JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 27 Agustus 2016, banjir merendam sebagian besar Jakarta Selatan. Dari Kebayoran Baru hingga Kemang. Banjir juga mengakibatkan banyak aktivitas di Jakarta Selatan lumpuh.
Sebelumnya, komitmen pemimpin Jakarta melanggengkan program penanggulangan banjir kerap diuji. Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), misalnya. Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta baru itu dianggap memiliki banyak ajian dalam menanggulangi banjir.
Harapan baru mengiringi terpilihnya Jokowi-Ahok memimpin Jakarta. Keduanya dianggap juru selamat supaya Jakarta terbebas dari banjir. Kepercayaan warga Jakarta coba ditunaikan Jokowi-Ahok. Segala macam upaya penanggulan banjir dilanggengkan. Dari pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) hingga normalisasi Kali Ciliwung.
Langkah yang dilanggengkan pemerintah DKI Jakarta nyatanya tak pernah mudah. Ambil contoh urusan normalisasi Kali Ciliwung. Empunya kuasa terpaksa melakukan kebijakan tidak populer: penggusuran. Alih-alih berjalan lancar, Ahok justru harus merelakan Jokowi lebih dulu melaju sebagai Presiden Indonesia.
Posisi Jokowi kemudian digantikan oleh Ahok. Narasi itu membuat Ahok harus putar otak. Ia mencoba menunjukkan dirinya layak sebagai pemimpin DKI Jakarta. Ahok memberanikan diri menggusur tiga RW di Kampung Pulo, Jakarta Timur pada 2015.
Keinginan itu supaya Kali Ciliwung dapat lebar kembali dan menampung banyak volume air. Ribuan keluarga yang terkena dampak mulai diminta mengikuti undian pindah ke Rumah Susun Jatinegara Barat. Namun, rencana itu mendapatkan tentangan dari berbagai macam pihak.
Tentangan itu dikarenakan enggannya pemerintah DKI Jakarta membayar ganti rugi kepada warga Kampung pulo. Ahok beranggapan ganti rugi tak perlu sebab warga tak memiliki izin mendirikan bangunan. Jawaban Ahok justru memancing amarah, tapi aktivitas penggusuran terus dilangsungkan.
“Rendahnya RTH disiasati Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok dengan cara membeli kembali lahan agar bisa digunakan untuk membangun RTH. Selain RTH, Pemprov DKI bahkan berencana membangun Ruang Terbuka Biru (RTB), yakni membangun waduk untuk penampungan air.”
“Bagi Ahok, normalisasi sungai merupakan solusi rasional yang harus diambil. Untuk tujuan tersebut, tempat tingga warga yang menghuni kawasan bantaran kali terpaksa harus digusur, dan Ahok memberikan kompensasi tempat tinggal untuk mereka di rusun yang telah disediakan,” terang Rafif Pamenang Imawan dalam buku Sudah Senja di Jakarta (2020).
Segala macam ajian Ahok menanggulangi Jakarta boleh jadi sudah dikebut. Namun, semua agenda itu bak dibungkam dengan banjir besar yang melanda Jakarta satu tahun setelah penggusuran Kampung Pulo, atau tepatnya, 27 Agustus 2016.
BACA JUGA:
Hujan yang tanpa henti membuat banyak tempat di Jakarta terendam banjir. Jakarta Selatan, utamanya. Banjir melanda 39 RW di 15 kelurahan 8 kecamatan di Jakarta Selatan. Dari Kebayoran Baru hingga Kemang. Banjir itu membuat puluhan ribu jiwa di Jakarta Selatan terkena dampaknya. Masalah itu membuat segenap usaha Ahok menanggulangi Jakarta belum maksimal.
"Terdapat 39 RW di 15 kelurahan 8 kecamatan di Jakarta Selatan terendam banjir. Sebanyak 10.538 KK atau 31.622 jiwa terdampak langsung oleh banjir, dan tidak ada pengungsian akibat banjir. Banyak rumah dan kendaraan yang terjebak oleh banjir," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, sebagaimana dikutip Kompas.com, 27 Agustus 2016.