Bagikan:

JAKARTA – Rencana sekolah gratis di Jakarta mulai tahun depan malah memantik kekhawatiran lain, yaitu penghapusan Kartu Jakarta Pintar atau KJP. Jika benar terjadi, ratusan ribu anak terancam putus sekolah.

Belum lama ini rencana program sekolah gratis mulai tingkat SD, SMP, hingga SMA swasta di Jakarta ramai dibahas. Katanya, program tersebut akan terealisasi mulai tahun ajaran 2025/2026 dan akan melibatkan ribuan sekolah swasta, sehingga tidak ada lagi alasan anak-anak putus sekolah karena orang tua tak punya biaya.

Namun di saat yang hampir bersamaan, program sekolah gratis ternyata menimbulkan kekhawatiran lain lantaran mengancam eksistensi KJP.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menegaskan, KJP harus jalan beriringan dengan kebijakan sekolah bebas biaya karena ini adalah dua perkara berbeda.

Polisi memasang spanduk bertuliskan 'KJP Dicabut Bagi Pelajar Pelaku Tawuran' di sebuan sekolah di Tamansari, Jakarta Barat, Selasa (1/10/2024). (ANTARA/HO-Polres Jakbar/am)

Program sekolah swasta gratis di Jakarta pertama kali disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, Purwosusilo. Kebijakan ini berlaku bagi SD sampai SMA/SMK. Adapun yang digratiskan ini berlaku untuk biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan uang pangkal. Uang awal pendaftaran pun akan digratiskan.

Program ini, meski belum benar-benar berjalan, mendapat sambutan positif terutama di kalangan orang tua. Maklum, biaya pendidikan termasuk salah satu pengeluaran terbesar bagi para orang tua.

Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru Satriwan Salim mengapresiasi wacana sekolah swasta gratis. Menurut Satriwan, kebijakan ini bisa menjadi solusi dari masalah kekurangan kursi di sekolah-sekolah negeri di Jakarta.

Tapi ia berharap pemerintah menjamin kualitas sekolah yang digratiskan, mulai dari guru sampai sarana dan prasarananya.

Melahirkan Masalah Baru

Saat publik mengapresiasi program sekolah swasta gratis, meski tak sedikit juga yang skeptis, beredar wacana yang justru mengkhatirkan, yaitu penghapusan KJP. Mungkin ungkapan ‘tidak ada yang gratis di dunia ini’ benar adanya.

Jadi, desas-desus program KJP dihapus adalah buntut dari rencana sekolah swasta gratis. Soalnya, alokasi dana KJP nantinya bakal dialihkan untuk membiayai pendidikan anak-anak yang gagal masuk sekolah gratis. Tujuannya supaya mereka bisa mendapat pendidikan gratis di sekolah swasta.

Kartu Jakarta Pintar (KJP) merupakan kartu akses pendidikan di Provinsi DKI Jakarta usia sekolah 6-21 tahun dari keluarga tidak mampu, supaya dapat menuntaskan pendidikan wajib belajar 12 tahun.

Program ini pertama kali dikeluarkan di era Gubernur Joko Widodo (Jokowi) pada 2013, kemudian dilanjutkan oleh Gunernur Basuki Tjahaja Purnama dan Gubernur Anies Baswedan, meski namanya berubah menjadi KJP Plus.

Mengutip situs resmi Pemprov DKI Jakarta, jumlah penerima KJP Plus Tahan 1 Tahun 2024 sebanyak 533.639 peserta didik.

Sejumlah siswa mengikuti pelajaran di SDN Karet 01, Jakarta, Senin (8/7/2024). (ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa/am)

Kornas JPPI Ubaid Matraji mengatakan, jika KJP ini dihapus, maka akan melahirkan masalah baru dan memicu diskriminasi dalam pelayanan dasar pendidikan di Jakarta. Penghapusan KJP juga memicu kesenjangan dan diskriminasi baru di sektor pendidikan.

Menurut data JPPI, akan ada 295.000 anak terancam putus sekolah di sekolah negeri. Mereka adalah penerima KJP yang saat ini belajar di sekolah negeri. Mereka saat ini sudah menikmati sekolah bebas biaya di negeri dan juga mendapatkan KJP. Artinya, sekolah bebas biaya yang rencananya akan diberlakukan 2025 itu sudah lama mereka nikmati, sebab mereka belajar di sekolah negeri.

Selain itu sebanyak 238.000 anak lainnya terancam putus sekolah di sekolah swasta. Mereka adalah penerima KJP di sekolah swasta. Mereka akan menikmati kebijakan sekolah tanpa dipungut biaya, tetapi mengamputasi hak mereka untuk mendapatkan KJP.

“Perlu diketahui, kebutuhan biaya pendidikan itu tidak hanya soal bayar SPP, tapi masih banyak urusan lainnya, mulai dari seragam, sepatu, buku, tas, peralatan sekolah, dan urusan penunjang pendidikan lainnya,” kata Ubaid dalam keterangannya yang diterima VOI.

KJP dan Sekolah Gratis Berbeda 

Ubaid mendukung penuh kebijakan Pemprov Jakarta untuk segera melaksanakan sekolah bebas biaya di Jakarta. Menurutnya, ini harusnya bisa diterapkan di semua jenis lembaga pendidikan, karena pendidikan adalah kewajiban konstitusional yang wajib dijalankan oleh pemerintah.

Tapi di sisi lain, ia menolak rencana penghapusan KJP di Jakarta. Memberlakukan sekolah bebas biaya bukan berarti KJP tak lagi dibutuhkan, karena kebutuhan anak di luar sekolah masih sangat banyak. Dengan KJP, banyak orang tua terutama di kalangan tidak mampu terbantu. Penghapusan KJP, kata Ubaid, malah mengundang potensi anak Jakarta putus sekolah.

“KJP harus jalan beriringan dengan kebijakan sekolah bebas biaya. Ini adalah dua perkara yang berbeda,” Ubaid menegaskan.

“Sekolah bebas biaya ini bagian dari penerapan program wajib belajar 12 tahun di Jakarta untuk semua anak usia sekolah. Sementara KJP adalah tidak untuk semua, tapi skema khusus untuk peserta didik yang berasal dari keluarga pra-sejahtera,” imbuhnya.

Siswa SD Manggarai 01 bersiap menerima makan bergizi gratis dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Senin (9/9/2024). Program ini bagi peserta didik bertujuan untuk meningkatkan kesehatan serta gizi anak-anak sekolah dasar di Jakarta melalui penyediaan makanan sehat yang seimbang. (ANTARA/Lia Wanadriani Santosa)

Ia pun berharap setiap warisan baik di Jakarta dijaga, bahkan dilanjutkan, termasuk mempertahankan kebijakan JKP yang sudah berjalan selama satu dekade lebih ini.

"Program ini sudah digagas dan dipertahankan oleh 4 Gubernur Jakarta yang mestinya dilanjutkan dan disempurnakan, bukan malah dihapus," kata Ubaid lagi. 

Meski demikian, ia tidak menampik tantangan besar yang dihadapi di lapangan dalam menjalankan program KJP, salah satunya adalah aliran dana yang diduga tidak tepat sasaran. Untuk itu Ubaid menyerukan perlunya penguatan regulasi, pendataan, dan pelibatan masyarakat dalam audit KJP.

"Meski ini program baik dan sangat membantu masyarakat, praktik di lapangan ditemukan banyak tantangan, seperti tidak tepat sasaran, penyalahgunaan, dan juga pencairan sering telat. Ke depan, ini harus diperbaiki dan diperkuat tatakelolanya supaya lebih transparan, akuntabel, dan juga kredibel," tandasnya.