Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 403 tahun yang lalu, 15 Agustus 1620, maskapai dagang Belanda, VOC memperkenalkan lambang Kota Batavia. Lambang itu ditandai dengan lukisan pedang dalam sebuah perisai dengan seikat karangan bunga.

Kehadiran lambang itu dilengkapi dengan semboyan Dispereert Niet: Jangan Putus Asa. Sebelumnya, ambisi Jan Pieterszoon Coen menguasai Batavia tak tertahankan. Gubenur Jenderal itu melanggengkan perang melawan Jayakarta dan menang. Jayakarta lalu diubahnya menjadi Kota Batavia.

Keinginan Gubernur Jenderal VOC yang pernah menjabat dua kali (1619-1623 dan 1627-1629), Jan Pieterszoon Coen membangun negeri koloni tiada dua. Empunya kuasa menganggap kehadiran negeri koloni penting dalam melanggengkan nafsu monopoli perdagangan rempah VOC.

Inisiatif mencari lokasi stategis di Nusantara pun diambil. Kompeni kemudian tertarik dengan Banten. Belakangan, Kompeni justru kepincut dengan wilayah vasal Kerajaan Banten, Jayakarta. ketertarikan itu membuat Coen melancarkan siasat licik.

Ia mencoba berteman dengan penguasa setempat. Perjanjian menguntungkan dilanggengkan. Kompeni diizinkan tinggal di Jayakarta. Nyatanya, diam-diam Kompeni justru menyiapkan benteng untuk melawan Jayakarta.

Wajah Kota Batavia pada abad  ke-17. (Wikimedia Commons)

Ajian perang pun dilanggengkan. Kompeni kemudian dengan sekuat tenaga melawan Jayakarta dan akhirnya menang pada 1619. Sekalipun Coen sempat kabur dan membawa pasukan tambahan dari Maluku.

Kemenangan itu membuat Coen segera membangun Kota Batavia di atas puing-puing kehancuran Jayakarta. Ia ingin membangun Batavia bak kota-kota di negeri Belanda. Semua supaya orang-orang Belanda di Batavia yang kangen kampung halaman bisa terobati.

“Batavia yang dibangun di atas bekas runtuhan Jayakarta oleh Jan Pieterszoon Coen adalah usaha membuat sebuah tiruan kota Belanda. Rancangan kota ini fungsional sederhana dengan jaringan jalan dan terusan yang lurus-lurus. Bahkan aliran sungai Ciliwung yang berkelok-kelok diluruskan. Dari sudut tata kota letak Balai Kota (Stadshuis) ada pada titik yang menguntungkam bangunan itu ditempatkan dalam sebuah garis lurus dengan Benteng (Kasteel) yang dihubungkan oleh Sungai Ciliwung.”

“Keduanya merupakan bangunan terpenting di Batavia masa itu. Kasteel Untuk meniadakan hiruk-pikuk lalu-lintas. Balai Kota tak ditempatkan tepat pada pertemuan dua poros jalan yang menyilang, Nieuwpoortstraat (kini Pintu Besar) dan terusan Leenwinnegracht yang menghubungkan bagian kota sebelah Timur dengan yang Barat. Suatu jalan lain yang diletakkan dengan baik dimaksudkan sebagai daerah perumahan utama (Tijgersgracht), sedangkan Pintu Besar adalah jalan perniagaan dengan deretan toko-toko,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Membangun Kota Belanda di Batavia (1971).

Coen pun serius membangun Batavia. Ia menyiapkan segala macam perangkat kota. Tujuannya supaya kehidupan di Batavia dapat teratur. Lebih lagi, Coen ingin kehidupan di Batavia benar-benar mencerminkan orang Belanda dengan moral yang terjaga.

Lambang-lambang kota zaman penjajahan Belanda. (Perpusnas)

Ia pun menegaskan Kota Batavia sebagai proyek serius Kompeni. Coen memproyeksi kehadiran Batavia akan membuat Kompeni untuk bejibun. Sebagai bentuk keseriusan, Coen lalu memperkenalkan lambang kota Batavia pada 15 Agustus 1620. Lambang itu kemudian ditambahkan semboyan khas Coen: Dispereert Niet.

“Selain alat pemerintahan kota, pengadilan kota dan lain-lain seperti telah diuraikan dimuka, Batavia mempunyai pula lambang dan cap kota sendiri. Bentuk lambang itu ditetapkan oleh pemerintah pusat pada tanggal 15 Agustus 1620 berupa lukisan sebilah pedang pada sebuah perisai, dan pedang tersebut dikalungi dengan seikat karangan bunga dengan warna coklat dan hijau.”

“Pada waktu kemudian di belakang perisai itu dilukiskan seekor singa (sebagai lambang negara berdaulat) yang sedang duduk sambil kakinya menjangga perisai tersebut. Mengenai cap yang dipergunakan oleh College van Schepenen (Dewan Kota), selain berlukiskan gambaran lambang seperti tersebut diatas, juga pada tepinya terdapat tulisan dalam bahasa Latin berbunyi Sigillum Urbis Bataviae yang berarti cap kota Batavia (stadszegel van Batavia),” tertulis dalam buku Sedjarah Pemerintahan Kota Djakarta (1958).