JAKARTA - Bendera Merah Putih kerap didengungkan sebagai ikon perjuangan kaum bumiputra. Sang Saka Merah Putih tercatat pernah dipopulerkan kaum intelektual di era pergerakan nasional. Dari Perhimpunan Indonesia (PI) di Belanda hingga Partai Nasional Indonesia (PNI).
Merah berarti berani, putih berarti kesucian. Pejuang kemerdekaan, Mohammad Yamin angkat bicara. Ia menyebut Bendera Merah Putih justru telah jadi ikon perjuangan nenek moyang kaum bumiputra sejak dulu kala lewat Kerajaan Majapahit.
Andil kaum intelektual dalam menyebarkan semangat kemerdekaan Indonesia tiada dua. Mereka mampu memanfaatkan pendidikan untuk melawan pembodohan dan penjajahan. Ajian pendidikan membuat mereka tergabung dalam ragam organisasi pemuda. PI, misalnya.
Organisasi yang mewadahi mahasiswa bumiputra di Negeri Belanda jadi yang utama menyebar ide kemerdekaan di luar negeri dari 1908. PI menjelma sebagai gerakan kaum bumiputra pertama yang menggunakan Bendera Merah Putih pada 1922.
Bendera yang dikibarkan memuat dominasi warna merah dan putih beserta gambar kepala kerbau di tengah-tengahnya. Penggunaan warna itu nyatanya terus dilanggengkan. PI juga mengeluarkan buku peringatan 15 tahun di tanah rantau. Warna Merah Putih kemudian dominan jadi sampul halaman buku peringatan 15 Tahun PI 1908-1922.
Nyatanya, tak hanya PI yang menjadikan Bendera Merah Putih sebagai simbol perlawanan. Partai Nasional Indonesia (PNI) besutan Soekarno dan kawan-kawannya ikut menjadikan Merah-Putih kepala banteng sebagai lambang.
Eksistensi Bung Karno dan PNI kemudian menyebar di seantero negeri. Orang-orang kerap mengasosiasikan PNI dengan warna Bendera Merah Putih. Kaum muda pun sempat mengibarkan bendera itu pada Kongres Pemuda II pada 1928.
Kongres yang melahirkan ikrar bertumpah darah, berbangsa, berbahasa satu Indonesia menjadikan Bendera Merah Putih ikut populer. Karenanya, tiap rapat pejuang kemerdekaan mendaulat Bendera Merah Putih dan lagu Indonesia Raya harus ada. Puncaknya, Bendera Merah Putih kemudian berkibar pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
“Sejak tahun 1935 bendera merah putih tergambar pada kartu-kartu keanggautaan perkumpulan PNI. Gerakan Indonesia (Gerindo), dan Partai Persatuan Indonesia (Parkindo). Partai Rakyat Indonesia (Parindra) mengibarkan sejak tahun 1935 bendera hijau merah putih sebagai lambang persatuan.”
“Jikalau pada waktu ini ditanyakan kepada pemimpin-pemimpin pergerakan yang tersebut di atas, apakah konon artinya Merah Putih dalam bendera yang dipertahankannya itu, maka rata-rata mereka memberi keterangan, bahwa: Merah adalah keberanian. Putih adalah kesucian. Rasa keberanian dan kesucian indah yang mendorong mereka berjuang dan memberi pimpinan kepada gerakan Indonesia yang abadi,” tertulis dalam Instruksi Penguasa Perang Pusat tentang Operasi Kesadaran Sosial Tahun 1959 sebagaimana dikutip Majalah Angkatan Darat (1959).
Makna Bendera Merah Putih
Kehadiran Bendera Merah Putih sempat menimbulkan pro kontra. Kalangan yang kontra menyebut bendera itu hadirkan karena mengikuti bendera penjajah Belanda: Merah Putih Biru. Warna birunya dihilangkan seakan menghilangkan tirani.
Ada pula anggapan yang menganggap Bendera Merah Putih mencontoh negara Monaco atau Jepang. Pejuang kemerdekaan pun banyak yang tak setuju. Pemerintah Indonesia, apalagi. Empunya kuasa kemudian membentuk suatu panitia khusus untuk mencari makna Bendera Merah Putih pada 1946.
Panitia Indonesia Raya, namanya. Panitia itu diketuai oleh Ki Hajar Dewantara. Pun Mohammad Yamin menjelma sebagai sektretaris. Kehadiran Yamin dianggap menentukan. Ia melanggengkan serangkaian riset dan analisis terkait sejarah Merah Putih.
Yamin pun memaknai kehadiran Bendera Merah Putih bukan barang baru di Nusantara. Bendera itu telah hadir sejak dulu kala. Yamin merujuk kepada kerajaan-kerajaan Nusantara yang kerap menggunakan Merah Putih sebagai identitas. Kerajaan Majapahit jadi yang paling didengungkan Yamin.
Pandangan Yamin pun memutuskan mata rantai anggapan Bendera Merah Putih mengikuti Bendera Monaco. Sebab, Yamin merujuk pada eksistensi kerajaan dalam negeri, yakni Majapahit yang mencapai masa keemasannya di era Hayam Wuruk dan Maha Patih Gajah Mada.
Penggalian makna Bendera Merah Putih ala Yamin nyatanya memancing kritik. Mohammad Hatta dan Tan Malaka jadi nama yang keras mengkritik seperangkat kisah Merah Putih versi Yamin. Keduanya kurang setuju jika bendera Merah Putih dihubungkan dengan imprealisme Majapahit.
Namun, tak semua menolak pemaknaan Yamin. Banyak pula tokoh bangsa yang mendukung narasi Yamin. Bung Karno, misalnya. Bung Besar justru sering kali membanggakan penggalian Yamin terkait Sang Saka Merah Putih di mana-mana.
“Sudahkah pada waktu itu kita memiliki organisasi pemerintahan? Belum? Belum mempunyai apa-apa, kecuali hanya beberapa hal. Pertama, kita telah memiliki Sang Saka Merah Putih, yang memang telah berulang-ulang saya katakan, bahkan telah dijelaskan oleh almarhum Prof Mr. Moh. Yamin, bahwa kita mengagungkan warna merah putih sejak 6.000 tahun.”
“Pada tanggal 17 Agustus 1945, kendati kita belum memiliki hal-hal yang lain, kita telah memiliki bendera Sang Merah Putih ini atau wama merah putih. Apalagi yang telah kita miliki?” ujar Soekarno dalam Hari Ulang Tahun Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, 5 Oktober 1966, sebagaimana dikutip buku Bung Karno: Masalah Keamanan-Pertahanan (2010).