Sejarah JD.ID: Bisnis E-Commerce Taipan China dari Jadi Unicorn hingga Tutup Permanen di Indonesia
Logo JD.ID, bisnis e-commerce taipan asal China, Liu Qiangdong (Richard Liu) (foto: dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Perjuangan taipan asal China, Liu Qiangdong (Richard Liu) meraih kesuksesan penuh liku. Bisnis yang digagasnya kerap gagal. Dari bisnis makanan hingga elektronik. Kehadiran kasus sindrom pernapasan akut (Virus SARS) melanda China jadi salah satu musabab.

Ia tak menyerah. Virus Sars justru menginspirasinya mengubah fokus bisnis dari offline ke online. JD.com pun lahir. Bisnis perdagangan elektronik (e-commerce) itu untung besar. JD.com pun menginvasi pasar Asia Tenggara. Indonesia, utamanya. Bisnis itu kemudian bernama JD.ID.

Tiada pebisnis yang jalannya merintis usaha mulus-mulus saja. Itulah yang diamini Richard Liu kala mulai menentukan jalan hidupnya sebagai pebisnis. Ia yang baru lulus kuliah mulai tertarik dengan bisnis makanan.

Bisnis itu dianggapnya akan mendatangkan keuntungan melimpah. Apalagi, makanan adalah kebutuhan yang paling umum dalam kehidupan. Jauh panggang dari api. Bisnis makanan nyatanya berakhir dengan kegagalan.

Bukan karena tak laku, tapi ia dikhianati oleh anak buahnya yang membawa lari keuntungan penjualan. Kegagalan itu tak lantas buat semangat Richard Liu ciut. Ia mulai melanggengkan bisnis lain. Bidang elektronik jadi pilihannya pada 1998.

Potret taipan asal China, Liu Qiangdong (Richard Liu). (Wikimedia Commons)

Ia mendirikan toko elektronik pertamanya bernama Jingdong Century Trading (JD) di Zhongguancun, Beijing. Produk yang dijualnya seputar magneto-optical, lalu berkembang menjual barang elektronik lainnya. Dari telpon seluler hingga komputer.

Usaha itu laris manis. Bahkan, Richard Liu bisa membuka belasan cabang tokonya. Namun, usahanya jatuh pada titik terendah alias bangkrut pada 2002. Epidemi Virus SARS melanda China jadi musabab. Kebangkrutan nyatanya tak dapat mematikan semangatnya.

Kemudian epidemi SARS menginspirasinya mengubah arah bisnis yang dulu tradisional ke arah bisnis e-commerce pada 2004. Ia mendirikan situs jual-beli, jdlaser.com, kemudian berganti menjadi 360buy.com pada 2007. Terakhir JD.com pada Maret 2013.

“Pesanan daring itu meningkat pada tingkat yang lebih cepat, jadi dia memutuskan untuk mencoba keberuntungannya di e-commerce dan, pada bulan Januari 2004, dia membuka JD Multimedia Network dan menggerakkan fokus bisnisnya dari offline ke online. Setelah JD pindah ke e-commerce, bisnisnya menjual banyak peralatan rumah tangga pada awalnya. Pada bulan November 2005, JD Multimedia Network dapat memproses lebih dari 500 pesanan per hari.”

“Kala itu sistem logistik diatur di beberapa tampat. Dari Beijing, Shanghai dan Guangzhou. Sistem logistik itu untuk memperluas penjualan daring untuk menutupi seluruh negeri. Pada bulan Juni 2007, JD Multimedia Network secara resmi mengganti nama JD Shopping Mall, meluncurkan nama domain baru, 360.com (kemudian berubah jadi JD.com pada 2013), dan berhasil memulihkannya,” ungkap R. Xiao dan X. Zhang dalam buku New Media and China's Social Development (2017).

JD.ID Hadir di Nusantara

JD.com sukses besar di China. Kesuksesan JD.com itu menginspirasi Richard Liu untuk melebarkan sayap bisnisnya ke Asia Tenggara. Indonesia yang terkenal sebagai salah satu pasar terbesar sistem daring dunia pun dilirik. Bisnis e-commerce JD Multimedia Network pun resmi beroperasi pada Oktober 2015 di Indonesia.

Alih-alih tetap menggunakan domain JD.com, alamat situs yang dipilih menyesuaikan dengan country-code top-level domain Indonesia (.id), JD.ID. Produk yang dijual awalnya didominasi oleh produk elektronik.

Perlahan-lahan, produk yang jual mulai beragam. Dari pakaian hingga produk kecantikan. Khalayak umum pun antusias dengan kehadiran JD.ID. Mereka mendapatkan opsi baru tempat belanja daring kebutuhan sehari-hari.

Puncaknya, JD.ID pun bersinar pada tahun 2019. Bisnis Richard Liu berhasil menyandang status unicorn di Indonesia. Unicorn adalah sebuah istilah untuk perusahaan teknologi yang sudah memiliki nilai lebih dari 1 miliar dolar AS. Namun, keberhasilan itu tak diikuti beberapa tahun setelahnya. JD.ID secara resmi tak melanjutkan bisnisnya di Indoensia pada 2022. mereka akan menutup seluruh layanannya pada 31 Maret 2023.

JD.ID tercatat sebagai perusahaan rintisan atau startup keenam di Indonesia yang berhasil menembus valuasi unicorn atau nilai bisnis sebesar 1 miliar dolar AS -- menyusul beberapa nama populer lain, seperti Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, dan Ovo. Saat membuka bisnis di Indonesia pada November 2015, JD.ID langsung berhadapan dengan sejumlah pelaku e-commerce dengan basis pasar yang besar, seperti Shopee, Blibli, dan Lazada.”

“Bisnis JD.ID, yang menawarkan produk elektronik, makanan segar, dan barang hobi-serupa JD.com berkembang pesat sejak saat itu. Pada Februari 2019, JD.ID masuk dalam lingkaran fase pertama pendanaan seri F Gojek yang lebih dulu menjadi unicorn. Putaran permodalan itu diinisiasi sejumlah pemodal besar, seperti Google dan Tencent. Ada juga modal dari ventura besar, seperti Mitsubishi. Corporation dan Provident Capital yang menyokong perjalanan bisnis JD.ID,” ungkap Riani Sanusi Putri dan Yohanes Paskalis dalam tulisannya di Koran Tempo berjudul Akhir JD.ID Setelah Efesiensi (2023).