Bagikan:

JAKARTA  -  Prof. Dr. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A. atau Din Syamsuddin adalah cendekiawan muslim kelahiran Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Sosok akademisi dari kalangan organisasi Islam, Muhammadiyah. Din Syamsuddin adalah sosok di balik deklarasi gerakan moral Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), sebuah aksi publik bersama 150 tokoh nasional lainnya. Din Syamsuddin adalah deklarator kunci sekaligus dipercaya sebagai anggota presidium KAMI bersama mantan panglima TNI Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo dan Prof. Dr. Rochmat Wohab, M.Pd., MA.

Mengenal siapa sebenarnya sosok Din Syamsuddin lewat sembilan hal yang telah dirangkum dari berbagai sumber oleh tim redaksi VOI di bawah ini.

1. Anggota Presidium KAMI.

Setelah resmi deklarasi pada tanggal 18 Agustus 2020 di Tugu Proklamasi, Din Syamsuddin dipercaya menahkodai kesepuluh anggota deklarator hingga para partisipan Koalisi Aksi Menyelematkan Indonesia (KAMI) lainnya. Anggota Presidium KAMI yang beranggotakan tiga orang dipercaya sebagai kompas yang menunjukkan ke mana arah pergerakan-pergerakan berikutnya nanti.

2. Tudingan barisan sakit hati.

Kehadiran sebuah aksi selalu beriringan dengan reaksi. Din serta kawan-kawannya di KAMI identik dengan mereka yang dulunya pernah berbaur dan sempat bersama dalam sistem pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menantang mereka yang selalu mengalihkan isu demi isu untuk mendistraksi perhatian publik.

”Sebaiknya tanggapi isi atau substansi, apakah yang disuarakan KAMI itu benar atau salah. Jangan karena tidak mampu menanggapi, kemudian isu dialihkan,”

”Din

Dalam pandangannya, kaum cendekiawan adalah mereka yang tak melihat masa lalu sebagai kekalahan yang pahit atau bereuforia karena kemenangan. Kaum cendekiawan adalah mereka yang memiliki sisi empati ketika melihat kebobrokan berserakan.

“Mau kalah atau menang pada pilpres, kaum cendekiawan sejati kalau melihat kebobrokan pasti bersuara,” ucapnya, Rabu, 19 Agustus.

Tudingan manuver politik dibungkus moral pun diakuinya selaras. Memang, KAMI adalah gerakan yang juga mempermasalahkan bagaimana moralitas berperan penting dalam politik. Bagaimana gerakan moral adalah multi-dimensi dan mempunyai implikasi politik.

3. Cendekiawan muslim.

Din Syamsuddin mengibaratkan dirinya sebagai cendekiawan muslim. Ia jadi salah satu cendekiawan dan pengurus pusat organisasi ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) di era 90-an.

Din Syamsuddin adalah lulusan Interdepartmental Programme in Islamic Studies di University of California Los Angeles (UCLA), Amerika Serikat. Ketertarikannya dalam dunia akademik diikuti pula lewat gelar Master of Art (M.A) sebagai modal dasar pendidikan. Bahkan ia meraih gelar doktor di universitas yang sama pada tahun 1996.

Sepulangnya ke Tanah Air, Din menjalani profesi sebagai pengajar di beberapa perguruan tinggi: Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Indonesia, dan UHAMKA.

4. Berorganisasi sejak tahun 1970.

Sedari muda, Din sudah aktif berorganisasi. Ia terlibat dalam pergerakan organisasi Islam lewat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) kota Sumbawa. Puncaknya, di tahun 1970 hingga 1972, ia terpilih sebagai Ketua IPNU Kota Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

5. Hadiah NU untuk Muhammadiyah.

Ibarat manusia dan bayangannya, mengingat nama Din Syamsuddin adalah melihat peran Muhammadiyah yang menaunginya. Namun, kehidupan Din kecil ternyata akrab dengan nuansa kultur NU dalam keluarganya. Ia adalah seorang Nahdliyin. Ia adalah hadiah dari NU untuk Muhammadiyah.

Din Syamsuddin bahkan lebih dulu dikenal sebagai Ketua IPNU Kota Sumbawa. Setelah lulus dari pesantren Gontor di tahun 1975, ia melanjutkan kuliah ke Institut Agama Islam Nasional (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia lulus di tahun 1980 lewat jurusan fakultas Ushuluddin. Di kampus itu Din sempat menjabat Ketua Senat Mahasiswa.

Pada tahun 1985, Din mulai aktif di Muhammadiyah. Masih di tahun sama, ia juga menjabat Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Kemudian Din menahkodai PP Pemuda Muhammadiyah pada periode 1989–1993. Keberhasilannya terpilih pada Muktamar ke-45 di kota Malang dan ke-46 di Yogyakarta, mencatatkan sejarah bagi perjalanan organisasi Din Syamsuddin.

Din Syamsuddin menjadi sosok satu-satunya yang memimpin Muhammadiyah selama 2 periode berturut-turut.

6. Menikahi sepupu dari mendiang istri.

Selepas meninggalnya sang istri, Fira Beranata akibat serangan jantung, Din sempat menjalani masa duda selama delapan bulan. Din kemudian menikahi seorang perempuan bernama Novalinda Jonafrianty. Novalinda kala itu janda anak tiga. Novalinda juga diketahui merupakan saudara sepupu dari mendiang Fira.

Dari pernikahan pertama, Din dan Fira dikaruniai dua putra dan seorang putri. Mereka adalah Farazahadi Fidiansyah, Mihra Dildari, dan Fiardhi Farzanggi.

7. Delegasi umat Muslim kancah internasional.

Sepak terjang Din Syamsuddin seringkali mewakili umat muslim dalam kancah lintas agama global. Di tahun 2017, Din ditunjuk sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antara-Agama dan Peradaban. Sebelum itu Din aktif di berbagai forum muslim internasional, seperti Indonesian Comitee on Religions for Peace (IComRP), Honorary President pada World Conference on Religions for Peace (WCRP), Chairman World Peace Forum (WPF), Chairman of Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), dan sebagainya.

“Semula saya tidak bersedia karena saya sudah menjadi salah satu tokoh agama di 22 negara di Asia, artinya tugas seperti ini sesungguhnya sudah saya turuti, sudah saya penuhi, dan lebih atas nama civil society, bukan negara,” ujar Din dalam pidato di Rapat Pleno MUI di Jl Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 25 September 2017.

8. Istilah Islam moderat.

Islam Moderat adalah istilah yang diperkenalkan Din Syamsuddin ketika Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia pada 1–3 Mei 2018 di Istana Kepresidenan Bogor. Saat itu ia berperan sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-Agama dan Peradaban.

Konsep wasathiyah Islam adalah jalan tengah dalam bermasyarakat dan bernegara. Konsep yang mengedepankan ajaran Islam yang rasional, toleran, moderat, juga bertenggang rasa. Sekitar 100 ulama dan cendekiawan muslim ternama dunia hadir dalam event tersebut.

Saat menjadi Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antar-Agama dan Peradaban, Din menginisiasi dan menyelenggarakan Konsultasi Tingkat Tinggi (KTT) Ulama dan Cendekiawan Muslim Dunia pada 1–3 Mei 2018 yang digelar di Istana Kepresidenan Bogor.

9. Sempat berpolitik praktis.

Pada tahun 1993 dirinya pernah terlibat masuk ke dalam organisasi Partai Golongan Karya (Golkar). Menjalani tugasnya sebagai ketua penelitian dan pengembangan (litbang). Din Syamsuddin pun pernah duduk sebagai anggota MPR dari Fraksi Golkar. Bahkan dirinya adalah Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Depnaker RI.

Ketika konflik internal melanda tubuh partai beringin tersebut, kehati-hatian Din Syamsuddin terlihat bagaimana sesaat menerima kunjungan petinggi Golkar kubu Agung Laksono, ia tak mau terseret arus pusaran lebih dalam. Baginya, siapapun diterima terbuka oleh PP Muhammadiyah, kantornya pun terbuka untuk sebuah silaturahmi. Ia turut berpesan, agar menghindari franchise politik dalam tubuh Golkar.

“Golkar jangan jadi franchise politik. Sekarang sudah bukan era dan jamannya lagi seperti ini. Jangan sampai pendekatan politik seperti ini membuat Golkar menjadi holding company,” ujarnya seraya mengingatkan Agung Laksono.