JAKARTA - Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyampaikan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Dalam surat terbukanya itu, KAMI meminta agar Presiden Joko Widodo dapat bertindak serius dengan terhadap munculnya gejala kebangkitan neo komunisme dan PKI gaya baru.
Sebagai pengingat sejarah kelam, KAMI meminta Presiden Jokowi memerintahkan lembaga pemerintah dan lembaga penyiaran publik terutama lembaga penyiaran publik milik negara, dapat menayangkan film G30S/PKI.
"KAMI dan meyakini banyak rakyat Indonesia yang mendukung menuntut Presiden Jokowi sesuai kewenangan yang dimilikinya menyerukan kepada lembaga-lembaga pemerintah maupun lembaga penyiaran publik, khususnya TVRI untuk menyayangkan film Pengkhianatan G30-S/PKI dan/atau film serupa agar masyarakat memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia," tuntut mereka dalam surat terbuka dikutip Kamis, 24 September.
Surat ini ditandatangani oleh mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, dan Din Syamsuddin yang menamakan Presidium KAMI. Mereka juga menuntut agar pelajaran sejarah yang menjelaskan noda hitam tersebut jangan dikurangi atau dihilangkan.
"Ingat pesan Bung Karno. Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah," tegas mereka.
Selain itu, KAMI juga meminta agar masyarakat mengibarkan bendera setengah tiang pada 30 September. Ini untuk memperingati kejahatan yang telah dilakukan PKI dan mengibarkan bendera merah putih pada 1 Oktober menyambut Hari Kesaktian Pancasila.
Sekilas soal film Pengkhianatan G30-S/PKI ini, film yang disutradarai oleh Arifin C. Noer dan diproduseri oleh G. Dwipayana ini dirilis secara komersil pada tahun 1984. Film ini, diproduksi dengan anggaran mencapai Rp800 juta. Di masa kepemimpinan Presiden Soeharto, film menjadi tontonan wajib bagi siswa di sekolah Indonesia. Namun, kewajiban ini dihapuskan sejak jatuhnya Soeharto di tahun 1998.
BACA JUGA:
Sebelumnya, dalam surat yang sama KAMI menyebut gelagat kebangkitan neo komunisme dan PKI gaya baru sudah terlihat. Salah satunya masuknya keturunan PKI di lingkaran legislatif. Hal ini yang harus diwaspadai pemerintahan yang sekarang dipimpin Presiden Jokowi.
"Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti. Anak-cucu kaum komunis ternyata sudah menyelusup ke dalam lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif," demikian dikutip dari surat terbuka.
Bahkan, KAMI menuding mereka sudah memutarbalikan fakta sejarah yakni memposisikan PKI sebagai korban. Mereka seolah menutup fakta kejadian waktu silam yakni pembantaian yang dilakukan PKI.
"Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa Kaum Komunislah yang lebih dahulu membantai para ulama dan santri, menyerang pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GP Ansor, dan aksi-aksi sepihak PKI terhadap para petani. Mereka juga ingin mengingkari fakta sejarah bahwa Kaum Komunislah yang membantai para Jenderal TNI," lanjutnya.