Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, sembilan tahun yang lalu, 7 Juli 2015, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menantang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) buka-bukaan terkait harta kekayaan. Ahok ingin anggota BPK yang memeriksa arus keuangan daerah dapat kredibel dalam bekerja.

Sebelumnya, BPK memberikan Jakarta predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). BPK menganggap banyak program DKI Jakarta yang berindikasi merugikan daerah. Kondisi itu berbanding terbalik dengan kota lainnya yang justru banyak kepala daerahnya masuk penjara.

BPK memberikan predikat Wajar WDP dalam laporan keuangan DKI Jakarta pada 2014. Anggapan itu didapat karena BPK telah menemukan 70 temuan dalam laporan keuangan DKI. Temuan itu bernilai Rp2,16 triliun.

BPK menganggap ada program yang berindikasi membawa kerugian daerah senilai Rp442 miliar dan berpotensi merugikan daerah sebanyak Rp1,71 triliun. Kondisi itu diperkuat dengan kekurangan penerimaan daerah senilai Rp3,23 miliar, belanja administrasi sebanyak Rp469 juta, dan pemborosan senilai RP3,04 miliar.

Tampak depan rumah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Pantai Mutiara, Pluit, Jakarta Utara yang dijaga beberapa polisi pada 24 Januari 2019. (Istimewa)

BPK pun tak basi-basi menetapkan predikat WDP. Predikat itu sudah dianggap paling memungkinkan melihat borok laporan keuangan DKI Jakarta. Ahok pun berang bukan main. Predikat WDP dianggap sebagai bentuk menzoliminya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ahok meyakini penilaian BPK tak adil.

BPK dipandang bekerja tanpa standar yang jelas dalam proses audit anggaran. Ahok pun menilai penilaian BPK banyak mudaratnya. Dulu pas era Gubernur DKI Jakarta dipegang Fauzi Bowo Jakarta malah mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Pada era Ahok yang kemajuan dilakukan di sana-sini justru sebaliknya. Ahok tambah berang kala mengetahui banyak kota-kota di Indonesia yang kepala daerahnya masuk bui karena korupsi justru kota yang dipimpin dapat WTP. BPK justru harus skeptis melihat fenomena itu dan segera membenarkan cara penilaiannya.

“Masak era Foke mau kampanye, BPK beri predikat WTP. Sementara saya yang diwarisi program itu dapat predikat WDP. Buktinya Foke yang dapat WTP kalah sama saya yang dapat WDP. Pokoknya yang membuat saya bisa menjadi gubernur itu bukan BPK, tapi warga DKI. Daerah yang dapat predikat WTP itu banyak bupati dan gubernurnya masuk penjara,” ujar Ahok dikutip laman Tempo, 7 Juli 2015.

Ahok tak dapat menahan emosinya. Ahok membalas penilaian itu dengan menantang BPK buka-bukaan terkait kekayaan angotanya ke publik pada 7 juli 2015. Tantangan itu diungkap Ahok supaya anggota BPK yang memeriksa atau audit keuangan daerah benar-benar kredibel.

Dalam kata lainnya, personel BPK tak terlibat dalam korupsi. Keterbukaan itu dapat membuat BPK lebih dulu audit kekayaan anggotanya. wajar atau tidak. Pun mereka mendapatkannya dengan cara apa. Ahok  menyebutnya audit kekayaan itu sebagai bentuk transparasi.

"Saya mau nantang semua pejabat di BPK yang ada bila perlu buktikan pajak yang kalian bayar, harta kalian berapa, biaya hidup kalian, anak-anak Anda kuliah di mana. Saya mau tahu semua. Kalau nggak bisa buktikan nggak boleh jadi angggota BPK semua, nggak boleh periksa orang karena kalian bisa ada unsur masalah," sambung Ahok dikutip laman detik.com, 7 Juli 2015.