Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 270 tahun yang lalu, 22 September 1752, Maskapai Dagang Belanda VOC menaikkan pajak pertunjukan ronggeng. Empunya kuasa sengaja menaikkan pajak karena makin menjamurnya pertunjukan itu di Batavia (kini: Jakarta). Apalagi keuntungan bejibun menanti Belanda.

Kala itu pajak-pajak jadi ajian utama VOC membangun Batavia. Orang China jadi wajib pajaknya. Untungnya bejibun. Segala macam fasilitas di Batavia terbangun karena pajak. Dari Kasteel Batavia hingga Stadhuis (balai kota).

Perdagangan rempah membuat VOC Berjaya. Strateginya memonopoli perdagangan rempah Nusantara tiada dua. Perdagangan itu buat segenap rakyat Belanda merasakan dampaknya. Namun, jejak keuntungan dari VOC tak terasa di Batavia yang notabene negeri koloninya.

Batavia tak dibangun dari perdagangan rempah. Itulah faktanya. Kota yang dibangun dari reruntuhan Jayakarta itu justru dibangun dari uang pajak. Alias pajak telah menyelamatkan kehidupan di Batavia. VOC pun berterima kasih kepada etnis China yang menjadi objek pajaknya.

Grup kesenian Ronggeng Betawi di Batavia. (Wikimedia Commons)

Migrasi besar-besaran etnis China ke Batavia pun terjadi. Arus migrasi itu direstui langsung oleh VOC. Hak istimewa pun dibagikan kepada orang China. Bahkan, mereka jadi warga terhormat di Batavia. Mereka pun diberikan kebebasan menjalankan ragam kegiatan bisnis. Dari membangun pabrik hingga berdagang.

VOC hanya mewajibkan mereka satu hal: membayar pajak. Segala macam aktivitas lalu dipajakin Belanda. antara lain pajak untuk aktivitas perdagangan hingga hiburan. Keuntungan dari pajak bejibun. Kota Batavia pun dapat mempercantik diri dan membangun banyak bangunan di sana-sini.

“Kita sudah melihat bantuan orang-orang China di dalam pembangunan kota, dengan membayar pajak uang penebus wajib kerja badan. Dalam tahun 1630-an jumlah pajak perseorangan ini lebih dari separoh pendapatan seluruhnya yang ditarik Kompeni dari pajak dan cukai kota. Ketika itu pajak menjadi semacam ‘uang pelindung’ yang membebaskan orang-orang China dari dinas militer warga kota.”

“Ketidaksukaan orang-orang China terhadap dinas militer ini umumnya dikemukakan sebagai alasan untuk pelestarian pajak tersebut, tetapi juga bisa menjadi tindakan kewaspadaan agar orang-orang China tetap tak memegang senjata,”ungkap Sejarawan Leonard Blusse dalam buku Persekutuan Aneh: Pemukim Cina, Wanita Peranakan dan Belanda di Batavia VOC (1988).

Ronggeng seni tari Betawi yang mendapatkan pengaruh Sunda dan Jawa. (Wikimedia Commons)

Alih-alih menurun, pajak yang ditarik oleh VOC justru makin hari makin bertambah. Gairah keuntungan yang besar membuat VOC nyaman dengan adanya pajak orang China. Apalagi jenis pungutan untuk orang China tak sedikit. Sekali waktu pungutan itu dapat mencapai 15 jenis.

Di antara semuanya, pungutan pajak yang paling menguntungkan adalah pajak hiburan. Tanpa hiburan kehidupan di Batavia akan jenuh bukan main. Belanda pun meramal geliat keuntungan besar yang dicapai dalam sektor hiburan.

Nyatanya, pendangan itu benar adanya. VOC tak mau rugi. Pajak hiburan acap kali dinaikkan. Ambil contoh pajak pertunjukan ronggeng dan tandak yang pajaknya dinaikkan VOC pada 22 September 1752. Keputusan berani VOC menaikkan pajak disinyalir karena ronggeng mulai menjelma menjadi salah satu hiburan kesohor di Batavia.

“Pajak yang dipungut dalam bidang hiburan adalah pajak pertunjukan wayang, pajak judi, pajak sabungan ayam. Walaupun nantinya berbagai jenis pajak yang dipungut bisa dihapuskan atau dikenakan kembali tergantung pada situasi kebutuhan dan alasan keamanan. Misalnya, tanggal 22 September 1752 dikeluarkan pengunguman kenaikan pajak untuk ronggeng dan tandak, tapi wayang China pajaknya diturunkan,” terang Mona Lohanda dalam buku Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia (2007).