Bagikan:

JAKARTA - Azyumardi Azra kerap melihat korupsi sebagai bentuk kemunduran. Cendekiawan Muslim itu tak mampu menahan kegeraman melihat pemberantasan korupsi tak kunjung selesai. Alias, mati satu tumbuh seribu.

Fenomena itu membuatnya menganggap korupsi sebagai sebagai dosa besar yang efeknya menyengsarakan orang banyak. Tiada maaf bagi koruptor. Hukumannya tak boleh sembarang. Baginya, koruptor harus dihukum seumur hidup dan harta bendanya disita. Bahasa mudahnya: dimiskinkan.

Pria yang akrab disapa Azra ini adalah sosok yang berpangaruh dalam perkembangan dunia Islam Nusantara. Ia menguasai banyak hal. Dari sejarah hingga perkembangan Islam Tanah Air dan dunia. Pemikirannya terhadap banyak hal tak dapat dianggap remeh. Perihal korupsi, misalnya.

Ia menganggap korupsi sebagai salah satu pengganjal kemajuan Indonesia. Baginya, korupsi adalah suatu bentuk kemunduran. Kerakusan jadi faktor utama. Azra mengganggap tiada lagi alasan utama korupsi selain ketamakan. Lagi pula banyak pejabat publik yang mendapat gaji tinggi dan fasilitas bejibun. Hal itu seharusnya lebih dari cukup.

Pelayat mengisi buku tamu yang disediakan di kediaman Azyumardi Azra, yang meninggal di Selangor, Malaysia pada Minggu 18 September 2022. (Antara/Muhammad Iqbal)

Dalam konteks Islam, korupsi disebut Azra sebagai dosa besar. Akan tetapi, Azra kurang setuju jika tingginya kasus korupsi melulu karena kegagalan pendidikan agama. Banyak faktor lain yang menyebabkan perilaku tidak terpuji itu berulang kali dipertontonkan. Ia menyoroti lemahnya penegakan hukum.

Pemerintah dianggapnya kurang andil memberantas korupsi. Alias masih setengah hati. Hukuman yang dijatuhkan relatif hukuman kurungan ringan. Belum lagi hukuman itu ujungnya akan mendapatkan remisi. Karenanya, koruptor dapat melenggang keluar penjara.

Azyumardi Azra secara tegas mengatakan; agama apa pun, khususnya Islam mengutuk keras tindakan korupsi dalam bentuk apa pun. Kata-kata Nabi: la'natullahi 'ala al-raasyi wa al-murtasyi (laknat Allah terhadap orang yang memberi suap dan yang menerima suap) adalah meniscayakan ketegasan itu. Term 'al raasyi' berasal dari kata dasar 'risıyuah' yang dalam kamus bahasa Arab modern tidak hanya bermakna 'penyuapan' (bribery) tetapi juga korupsi dan ketidakjujuran (dishonesty).”

“Dalam konteks ajaran Islamyang lebih luas, korupsi adalah tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan, akuntabilitas, dan tanggung jawab. Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar bahkan secara hukum Islam bisa dimasukkan dalam jenis khiyanah (berhianat),” ungkap Masduki Duryat dalam buku Pendidikan (Islam) dan Logika Interpretasi (2021).

Hukuman Seumur Hidup

Efek jera terhadap koruptor - sedari dulu - dianggap Azra masih lemah. Perihal itu ia kerap suarakan, bahkan hingga 31 Januari 2022 lalu. Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu menyampaikannya saat jadi narasumber diskusi virtual via youtube Kemitraan Bagi Pembaruan tata pemerintahan bertajuk: Pemberantasan Korupsi.

Pemberantasan korupsi, kata Azra tak ditangani dengan serius. Empunya kuasa yang menduduki puncak kekuasaan cenderung tak memiliki kemampuan mempuni menangani masalah korupsi. Apalagi korupsi sudah termasuk dalam kejahatan luar biasa.

Efeknya pun ke mana-mana. Dampak negatifnya justru diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan rakyat turun, pembangunan infrastruktur terganggu, hingga ketidakadilan semakin marak.

Azra pun meminta pemangku kebijakan untuk memberikan hukuman yang memiliki efek jera yang besar. Dalam hal ini pemerintah harus lebih berani menerapkan hukuman seumur hidup kepada koruptor. Bila perlu dan memang perlu koruptor turut dimiskinkan. Supaya kejadian yang sama tidak terulang.

Almarhum Azyumardi Azra pernah mengusulkan agar koruptor dihukum seumur hidup dan dimiskinkan. (Instagram/@prof.azyumardi)

Kritikan yang digelorakan Azra masih sama persis dengan kritikannya dulu terkait korupsi. Persamaannya cuma satu, kritikan itu tak pernah benar-benar diterima sebagai masukan oleh pemerintah. Padahal, ia kerap memberikan kritik dengan jalan pemecahannya.

“Karena itu, perlu berbagai cara inkonvensional dalam usaha membuat jera pejabat publik pelaku korupsi. Di antara hukuman tidak konvensional itu termasuk ancaman hukuman mati, hukuman seumur hidup, penyitaan seluruh kekayaan, dan kewajiban melakukan pelayanan sosial. Untuk yang terakhir ini, koruptor misalnya diwajibkan melakukan kerja sosial tertentu, seperti membersihkan toilet umum dalam jangka waktu tertentu’ dan kalau perlu pakaian yang bersangkutan dilengkapi dengan tulisan koruptor.”

“Tidak kurang pentingnya adalah hukuman dan sanksi sosial semacam pengucilan dari lingkungan masyarakat. Kini sudah waktunya masyarakat menghilangkan sikap permisif terhadap korupsi dan koruptor, dan sebaliknya memperkuat perlawanan dan sikap anti korupsi mulai dari lingkungan sosial paling kecil. Di sinilah peran tokoh yang memiliki integritas dalam berbagai lembaga sosial dan ormas menjadi sangat penting untuk terus mengambil insiatif dalam konsolidasi dan pemberdayaan masyarakat melawan korupsi,” terang Azyumardi Azra dalam buku Relevansi Islam Wasathiyah (2020).

Selamat jalan Prof. Azyumardi Azra.