Ide Ahok Jadikan Pemerintah DKI Jakarta Godfather Bagi PKL dalam Memori Hari Ini, 4 Juli 2014
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang pernah menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dari 2014 hingga 2017. (Fanpage Facebook Basuki Tjahaja Purnama)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 4 Juli 2014, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana jadikan pemerintah DKI Jakarta sebagai Godfather baru bagi Pedagang Kaki Lima (PKL). Rencana itu diungkapnya di Balaikota Jakarta. Ia menganggap potensi keuntungan dari PKL tak sedikit.

Sebelumnya, masalah penertiban PKL kerap mewarnai perjalanan kota Jakarta. Siapa pun pemimpinnya, urusan PKL dianggap tak terlalu memikat dalam peta politik. Kondisi itu semakin parah dengan laku hidup para PKL yang menguntungkan preman.

Urusan pemerintah DKI Jakarta dengan PKL adalah masalah yang tak kunjung usai. Saban pergantian pemimpin, urusan PKL kerap tak menemukan titik terang. Bukan berarti empunya kuasa diam saja. Segala macam upaya telah dilakukan supaya PKL jadi tertib.

Bahkan, sampai melanggengkan penertiban paksa. Sekalipun opsi itu belakangan dianggap tak terlalu efektif. PKL bisa saja kembali dengan cepat dan berjualan seperti sedia kala. Hasilnya masalah PKL jadi tak lekas usai dan pemerintah tak setiap saat melanggengkan kontrol terhadap PKL.

Permasalahan PKL kemudian jadi masalah serius dalam kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi)-Ahok. Masalah itu sempat membuat Jokowi (kemudian jadi Presiden RI) melanggengkan banyak blusukan untuk memahami kondisi di lapangan. Namun, keinginan Jokowi maju sebagai Presiden Indonesia membuyar segalanya.

Penertiban PKL di masa pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta. (Antara/Reno Esnir)

Tongkat estapet penertiban PKL pun mulai dilakukan wakilnya, Ahok yang kemudian diangkat sebagai Plt Gubernur Gubernur DKI Jakarta. Ahok melihat masalah PKL terus eksis karena mereka merasa ada yang melindungi.

Segenap PKL merasa mereka telah membayar uang ketertiban kepada preman. Uang keamanan itu membuat mereka merasa aman berjualan di lokasi yang tak semestinya. Di Monumen Nasional (Monas), misalnya.

“Penertiban di kawasan ini tak jarang mendapatkan perlawanan dari PKL. Mereka melawan karena merasa sudah membayar uang ketertiban, baik kepada preman maupun oknum Satpol PP. Penertiban semakin sulit dilakukan karena penegakan hukum terhadap PKL yang masih lemah dan tidak tegas.”

“Setiap kali ditertibkan Satpol PP, mereka pergi, tetapi segera datang kembali berdagang, dan jumlahnya semakin banyak. Tak kehilangan akal, Ahok mencari cara agar kawasan Monas steril PKL. Kita cari celah hukum saja udah. Saya lagi cari cara untuk bereskan ini. Anda cara koboi, saya mau cara koboi juga. Ahok menegaskan jika PKL keras melawan petugas, pihaknya pun akan menertibkan dengan cara yang keras,” terang Agus Santosa dalam buku Hargaku adalah Nyawaku: Basuki Tjahaja Purnama Berani Mati Demi Konstitusi dan Melawan Korupsi (2015).

Emosi Ahok boleh meledak-ledak. Namun, ia harus mengambil keputusan dengan kepala jernih terkait PKL. Alih-alih hanya ingin menertibkan PKL belaka, Ahok justru ingin membuat seluruh iuran kepada PKL tak mengalir lagi ke preman atau oknum lainnya.

Ia ingin Pemerintah DKI Jakarta yang memegang kuasa penuh terhadap penataan dan iuran PKL. Tiada lagi cerita iuran PKL akan bayar ke preman. Semuanya akan diurus Pemerintah DKI Jakarta biar pemerintah menjelma bak preman baru (Godfather baru).

Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang sekarang lebih sering dipanggil BTP. (Fanpage Facebook Basuki Tjahaja Purnama). 

Hal itu diungkapnya di Balai Kota pada 4 Juli 2014. Ia meminta jajarannya untuk mulai menganalisis beberapa titik dan besaran iuran yang harus dibayar PKL di Jakarta tiap harinya. Upaya penertiban terhadap PKL kemudian membawakan hasil. Jakarta lebih tertata karena PKL diminta berjualan di tempat yang disediakan. 

"Semua orang harus punya rekening bank di Jakarta. Orang miskin pun harus punya. Jadi semua pembayarannya lewat rekening bank. Selama ini mereka bayar ke preman, kan? Nanti biar kita aja yang jadi preman barunya, Godfather baru."

"Bank DKI siap, sih. Kalau Bank DKI tidak siap, kasih BRI saja. BRI kan milik negara juga. Punya rakyat Indonesia, kan BRI. Sama aja prinsipnya," imbuh Ahok sebagaimana dikutip Kompas.com, 4 Juli 2014.