Sejarah Hari Ini, 23 Mei 1965: Jakarta Memerah Saat Perayaan Ulang Tahun PKI Ke-45
Ketua Umum Partai Komunis Indonesia (PKI), D.N. Aidit saat berpidato dalam perayaan ulang tahun PKI ke-25 di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta pada 23 Mei 1965. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Sejarah hari ini, 57 tahun yang lalu pada 23 Mei 1965, Partai Komunis Indonesia (PKI) merayakan hari ulang tahunnya yang ke-45. Perayaan yang dihelat di Stadion Utama Gelora Bung Karno spektakuler. Simpatisan PKI berhasil memerahkan Jakarta. Pun Presiden Soekarno ikut pula memberikan sambutannya. Antusias itu membuat Jakarta bak menjadi ibu kota negara komunis. Apalagi, poster wajah pemimpin PKI, D.N. Aidit dan Soekarno terpampang di seluruh pelosok ibu kota.

Boleh jadi tiada PKI di Indonesia, tanpa ada nama seorang Komunis Belanda, Henk Sneevliet. Ia menjadi tokoh utama yang memperkenalkan paham marxisme-komunisme di tanah Nusantara. Ia pun mengawali karir politiknya dengan mendirikan Indische Social Democratische Vereniging (ISDV).

Misinya jelas. Ia ingin menanamkan paham marxisme-komunisme di kalangan bumiputra. Karenanya, Sneevliet merekrut anggota yang merangkul semuanya. Dari kaum bumiputra dan Eropa. Gaung Marxisme yang dibawanya banyak membawakan hasil. Banyak di antara kalangan buruh di Nusantara bersimpati. Ada pula di antaranya tokoh-tokoh Sarekat Indonesia (SI) ikut mengembangkan paham marxisme.

Henk Sneevliet, politikus Belanda yang memperkenalkan paham marxisme-leninisme di Indonesia. (Wikimedia Commons)

Tokoh kesohor SI yang merapat ke ISDV adalah Semaoen. Keterlibatan anggota SI itu memunculkan kubu baru: SI merah. Sedang Tjokroaminoto adalah kubu putih. Kehadiran kelompok SI merah banyak tak sejalan dengan kubu putih.

Perbedaan pemahaman itu dikenang sebagai perang pemahaman murid dan guru. Semaoen murid, Tjokroaminoto guru. Keterlibatan Semaoen dan kawan-kawan di SI merah mulai dianggap sebagai penyusup. Semaoen lalu bergerakan untuk mendirikan PKI pada 23 Mei 1920. Pendirian PKI lalu secara resmi mengganti ISDV.  

“Pada tanggal 23 Mei 1920 PKI (Perserikatan Komunis di Indonesia), didirikan sebagai pengganti ISDV, di bawah pimpinan Semaoen. Pada kongres Serekat Islam (SI) bulan Oktober 1921 di Surabaya, diputuskan bahwa SI merah yang berafiliasi kepada PKI dikeluarkan dari SI.”

“Kelompok Semaoen (SI Semarang) adalah bagian dari mereka yang terkena kebijakan tersebut. Akhirnya Semaoen dan kawan-kawan keluar dari Central SI, dan menyusun cabang-cabang SI merah dalam suatu Central SI merah untuk menentang SI putih pimpinan Tjokroaminoto. Haji Mohamad Misbach masuk sebagai propagandis SI merah,” ungkap Herman Hidayat dalam buku Jejak kebangsaan Kaum Nasionalis di Manokwari dan Boven Digoel (2013).

Perayaan ulang tahun PKI ke-25 di Stadion Utama Gelora Bung Karno jakarta pada 23 Mei 1965. (Wikimedia Commons)

Eksistensi PKI yang didirikan oleh Semaoen dan kawan-kawan berumur panjang. Makin hari, pendukung daripada PKI meningkat. Banyak yang merasa terwakili dengan isu-isu yang di bawah oleh PKI. Apalagi PKI digadang-gadang sebagai instrumen pergerakan kaum bumiputra melawan pemerintah kolonial Belanda.

Selepas Indonesia merdeka, PKI langsung menjelma sebagai salah satu partai besar di tanah air. Pendukungnya ada di mana-mana. Semua itu terbukti ketika PKI menggelar peringatan hari ulang tahunnya yang ke 45 di Stadion Utama GBK pada 23 Mei 1965. PKI berhasil memerahkan Jakarta. Poster D.N. Aidit yang bersanding dengan Soekarno tersebar di seluruh pelosok Jakarta.

“PKI mengadakan rapat raksasa peringatan ulang tahunnya ke-45 di Stadion Utama Gelanggang Bung Karno dan Presiden pada kesempatan itu berkata: PKI merupakan unsur yang hebat dalam penyelesaian revolusi sedangkan sebab yang mengakibatkan PKI makin besar dan kuat ialah karena PKI selalu bersikap konsekuen progresif revolusioner.”

Kemeriahan perayaan ulang tahun PKI ke-45 di Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta pada 23 Mei 1965. (Wikimedia Commons)

“Bukan sampai di situ saja ucapan Presiden. la membenarkan kata-kata D.N. Aidit bahwa kaum imperialis telah geger karena adanya rapat raksasa ulang tahun ke-45 PKI lebih-lebih karena Presiden Sukarno sendiri berpidato. Presiden lantas menggandeng tangan Aidit menuju ke kelompok juru potret untuk dipotret berdua sambil bergandengan tangan,” tutup Rosihan Anwar dalam buku Sukarno, Tentara, PKI (2006).