Bagikan:

JAKARTA - Calon Gubernur Jakarta nomor urut 3 Pramono Anung menegaskan dirinya tak akan membiarkan anggaran Kartu Jakarta Pintar (KJP) dialihkan untuk menjalankan program sekolah swasta gratis jika memenangkan Pilgub Jakarta.

Hal ini merujuk pada proses penyusunan APBD tahun anggaran 2025. Melihat keberbatasan anggaran, Pemprov DKI membuka kemungkinan KJP dihapus agar sekolah gratis tahun depan bisa berjalan.

Menurut Pramono, program bantuan pendidikan Pemprov DKI yang sudah berjalan bertahun-tahun itu harus tetap berlangsung.

"Yang akan kita lakukan itu untuk tetap KJP dipertahankan, bahkan diperluas. Seperti yang saya janjikan untuk anak-anak (pemegang KJP) bisa lihat Monas, TMII, kemudian Ancol (gratis)," kata Pramono di Parkir Timur Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 4 November.

Kalaupun Pemprov DKI dan DPRD menghapus anggaran KJP dalam pengesahan APBD 2025 nanti, Pramono, bila menjabat Gubernur Jakarta, akan mengembalikan alokasi KJP dalam perubahan APBD.

"KJP kan, begitu kami jadi gubernur, mempunyai hak untuk melakukan refocusing (penyesuaian) dan juga RAPBD (rancangan APBD). Dipastikan KJP enggak dihapus," tegas Pramono.

Saat ini, Pemprov dan DPRD DKI tengah mengotak-atik alokasi rancangan APBD tahun depan untuk bisa menjalankan program sekolah gratis pada instansi pendidikan swasta di Jakarta.

Plt Asisten Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi DKI Jakarta Suharini Eliawati mengaku pihaknya memetakan anggaran sekolah gratis berasal dari alokasi KJP yang dialihkan.

"Sekolah gratis sekarang ini sedang kita bahas bersama dengan mitra kerja kita, DPRD. Kalau (anggaran) itu sesuai dengan KJP yang sekarang ini. Iya (anggaran KJP dialokasikan untuk sekolah gratis)," ucap Suharini, Kamis, 31 Oktober.

Namun, banyak anggota DPRD DKI Jakarta yang tak setuju bila anggaran KJP dihapus. Wakil Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Agustina Hermanto (Tina Toon) menegaskan sekolah gratis pada tahun 2025 bisa dijalankan dengan anggaran baru tanpa menggunakan dana KJP.

Sebab, menurut Tina, Pemprov DKI akan menerima dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat.

"Karena ada dana bagi hasil tambahan Rp6 triliun, anggaran kita Rp90 triliun sekarang. masak, tidak memungkinkan sih, kita bisa membantu masyarakat lebih luas? Jangan satu program baru menyejahterakan, tapi program lama dimatikan, menyengsarakan," tegas Tina.