JAKARTA - Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 27 April 2014, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) menyetop pembayaran pengadaan bus Transjakarta yang rusak dan berkarat. Keputusan itu diambil karena bus yang didatangkan dicurigai barang hasil rekondisi dari China.
Sebelumnya, Pemerintah DKI Jakarta memberikan mandat kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk melakukan pengadaan bus Transjakarta pada 2013. Jauh panggang dari api. Keinginan pemerintah DKI Jakarta bertolak belakang dengan bus yang datang. Bus yang datang banyak rusak dan karatan.
Keinginan pemerintahan Jokowi-Ahok memajukan transportasi umum di Jakarta sudah final. Mereka terus melakukan agenda perbaikan pelayanan dari bus Transjakarta. Upaya itu dilakukan dengan membenahi halte-halte yang ada dan menyediakan banyak bus yang beroperasi.
Langkah itu didukung pula dengan pemberian mandat kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta menjalankan proyek pengadaan bus Transjakarta antara Juli-September 2013. Pengadaan bus Transjakarta itu berencana mendatangkan total 600-an bus dari China.
Dana pengadaannya saja mencapai Rp1,5 triliun. Mulanya proyek itu berjalan lancar. Sebanyak 125 bus atau empat paket sudah diterima dan tiada masalah. Namun, borok kedatangan bus dari China akhirnya kelihatan.
Banyak bus yang datang justru sudah dalam kondisi berkarat dan kualitas buruk. Pemerintah DKI Jakarta mencurigai bus yang datang adalah hasil rekondisi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mengendus adanya korupsi dalam pengadaan bus Transjakarta. KPK lalu bergerak cepat menangkap Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono.
Jokowi-Ahok pun angkat bicara. Keduanya tak ingin melanjutkan kehadiran bus Transjakarta dari China. Bus dari China dianggap memiliki kualitas yang rendah. Mesin sudah karatan, pun belum lama telah terjadi kebakaran bus.
Padahal, pemerintah DKI Jakarta mengharapkan bus yang berkualitas tinggi. Kondisi itu membuat pemerintah DKI Jakarta merasa tak perlu membayar lagi perkara pengadaan bus. Mereka merasa ditipu dan dikecewakan.
“Kami baru bayar uang muka sebesar 20 persen. Kalau importir Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) tetap melakukan penagihan, kita juga tidak akan tinggal diam. Kalau KPK kan eksternal. Kalau BPK turun jadi proses di dalam pemerintahan begitu. Kita bukan kirim surat ke KPK. Pasti kirim surat kepada BPK. Nah, hasil temuan BPK baru diserahkan pada jaksa atau polisi,” kata Ahok sebagaimana dikutip laman Republika, 5 Maret 2014.
BACA JUGA:
Gubernur DKI Jakarta Jokowi juga angkat bicara. Ia memastikan pemerintah takkan melanjutkan pembayaran bus Transjakarta yang berkarat pada 27 April 2014. Menurutnya, pemerintah DKI Jakarta takkan mau menerima barang jelek.
Jokowi menganggap bus yang digunakan pemerintah DKI Jakarta harusnya berkualitas tinggi. Bukan bus dengan kualitas rendah dan membahayakan pula. Pemerintah pun akan menunggu proses penyelidikan lebih lanjut terkait korupsi bus Transjakarta.
"Kami hentikan. Mosok barang jelek kami terima. Tahun ini akan ada pesanan baru lewat e-catalog," ungkap Jokowi sebagaimana dikutip laman Tempo, 27 April 2014.