Peristiwa Sejarah Hari Ini, 31 Maret 1913: Indische Partij Dibubarkan Belanda
Soewardi Soerjaningrat (kiri), Douwes Dekker, dan dr Tjipto Mangoenkoesoemo. (Harry A Poeze, et al. In Heat Land van de Overheerser: Indonesiers in Nederland, 1600-1950, Dordrecht Foris Publications, 1986)

Bagikan:

JAKARTA – Peristiwa sejarah hari ini, 109 tahun yang lalu, 31 Maret 1913, Indische Partij (IP) dibubarkan paksa oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pembubaran itu tak lain karena IP mulai mengganggu eksistensi Belanda.

Apalagi dedengkot IP, Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat kerap menggelorakan perlawanan terhadap Belanda. Ketiganya kemudian diasingkan ke Belanda. Sedang partainya yang membawa semangat nasionalisme di tanah Nusantara dibubarkan.

Masa pergerakan nasional adalah momentum paling menentukan dalam sejarah bangsa Indonesia. Berdirinya organisasi Boedi Oetomo (BO) adalah salah satunya penyebabnya. Organisasi yang didirikan pada 20 Mei 1908 dideklarasikan sebagai organisasi kebangsaan pertama di Hindia-Belanda. Tahun itu lalu dikenang sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Namun, BO yang awalnya memiliki tujuan mulia membela kaum bumiputra mulai merasa eksklusif diri. Terbatas kepada kepentingan kaum priayi.

Mereka yang berseberangan pandangan memilih keluar dari BO. Antara lain Soewardi Soerjaningrat (kemudian dikenal: Ki Hajar Dewantara) dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Keduanya tak tinggal diam. Mereka pun membuat gebrakan besar. Soewardi, Tjipto, bersama Ernest Douwes Dekker pun membentuk IP pada 25 Desember 1912. Orang-orang lalu mengenal ketiganya sebagai Tiga Serangkai.

Tiga serangkai dalam posisi duduk; Tjipto Mangoenkoesoemo, Ernest Douwes Dekker, Soewardi Soerjaningrat. (Wikimedia Commons)

IP pun menjadi partai nasionalis pertama di Hindia Belanda. Partai itu didirikan dengan misi untuk meningkat nasionalisme, tanpa pandang bulu. IP tak membeda-bedakan ras, kebangsaan, harta, dan jabatan.

Siapa saja dapat menjadi anggotanya: Indo, China, Belanda, ataupun bumiputra. Semua warga Hindia dapat bergabung. Keluwesan itu membuat IP justru didominasi oleh orang-orang Indo yang peduli nasib bumiputra. Total anggota IP kala itu mencapai 7 ribu orang lebih. Sedang kaum bumiputra hanya 1.500 orang. Jumlah itu jadi bukti bahwa sedari dulu kaum bumiputra tak sendiri dalam menentang kuasa Belanda.

“Gagasan Hindia Belanda untuk warga Hindia Belanda merupakan barang baru bagi penduduk pribumi  berpendidikan Barat. Rapat raksasa yang diselenggarakan IP merupakan hal baru yang memberi amat banyak inspirasi bagi Tjokroaminoto sampai berhasil menjadi Ketua Centraal Sarekat Islam (CSI).”

“Bahasa yang digunakan IP waktu itu benar-benar mengejutkan. Dalam rapat raksasanya di Bandung, Dekker mengumumkan deklarasi perang melawan tirani, atau pernyataan perang budak pembayar pajak kolonial terhadap Belanda, negara pemeras,” ungkap Takashi Shiraishi dalam buku 1000 Tahun Nusantara (2000).

Logo Indische Partij, partai nasionalis pertama di Indonesia yang dibubarkan Belanda pada 31 Maret 1913. (Wikipedia)

Kehadiran IP memiliki kesan mendalam bagi segenap warga Hindia Belanda. Partai itu dianggap sebuah harapan baru dalam dunia perlawanan atas kesewenang-wenangan Belanda. Deru perlawanan itu membuat Belanda ambil sikap. Belanda pun ingin membubarkan IP. Ketiga dedengkotnya pun diasingkan ke Belanda  karena melempar kritik dan propaganda.

IP pun kemudian secara resmi bubar pada 31 Maret 1913. IP boleh bubar. Namun, tidak semangatnya. Deru perlawanan IP banyak menginspirasi tokoh bangsa lainkan memperjuangkan kemerdekaan. Soekarno, salah satunya. Ia begitu terinspirasi dari perlawanan IP. Bahkan Soekarno menjadikan Om Tjip (sapaan akrab Bung Karno kepada Tjipto) sebagai mentor politiknya.

“Yang terpenting, di Bandung Sukarno bertemu dan begitu terkesan dengan Douwes Dekker dan terutama Tjipto Mangunkusumo, serta semakin bertambah dekat dengan Ki Hadjar Dewantara. Sebelum diasingkan pada tahun 1913, ketiga orang itu telah memimpin IP yang radikal.

“Yang sebagian besar anggotanya adalah orang-orang Indo-Eropa dan merupakan satu-satunya partai yang lebih banyak berpikir dalam kerangka nasionalisme Indonesia daripada dalam kerangka Islam, Marxisme, atau ukuran-ukuran suku bangsa yang sempit,” tutup Sejarawan M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005).

Begitulah peristiwa sejarah hari ini, 31 Maret 1913, pembubaran Indische Partij. Pembubaran yang justru memperkuat gerakan perlawanan Indonesia terhadap penjajahan Belanda.