Bagikan:

JAKARTA - Komoditas gula adalah bisnis yang paling menggiurkan di Hindia-Belanda. Barang siapa yang menguasai hulu-hilir bisnis gula niscaya akan kaya raya. Kisah sejarah Oei Tiong Ham telah membuktikannya. Ia dengan perusahaannya Oei Tiong Ham Concern (OTHC) tak hanya memiliki satu pabrik gula, tapi lima buah. Dia adalah orang terkaya di Indonesia, bahkan Asia Tenggara pada masanya.

Bisnis itu membuatnya mengembangkan bisnis lainnya: perusahaan dagang, perbankan, pelayaran, dan konstruksi. Buahnya, Oei Tiong Ham dikenang sebagai orang terkaya di daratan Asia Tenggara.

Oei Tiong Ham lahir pada 19 November 1866 di Semarang. Ia lahir dan besar sebagai anak yang berkecukupan. Ayahnya, Oei Tjien Sien adalah seorang pebisnis gula sukses. Pabrik gula miliknya, Kian Gwan begitu kesohor di Semarang.

Oei Tiong Ham, orang terkaya di Indonesia dan Asia Tenggara pada masanya. (Wikimedia Commons)

Kesuksesaan itu membuat ayahnya acap kali mempersiapkan Oei Tiong Ham dalam bisnisnya. Kala usia Oie Tjong Ham dianggap cukup, ia pun diberi kuasa meneruskan bisnis orang tuanya.

Jatuh bangun dalam berbisnis sempat dirasakan. Namun, kelihaiannya dalam berbisnis membawa Oei Tiong Ham kesohor di bisnis gula. Ia pun mulai membentuk perusahaannya sendiri. OTHC, namanya.

Bisnis gulanya berkembang dengan pesat. Oei Tiong Ham yang awalnya hanya memiliki satu pabrik gula, mulai memikirkan ekspansi. Pabrik gula yang hendak bangkrut diselamatkan. Ajian itu membuat Oei Tiong Ham memiliki pabrik gula sampai lima buah: PG Redjoagong, Krebet, Tanggulangin, Pakies, dan Ponen.

Bisnis Berkembang

Pasar ekspornya pun perlahan-lahan meluas: London, Singapura, Mumbai, dan lainnya. Sebagai siasat, Tanah seluas 7.082 ha dikontraknya untuk dijadikan perkebunan tebu. Supaya produksi gula meningkat, pikirnya. Kesuksesaan itu lalu menuntun Oei Tiong Ham merambah bisnis lainnya.

Bisnis ekspor-impor, asuransi, perbankan, pelayaran, dan konstruksi dicobanya. Kejeliannya melihat peluang membawa Oei Tiong Ham ke puncak kesuksesaan, menjadi orang terkaya di Indonesia dan Asia Tenggara. Pemerintah kolonial Belanda pun sampai hormat padanya.

“Sampai akhir abad ke-19, orang Tionghoa di Hindia Belanda dilarang memakai pakaian model Eropa, yaitu jas dan celana pantalon. Barang siapa yang melanggar peraturan itu pasti dituntut. Oei Tiong Ham adalah orang Tionghoa pertama yang diizinkan memakai pakaian model Eropa.”

Rumah peninggalan orang terkaya di Indonesia, Oei Tiong Ham di Kawasan Gergaji, Semarang. (Facebook)

“Pada Nopember 1889, Oei Tiong Ham mengajukan permohonan kepada Gubernur Jenderal melalui pengacaranya Mr. Baron C. W. van Heeckeren dan dikabulkan. Baru pada 1905, orang Tionghoa yang status hukumnya dipersamakan (geljikgestel) mendapat kebebasan untuk berpakaian. Pemerintah kolonial Hindia Belanda benar-benar sangat merendahkan dan menghina orang-orang Tionghoa, sampai cara berpakaian pun dibatasi,” ungkap Benny G. Setiono dalam buku Tionghoa dalam Pusaran Politik (2008).

Usaha Oei Tiong Ham pun mulai diterpa masalah besar ketika Perang Dunia I (1914-1918) terjadi. Peristiwa besar itu membuat OTHC hampir bangkrut. Namun, setelah perang  omzetnya kembali meningkat.

Mulai Bangkrut

Keuntungan itu langsung diendus oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Oei Tiong Ham diwajibkan untuk membayar pajak yang cukup besar. Dia harus membayar pajak 30 persen dari total keuntungan yang didapat oleh OTHC. Kejayaan itu semakin meredup kala Oei Tiong Ham meninggal dunia pada 1924 di Singapura. Ketiadaan regenerasi membuat usahanya hancur lebur.

“Yang menarik ialah kenapa kemudian kejayaan Oei Tiong Ham hancur, dan perusahannya bisa disita begitu saja oleh pemerintah Indonesia, ketika Presiden Soekarno memekikkan semangat revolusi dan sosialisme. Dalam analisa Yoshihara Kunio, konglomerat itu rontok antara lain karena sebab-sebab di dalam tubuhnya sendiri. Bisnis Oei Tiong Ham tak bisa menghadapi soal pelik yang muncul karena aturan pembagian warisan.”

 “Juga soal suksesi kepemimpinan. Dalam kasus Oei Tiong Ham yang menyukai kenikmatan itu, urusannya cukup ruwet: ia punya 8 istri, 26 anak, terbagi persis antara yang laki-laki dan yang perempuan. Tiong Ham memang mencoba membatasi pembagian waris kepada hanya: sembilan anaknya, tapi ia tak bisa dengan jelas bagaimana menyelesaikan soal alih kepemimpinan,” tutup Goenawan Mohamad dalam Tulisannya di Majalah Tempo berjudul Oei (1991) tentang kisah sejarah Oei Tiong Ham, orang terkaya di Indonesia.