Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku selalu menonton film Pengkhianatan G30-S/PKI. Namun, dia menonton film itu bukan karena ingin mengetahui sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI), tapi lebih untuk menikmati film tersebut dari segi artistik dan dramatisasi.

"Ada yang nanya, apa penting film G30-S/PKI disiarkan? Saua jawab, saya selalu menonton film tersebut," kata Mahfud lewat akun Twiternya @Mohmahfudmd yang dikutip Kamis, 24 September.

Dia menyebut, film tersebut memang layak dinikmati dari segi kualitas. Selain dari segi artistik, dramatisasi film tersebut memang cukup bagus dan menarik. 

Sementara terkait sejarah PKI di Indonesia, eks Ketua Mahkamah Kontsitusi itu mengaku tak perlu belajar dari karya film tersebut. Sebab, ketika peristiwa G30-S/PKI terjadi dirinya sudah cukup besar untuk mengingat peristiwa tersebut.

"Kalau sejarah PKI sih saya sudah tahu sebab tahun 1965, saya sudah 8 tahun," cuitnya. 

Diketahui, polemik soal film G30S-PKI ini muncul setelah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo membuat heboh publik dengan pengakuannya. Dia menyebut, pencopotan jabatannya dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Desember 2017 meski masa pensiunnya terhitung sejak 1 April 2018.

Dia menduga, pencopotan ini terjadi karena dia bersikukuh menginstruksikan jajaran TNI untuk menonton film G30S-PKI ini.

Selain itu, permintaan penayangan film ini juga disampaikan oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Dalam surat terbukanya itu, kolisi ini meminta agar Presiden Joko Widodo dapat bertindak serius dengan terhadap munculnya gejala kebangkitan neo komunisme dan PKI gaya baru. 

Sebagai pengingat sejarah kelam, KAMI meminta Presiden Jokowi memerintahkan lembaga pemerintah dan lembaga penyiaran publik terutama lembaga penyiaran publik milik negara, dapat menayangkan film G30S/PKI.

"KAMI dan meyakini banyak rakyat Indonesia yang mendukung menuntut Presiden Jokowi sesuai kewenangan yang dimilikinya menyerukan kepada lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga penyiaran publik, khususnya TVRI untuk menyayangkan film Pengkhianatan G30-S/PKI dan/atau film serupa agar masyarakat memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia," tuntut mereka dalam surat terbuka dikutip Kamis, 24 September.

Surat ini ditandatangani oleh mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, dan Din Syamsuddin yang menamakan Presidium KAMI. Mereka juga menuntut agar pelajaran sejarah yang menjelaskan noda hitam tersebut jangan dikurangi atau dihilangkan.

"Ingat pesan Bung Karno. Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah," tegas mereka.