEDIA COMMONS)

Coen bergerak dengan cepat menguasai berbagai tempat di Indonesia. Jayakarta ditaklukkannya pada 1619. Di atas puing-puing Jayakarta itulah Coen membangun pemukiman Belanda. Batavia, namanya. Coen percaya diri. Ia pun melanjutkan kuasanya menaklukkan wilayah lain di Nusantara.

“Jelas bahwa rencana Coen tidak terbatas pada Kepulauan Indonesia. Dia bermaksud membangun imperium komersial yang besar di Asia dengan ibu kotanya Batavia, kota yang didirikannya. Dia tidak tertarik sama sekali dengan perkembangan politik di pedalaman kepulauan Indonesia. yang paling penting baginya hanyalah mempertahankan beberapa posisi Belanda yang ingin dia bangun, dan kontrol total atas laut.”

“Jelas dia seorang negarawan dengan visi besar dan imajinasi dan panjangan jauh ke depan yang menjadi ciri utama pemimpin sejati manusia. Bahkan kesempitan pikirannya dalam hal-hal lain, serta kekejamannya, membantu dia mencapai tujuan-tujuan besarnya, semua pikirannya berpusat pada imperium komersialnya yang besar,” tutup Bernard H.M. Vlekke dalam buku Nusantara (2018).

Para pemegang saham pun mempercayai Coen sebagai gubernur jenderal VOC sebanyak dua kali (1619-1623 dan 1627-1629). Keuntungan VOC pun berkali lipat karena Coen. Pun sesudah Coen telah tiada, penerusnya tetap menggunakan cara-cara Coen. Boleh jadi bagi kaum bumiputra Coen tak ubahnya penjajah jahanam. Orang Belanda memandang sebaliknya. Mereka memandang Coen laksana pahlawan.

Patung Jan Pieterzoon Coen di Lapangan Banteng Jakarta yang sekarang sudah lenyap karena dihancurkan di masa pendudukan Jepang. (WIKIMEDIA COMMONS)

Semangatnya terus membuat Belanda tetap eksis di tanah Nusantara. Sekalipun VOC telah bangkrut dan digantikan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Sebagai penghargaan, empunya pemerintahan membuat patung Coen. Patung setinggi 4,10 meter itu langsung menjelma jadi ikon Batavia. Patung itu diresmikan bertepatan dengan ulang tahun kota yang didirikan Coen Batavia ke-250 pada 29 Mei 1869.

“Di depan istana ada patung Jan Pieterszoon Coen, pendiri Batavia. Patung itu diresmikan pada saat perayaan ulang tahun Batavia ke-250. Sekarang menjadi lebih tahu apa yang akan saya katakan bila ditanya dimana tangsi Weltevreden (kini: dekat Lapangan Banteng) tempat saya tinggal, yakni di belakang Jan Pieterszoon Coen,” pungkas serdadu Belanda, H.C.C. Clockener Brousson dalam buku Batavia Awal Abad 20 (2017).

Pengangkatan Jan Pieterzoon Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC menjadi peristiwa penting sejarah hari ini, 18 April 1618 di Indonesia.