Sejarah Hari Ini, 24 Maret 1950: Konferensi Tingkat Menteri Uni Indonesia-Belanda Digelar untuk Merebut Irian Barat
Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam Konferensi Tingkat Menteri Uni Indonesia Belanda di Jakarta 24 Maret 1950, yang menjadi peristiwa sejarah hari ini. (Wikimedia Commons/30 Tahun Indonesia Merdeka)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini 70 tahun yang lalu, 24 Maret 1950, Konferensi Tingkat Menteri Uni Indonesia-Belanda digelar di Jakarta. Hajatan itu digelar untuk membahas hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB). Namun, Indonesia justru menekan Belanda untuk segera menarik diri dari sengketa Irian Barat. Sebab, urusan Irian Barat adalah urusan personal nan krusial bagi Indonesia. Apalagi Soekarno mengatakan tanpa Irian Barat, Nusantara tak akan paripurna menjadi Indonesia.

 Bagi Soekarno, persoalan merebut Irian Barat (Papua) adalah keharusan. Irian Barat dianggapnya memiliki kedekatan dengan Indonesia. Karenanya, Bung Karno melakukan segala daya upaya untuk mendapatkan Irian Barat. Ia tak lupa mengungkap agendanya merebut Irian Barat dalam tiap kesempatan. Dari mimbar daerah hingga internasional.

Semua cara dilakonkan demi mencapai tujuan untuk mempersatukan Indonesia. Narasi ingin menguasai Irian Barat muncul dalam KMB pada 23 Agustus-2 November 1949 di Den Haag, Belanda. Hasilnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Masalah pun muncul. Irian Barat tidak termasuk dalam perundingan itu, alias pulau itu masih milik Belanda.

Delegasi Belanda saat tiba di Bandara Kemayoran Jakarta untuk mengikuti Konferensi Tingkat Menteri Uni Indonesia-Belanda, yang menjadi peristiwa sejarah hari ini 24 Maret 1950. (Beeldbank WO2/Nederlands Instituut voor Oorlogsdocumentatie)

Indonesia pun mencoba memaksa Belanda menyerahkan Irian Barat dengan perundingan-perundingan lainnya. Jalan damai itu dipilih karena sebelumnya Indonesia percaya diri dengan jalur perundingan. Atau seperti yang disebut Bung Karno sebagai jalan manis.

Konfrontasi pun dilakukan oleh Indonesia. Segenap rakyat Indonesia, terutama buruh tak sabar. Kemudian mereka bergerak untuk merebut perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Namun, sebelum itu terjadi, Indonesia mencoba mengajak delegasi Belanda untuk berunding kembali. Bukan mengandalkan lajur perang.

“Dan juga pengalaman kita sesudah Proklamasi, antara 1945-1950, yaitu pengalaman kita dalam physical revolution, bahwa dengan pihak Belanda tak dapat dicapai kata sepakat atas dasar ‘give and take.’ sebenarnya pun harus telah memberi pengajaran kepada kita bahwa kita harus menempuh jalan lain dalam usaha mengembalikan Irian Barat ke dalam wadah kekuasaan Republik.”

“Tetapi tidak. Jalan lain itu tidak segera kita ambil. Penyakit tidak mempunyai konsepsi yang tepat dan tegas, juga merajalela di antara kita bertahun-bertahun lagi mengenai persoalan Irian Barat ini, sebagaimana penyakit ini juga menjadi kanker dalam tubuh pikiran kita bertahun-tahun sesudah physical revolution di bidang lain-lain,” ungkap Soekarno terkait sejarah hari ini perebutan Irian Barat dalam buku Panca Azimat Revolusi Jilid 1 (2014), yang disusun Iwan Siswo.

Indonesia pun menggelar Konferensi Tingkat Menteri Uni Indonesia-Belanda di Kementerian Luar Negeri, Jakarta,  pada 24 Maret 1950. Hajatan itu jadi tindak lanjut dari hasil KMB. Isi perjanjian itu mengikat Indonesia-Belanda melakukan perundingan lebih lanjut.

Demonstrasi menuntut pembebasan Irian Barat dari Belanda kepada Indonesia. (Arsip Nasional Republik Indonesia)

Indonesia sebagai tuan rumah tak menyia-nyiakan perundingan itu. Soekarno, Bung Hatta, dan tokoh bangsa lainnya hadir dalam acara itu. Demikian pula, menteri-menteri Belanda. Bagi Indonesia, tiada maksud yang lebih penting selain meminta Belanda menyerahkan Irian Barat. Sekalipun terus dipepet oleh Indonesia, nyatanya Belanda keras kepala. Mereka enggan menyerahkan Irian Barat, apapun konsekuensi. Sikap Belanda itu, pada nantinya memaksa Soekarno mengumandangkan jalur perang.

“Namun sikap Belanda dalam perundingan ini tidak mengarah kepada penyerahan Irian Barat. Belanda berpijak pada prinsip bahwa peralihan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada RIS melalui KMB tidak termasuk wilayah Irian Barat. Dengan kata lain, Belanda masih menguasai Irian Barat. Belanda sebagai negara bekas penjajah tidak mudah begitu saja menyerahkan wilayah yang dikuasainya kepada pihak lain.”

“Apalagi seperti dikatakan diatas jika mengacu pada isi dokumen KMB, Belanda memang tidak wajib menyerahkan Irian Barat, tetapi hanya wajib merundingkannya dengan Indonesia. Artinya secara yuridis posisi Belanda lebih kuat dibandingkan Indonesia. Isi dokumen KMB menyatakan Irian Barat dalam keadaan status quó dan akan dirundingkan antara Belanda dan Indonesia,” tutup Siswanto tentang sejarah hari ini: Konferensi Tingkat Menteri Uni Indonesia-Belanda 24 Maret 1950, dalam Jurnal Penelitian Politik berjudul Diplomasi Belanda dan Indonesia dalam Sengketa Irian Barat, 1949-1950: Sebuah Kajian Historis (2016).

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.