Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 20 Juli 2016, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengungkap posisi gubernur di Indonesia memiliki kewenangan setara menteri. Pernyataan Ahok itu dilakukan karena ia mendapat kritik berperan seperti karyawan pengembang pulau reklamasi.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Sumber Daya (Menko Kemaritiman), Rizal Ramli melemparkan kritik terhadap Ahok yang pro pengembang proyek reklamasi. Rizal justru melihat proyek itu banyak mudarat dan harus dihentikan.

Pemerintah Orde Baru (Orba) punya ide untuk meluaskan daratan Jakarta. Empunya kuasa ingin melakukan reklamasi – menambah luas daratan di Pantai Utara Jakarta. Ajian itu dilakukan dengan mnguruk laut laut dan menjadikannya daratan.

Keinginan itu dibungkus dengan surat Keputusan Presiden (Kepres) No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.  Namun, rencana itu tak berjalan lancar hingga Orba runtuh. Kepres itu lalu diperkuat dalam masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2012.

Rizal Ramli yang pernah menjabat sebagai Menko Kemaritiman era 2015-2016. (ANTARA)

SBY lalu mengeluarkan Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan pulau-pulau kecil. Keinginan itu disambut pula oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. Desain reklamasi pun diubah jadi pembentuntukan 17 Pulau Baru yang diberikan nama Pulaua A hingga Q.

Keinginan itu baru benar-benar berjalan di era kepemimpinan Ahok. Gubernur DKI Jakarta itu menganggap penting hadirkan proyek reklamasi teluk Jakarta. Ia merasa proyek itu dapat membantu menanggulangi dua bencana sekaligus. Banjir rob dari laut dan luapan 13 sungai yang melewati kota.

Masalah muncul. Tak semua kalangan elite pemerintah setuju dengan rencana itu. Menko Kemaritiman, Rizal Ramli, misalnya. Rizal lalu menerbitkan moratorium reklamasi pada April 2016. Ia melihat reklamasi teluk Jakarta justru banyak mudaratnya. Omong kosong reklamasi bisa menanggulangi banjir Jakarta.

Ekosistem laut dianggap justru jadi rusak dan nelayan semakin sulit menangkap ikan. Ia pun melemparkan kritik kepada Ahok yang terus ngotot mendukung pembangunan pulau G. Rizal menyebut Ahok seorang gubernur yang berjuang untuk kepentingan warga Jakarta atau karyawan pengembang.

"Saya juga bingung kenapa dia (Basuki) ngotot. Ahok itu Gubernur DKI atau karyawan pengembang? Satu menteri saja sebenarnya sudah cukup untuk menghentikan. Menteri Lingkungan Hidup, misalnya. Nah, ini tiga menteri dan satu menko.”

“Karena berbahaya itulah, kami memutuskan untuk menghentikan seluruhnya. Itu juga karena termasuk kategori pelanggaran berat. Kalau terjadi sesuatu yang membahayakan, siapa yang akan disalahkan nanti? Pemerintah pusat juga kan. Kami enggak mau ya begitu karena itu sangat membahayakan," ujar Rizal sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 19 Juli 2016.

Ahok pun tak terima dikritik Rizal. Ia meminta Rizal tak perlu meragukan posisi Gubernur DKI Jakarta dalam urusan ikut campur proyek reklamasi. Ahok mengungkap sesuai undang-undang, Gubernur DKI Jakarta kewenangannya setara menteri pada 20 Juli 2016.

Ahok ingin urusan reklamasi terus dijalankan. Ia juga meminta Rizal jika keberatan diminta untuk menuliskan keberatannya secara tertulis kepada Presiden Indonesia. Sebab, rencana reklamasi adalah amanat dari pemerintah pusat. Sekalipun kemudian Rizal dicopot jabatannya sebagai Menko Kemaritiman pada 27 Juli 2016.

Foto udara kawasan pulau reklamasi Pantai Utara Jakarta, Kamis (28/2/2019). (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/aww)

"Eh Anda juga jangan lupa ya gubernur DKI setara dengan menteri, undang-undang yang tulis. Ini undang-undang mengatakan khusus gubernur DKI jabatannya setara dengan menteri. Kalau Anda mau buat-buat alasan, mau ciptakan alasan hebat pun silakan.”

Orang pintar kok, doktor kok, kalau saya kan tidak doktor. Tolong kasih saya alasannya tertulis. Saya bukan membela ini pulau harus dipertahankan, bukan lho. Jangan dipelintir-pelintir bahasa saya ya. Bagi saya kalau Anda ada perintah tertulis dasar hukumnya jelas, biasanya kepres dibatalin, saya ikut, pasti ikut. menko lebih tinggi, ada tiga menteri, masa gubernur enggak mau ikut," kata Ahok dikutip laman kompas.com, 20 Juli 2016.