JAKARTA - Belanda tak pernah mau mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kaum penjajah masih menyakini jika Indonesia adalah negeri koloninya. Keinginan untuk merebut Indonesia sekali lagi muncul. Siasat teror dimainkan.
Belanda dengan panji Netherland Indies Civil Administration (NICA) sengaja membonceng Inggris ke Indonesia.Tujuannya jelas. NICA ingin menembar ketakutan di tanah Nusantara. Teror itu acap kali dilakukan dengan todongan pistol. Semuanya untuk menjajah Indonesia kembali.
Kemerdekaan Indonesia penuh dinamika. Kaum bumiputra menyambutnya dengan gegap gempita. Tapi, tidak bagi orang Belanda. Keinginan untuk menguasai Indonesia sekali lagi muncul ke permukaan. Alasannya ingin menjajah kembali Indonesia tak berubah sema sekali.
Kehadiran Indonesia sebagai negeri koloni yang membawa keuntungan amat menggiurkan adalah muaranya. Karenanya, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dianggap angin saja. Mereka menganggap kekuatan negeri yang dipimpin Soeharto-Hatta masih terlampau lemah.
Siasat pun dimainkan Belanda di bawah panji NICA. Mereka mencoba masuk kembali ke Indonesia dengan membonceng sekutu Inggris. Kehadiran Inggris sebagai penjaga keamanan jadi strategi yang pas. Sebab, Belanda ikut pula dalam misi pendaratan pasukan Inggris di Jakarta.
Alih-alih menjaga keamanan, Belanda justru punya maksud jahat. Mereka ingin menyebarkan teror kepada Indonesia yang baru merdeka. Ajian itu dianggap solusi jitu untuk menguasai Indonesia kembali. Apalagi NICA unggul dari segi alat militer dan persenjataan.
“Semenjak berlangsungnya rapat raksasa di lapangan itu, suasana ibu kota Jakarta Raya bertambah panas. Pemuda dan barisan rakyat terus mempersenjatai diri dengan senjata apa saja yang dapat diperoleh pada waktu itu. Sementara pihak resmi di Jakarta menanti kedatangan "Sekutu" yang akan menjalankan tugas di Indonesia. Pada 14 September 1945 rombongan tentara sekutu yang menumpang kapal perang ‘Cumberland’ mulai merapat di Pelabuhan Tanjung Priok.”
“Dua minggu setelah pendaratan kapal perang Cumberland tersebut, menyatulah tentara Inggris yang telah tiba sebelumnya dengan tentara Inggris yang terdiri dari satuan batalyon Seaforth Highlanders di bawah komandan Brigadir R.C. King. Sejak itu kebijaksanaan politik pasukan Inggris adalah untuk mempelopori penanganan keamanan di Indonesia dan Jakarta pada khususnya. Tugas utama mereka adalah membebaskan tawanan perang bangsa Eropa dari tangan Jepang walaupun sebagian dari mereka sudah berada di bawah kekuatan bersenjata Indonesia,” ungkap Iin Nur Insaniwati dalam buku Mohamad Roem: Karier Politik dan Perjuangannya 1924-1968 (2002).
Todongan Pistol
Kehadiran NICA nyatanya membawa masalah besar bagi segenap kaum bumiputra. Mereka jadi tak tenang beraktivitas sehari-hari. Mereka kerap dihantui ketakutan. Lagi pula NICA menempatkan pos keamanannya di mana-mana.
Kondisi makin tak kondusif ketika NICA berhasil membebaskan bekas serdadu KNIL dari kamp konsentrasi Jepang. Pasukan NICA dan KNIL pun berbaur dan berkeliaran di jalanan Jakarta. Ada pun beberapa di antaranya disebar untuk menjadi mata-mata.
Sasaran utamanya adalah melumpuhkan pejuang kemerdekaan. Pemuda Pelopor, apalagi. Namun, tak melulu pejuang kemerdekaan yang diincar. NICA justru bertindak membabi buta. Siapa saja yang lewat, asalkan kaum bumiputra, maka akan dihentikan dan ditodong pistol.
Tondongan pistol itu buat kaum bumiputra trauma yang amat dalam. Mereka yang takut langsung menyerahkan seluruh harta benda yang dimiliki. Karenanya, todongan itu jadi ajian yang ampuh bagi NICA menyebarkan teror bagi kaum bumiputra di seantero Jakarta.
Tak hanya itu. NICA juga acap kali bertindak keliwat batas. Serdadunya kerap bertindak sembarangan. Rakyat yang lewat dipukuli dan ditahan sesuka hati. Bahkan, beberapa di antaranya ditembak-tembaki. Namun, semakin diteror, rakyat Indonesia justru bertindak sebaliknya. Kebencian terhadap Belanda semakin mengemuka.
Segenap kaum bumiputra yang tadinya tak ikut ke medan laga, malahan memutuskan diri bergabung bersama pejuang kemerdekaan untuk mempertahankan kehormatan bangsanya dari serbuan serdadu NICA.
“Sasaran serdadu-serdadu NICA ialah Pemuda Pelopor. Kalau mereka dapat menangkap Pemuda Pelopor, maka nerakalah yang menantikan pemuda tersebut. Tetapi juga rakyat biasa, abang-abang Betawi, tiada luput dari incaran dan siksaan NICA. Rakyat biasa yang lewat di jalan diperiksanya. Makanan dan uang yang dibawa rakyat dirampasnya. Rakyat angga mempunyai lencana Merah-Putih yang disematkan di dada. Tanda dia pejuang Republik dan patriot sejati.”
“Lencana tersebut terbuat dari Seng. Kalau kedapatan ‘Pemuda Pelopor’ atau rakyat biasa membawa lencana Merah-Putih, maka serdadu-serdadu NICA memaksa mereka menelannya. Karena banyak korban timbul akibat dipaksa menelan lambang Merah-Putih, maka lencana kemudian tiada lagi dibikin dari seng, tetapi dari kain,” ungkap Rosihan Anwar dalam buku Sejarah Kecil ‘Petite Histoire’ Indonesia Jilid 7 (2015).