Memori Pelantikan SBY-JK 2004: Politisi PKS Hidayat Nur Wahid Tolak Fasilitas Hotel Mewah
Politisi PKS yang juga Ketua MPR RI 2004-2009, Hidayat Nur Wahid. (pks.id)

Bagikan:

JAKARTA - Karisma Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) mampu memukau Indonesia. Keduanya berhasil menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih pada 2004. Kemenangan itu disambut dengan gegap gempita.

Acara pelantikannya direncanakan berlangsung megah dan mewah. Pemerintah telah menyediakan fasilitas hotel mewah bagi segenap pejabat negara. Namun, tak semua pejabat menerima akomodasi itu. Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, misalnya. Ia menolak fasilitas hotel mewah.

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004 penuh dinamika. Hajatan itu pertama kalinya segenap rakyat Indonesia dilibatkan untuk memilih langsung orang nomor satu dan dua Indonesia. Ambisi partai politik nasional pun meningkat.

Mereka mulai menyalakan mesin politiknya untuk menjaring Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) terbaik. Hasilnya menganggumkan nama-nama besar tokoh bangsa sebagai Capres-Cawapres hadir menjadi pilihan rakyat Indonesia di kertas suara.

Dua di antaranya adalah nama besar yang paling kesohor. Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi di nomor urut dua dan SBY-JK di nomor urut empat. Hasilnya cukup sengit. Putaran pertama dimenangkan SBY-JK dengan 33,57 persen dan Mega-Hasyim berada pada posisi dua dengan 26,61 persen.

Hidayat Nur Wahir (paling kiri) seusai pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2004-2009. (Antara)

Jumlah itu membuat keduanya bertarung pada putaran kedua. Namun, SBY-JK unggul jauh. Mereka mampu memenangkan kontestasi politik itu dengan 60,62 persen suara. Sedang lawannya Mega-Hasyim hanya mendapat 39,38 persen suara.

Artinya SBY-JK dapat melaju sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang baru. Kemenangan itu adalah hasil kerja kolektif tim pemenangan SBY-JK. Semuanya memiliki peran masing-masing dalam kampanye. SBY apalagi. Ia mendapat jatah untuk membakar semangat kader Partai Demokrat dalam berbagai kesempatan.      

“Pada bulan Maret 2004, pada saat kampanye dalam rangka pemilu legislatif sedang dilaksanakan, saya memberikan pengarahan kepada para kader utama Partai Demokrat di Cikeas. Pengarahan saya itu berjudul Menang Terhormat. Agar menang secara terhormat syaratnya memang berat. Diperlukan kerja keras dan upaya amat gigih.”

“Pada kesempatan itu saya sampaikan elemen-elemen kunci untuk memenangkan pemilu, di antaranya adalah sasaran strategis untuk mencapai sasaran, kemudian agenda utama yang harus dijalankan, kemudian upaya memperkuat dukungan rakyat. Kemudian faktor-faktor penting untuk memenangkan Pemilu, dan kemudian yang terakhir adalah etika perjuangan atau kode etik yang harus dipedomani dan dijalankan bersama,” ungkap SBY dalam buku SBY: Selalu Ada Pilihan (2014).

Tolak Fasilitas Hotel Mewah

Kemenangan SBY-JK belum paripurna. Keduanya harus melanggengkan acara pelantikan terlebih dahulu untuk resmi jadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2004. Rencana pelantikan SBY-JK dielu-elukan akan berlangsung megah dan meriah.

Pelantikan yang direncanakan berlangsung pada Sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Gedung DPR/MPR RI. Acara itu akan dihadiri oleh segenap tamu undangan. Dari pejabat negara hingga petinggi negara tetangga.

Kemewahan itu diperlihatkan dari rencana fasilitas yang digunakan. Hotel mewah terutama. Empunya kuasa berencana menghambur-hamburkan uang miliaran rupiah untuk menyewa hotel mewah bagi tamu undangan. Pun hotel mewah yang dipilih harus yang berada di dekat lokasi pelantikan.

Opsi itu dipilih supaya jarak tempuh peserta pelantikan SBY-JK tak terlampau jauh. Apalagi, supaya tak terkena dampak macetnya Jakarta. Namun, tak semua pejabat menerima usulan itu. Hidayat Nur Wahid (HNW), salah satunya.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu tak mau lagi wajah MPR jadi buruk karena menginap di Hotel Mulia kelas royal suite room. Bagi Ketua MPR itu, kehadiran fasilitas menginap di hotel mewah adalah sebuah pemborosan. Apalagi sederet wakil rakyat telah memiliki rumah dinas. Beda hal jika tamu undangan berasal dari luar negeri atau luar daerah. Fasilitas itu harus disiapkan, tapi tak perlu hotel mewah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wapres Yusuf Kalla melambaikan tangan kepada para wartawan seusai upacara pelantikan sebagai kepala negara Indonesia yang baru di Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Rabu (20/10/2004). (Antara/Saptono/pras)

Penolakan yang diambilnya dianggap sebagai bentuk penyadaran masyarakat. HNW ingin MPR menjadi representasi sebenarnya dari wakil yang memperjuangkan nasib rakyat Indonesia. Karenanya, HNW dengan tegas ingin menunjukkan kepemimpinannya di MPR jauh dari kemewahan dan penghamburan duit rakyat. Sebagai langkah awal ia memilih menolak fasilitas menginap di hotel mewah untuk pelantikan SBY-JK. Langkah itu kemudian diikuti beberapa anggota MPR lainnya.  

“Awalnya, berkembang isu dan fitnah bahwa MPR memperpanjang sidang yang bertele-tele hanya untuk menambah fasilitas menginap di hotel, meraup uang saku, dan menghabiskan anggaran negara. Dengan sinis mereka katakan bahwa ujung semua ini hanya rebutan Volvo.”

“Nah, saya jawab secara konkret dengan menolak Volvo dan kamar hotel mewah. Tujuannya, agar MPR dapat meraih kepercayaan dari rakyat. Kita harus punya komitmen untuk berpihak pada rakyat. Kalau MPR sudah coreng moreng mukanya dan tidak dipercaya publik, bagaimana kita bisa melakukan pengawasan politik secara efektif?” terang HNW dalam wawacaranya di Majalah Tempo berjudul Hidayat Nur Wahid: Urusan Pribadi Tidak Layak Dibiayai Negara (2004).

Terkait