Bagikan:

JAKARTA - Sejarah hari ini, 80 tahun yang lalu, 28 Maret 1942, Jepang dan kaum bumiputra berhasil menumpas kekuatan Belanda dari tanah Sumatra. Kolaborasi itu dianggap sebagai kemenangan bersama. Sebab, kaum bumiputra berani angkat senjata menaklukkan Belanda. kemenangan itu semakin menguatkan narasi Jepang sebagai “pembebas” Asia. Pun sebagai bukti kaum bumiputra ikut terlibar mengusir Belanda.

Kemunculan Jepang sebagai kekuatan besar dalam Perang Dunia II begitu mengejutkan. Mereka sempat buat nyali Amerika Serikat (AS) menciut. Serangan Jepang terhadap pangkalan angkatan laut AS, Pearl Harbor jadi muasalnya.

Keberhasilan itu membuat nyali Jepang meningkat. Pembebasan negara-negara di Asia-Tenggara yang masih terjajah pun dianggap sebagai target terbaru. Pembebasan itu dianggap dapat menguntungkan Jepang. Karenanya, Jepang bergerak cepat. Satu demi satu wilayah Nusantara dikuasainya. Mereka masuk lewat Kalimantan dan secara berturut-turut mengusai kota besar di pulau tersebut. Tarakan, Balikpapan, Pontianak, Samarinda, Banjarmasin, dan Palembang.

Belum puas. Jepang langsung mulai menggelar operasi menguasai Pulau Jawa pada 1 Maret 1942. Mereka pun melakukan pendaratan di tiga tempat: Banten, Indramayu, dan Bojonegoro. Tanda kemenangan Jepang atas Hindia-Belanda pun mulai terlihat pada 5 Maret 1942. Jepang telah menaklukkan Batavia yang notabene pusat pemerintahan Belanda.

Tentara Jepang di Indonesia. (Wikimedia Commons)

Serangan Jepang membuat armada perang Belanda luluh-lantak. Demikian pula serdadu Belanda. Akibatnya, Belanda mulai terdesak terpaksa menandatangani perjanjian Kalijati, Subang, Jawa Barat. Perjanjian yang ditandatangani 8 Maret 1942 itu memuat sebuah kesepakatan bahwa Belanda menyerahkan kekuasaannya di Hindia-Belanda kepada Jepang.

“Hasil pertemuan antara kedua belah pihak adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Jepang. Peralihan kekuasaan ini ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjlan Kalljati antara Jenderal Ter Poorten dengan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura.”

“Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung potensi perang Jepang dan untuk mendukung industrinya. Oleh Jepang, Pulau Jawa akan dijadikan sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, sedangkan Sumatra dijadikan sebagai sumber minyak utama,” ungkap Amelia F. dalam buku Pendudukan Jepang di Indonesia (2020).

Boleh jadi pemerintahan Hindia-Belanda telah berpindah tangan kepada Jepang. Namun, gelora perlawanan Belanda belum sepenuhnya habis. Perlawanan serdadu Belanda di daerah Sumatra, misalnya. Mereka masih merasa Hindia-Belanda dalam kuasanya.

Jepang pun tak kalah semangat. Perlawanan itu dibalasnya. Negeri Matahari Terbit pun mengutus pasukan Tentara ke-25 untuk bergerak menguasai pulau itu. Pun Jepang tak sendirian. Perlawanan Jepang mendapatkan simpati dari kaum bumiputra. Karena itu, dalam perlawanan Jepang berkolaborasi dengan kaum bumiputra untuk menumpas Belanda sampai menyerah pada 28 Maret 1942 yang menjadi catatan sejarah hari ini.

Tentara Jepang mendarat di Indonesia. (Wikimedia Commons)

“Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang menerima pernyataan menyerah dari Hindia Belanda. Pernyataan itu menyebar luas melalui siaran terakhir corong resmi daerah jajahan itu, yakni Nederlandsch Indische Radio Omprope (NIROM) vang berkedudukan di Bandung.”

“Walau Pulau Jawa telah jatuh, perlawanan tetap berlangsung di Pulau Sumatra, Tentara ke25 Jepang segera bergerak menguasai pulau itu. Mereka mendapat bantuan dari penduduk setempat dan koloni kelimanya, Perkumpulan F. Satu per satu pasukan Hindia Belanda dihancurkan sampai pada tanggal 28 Maret 1942 mereka menyerah,” tutup Marwati Djoened Poesponegoro dalam buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid V (2008), soal Belanda menyerah kepada Jepang pada 28 Maret 1942 yang menjadi catatan sejarah hari ini.