JAKARTA - Kehadiran Merpati Nusantara Airlines pernah dianggap jawaban terbatasnya akses transportasi udara di Indonesia. Rute yang tak dapat dilewati maskapai plat merah Garuda Indonesia jadi milik Merpati. Rute penerbangan perintis di Kalimantan dan Papua, utamanya.
Masalah keuangan dan utang pun meredupkan eksistensi Merpati di era 2010-an. Menteri BUMN, Dahlan Iskan justru percaya diri. Ia tak ingin terusik. Sekalipun pusing. Ia bertindak bak juru selamat Merpati. Manajemennya dirombak. Pejabatnya diganti. Namun, semuanya sia-sia.
Tak banyak transportasi udara yang dapat diandalkan pada fase awal Indonesia merdeka. Satu-satunya yang ada --boleh jadi-- hanya Garuda Indonesia Airways. Mimpi Garuda pun besar. Perusahaan plat merah itu ingin menghubungkan seisi Nusantara via udara.
Jauh panggang dari api. Garuda Indonesia memiliki masalah. Kota-kota yang dapat didarati pesawat besar milik Garuda Indonesia terbatas. Empunya kuasa pun tak tinggal diam. Sebagai siasat, Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) ikut dilibatkan.
Proyeksi awalnya AURI dengan pesawatnya dapat menjadi jembatan penerbangan perintis di Kalimantan, kemudian Papua. Ajian itu membawakan hasil. Langkah AURI diapresiasi banyak pihak. Pemerintah yang kepincut lalu menganti peran AURI dengan mendirikan perusahaan baru pada 1962.
Perusahaan Negara (PN: Kini disebut BUMN), Merpati Nusantara, namanya. Semenjak itu Merpati banyak diplot untuk mengisi ruang penerbangan dalam negeri. Dari Kalimantan hingga Papua. Pemerintah pun gencar menambah Armada. Manajemennya terus diperbarui.
Merpati sempat berganti status dari PN ke Persero. Karenanya, Merpati menjelma menjadi maskapai penting nomor dua setelah Garuda. Perkembangan yang diraih bukan tanpa masalah. Apalagi, mulai memasuki era 2000-an. Merpati –seperti maskapai lainnya—beberapa kali mengalami kecelakaan.
Kecelakaan itu membuat kepercayaan pemodal maupun pengguna Merpati mulai menurun. Kondisi itu diperparah dengan manajemen Merpati yang kerap tak mampu membaca momentum. Rute-rute yang umumnya mau dikuasai Merpati justru keduluan maskapai swasta, seperti Susi Air. Utang menumpuk dan Merpati kemudian bak mati suri.
“Pada tanggal 2 Agustus 2009, sebuah Twin Otter milik Merpati jatuh di pegunungan di Papua, sehinggga menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 13 orang dan tiga orang kru. Pada tanggal 7 Mei 2011, satu unit pesawat Xian MA60 milik Merpati dengan kode registrasi PK-MZK juga jatuh di perairan Kaimana, sehingga menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah 21 orang dan enam orang kru.”
“Kecelakaan tersebut pun membuat sejumlah pihak mempertanyakan keputusan Merpati untuk memesan Xian MA60, serta menduga adanya penggelembungan harga dan kolusi pada proses pemesanannya. Pada bulan Oktober 2011, Pertamina menghentikan pasokan avtur ke Merpati di Surabaya dan Makassar, karena adanya utang pembelian avtur senilai Rp 270 miliar, sehingga operasi Merpati di kedua bandara tersebut terhenti,” terang Arista Atmadjati dalam buku 61 Tahun Terbang Melayani Indonesia, Tahun 2014 Merpati Disuntik Mati (2023).
Tidak Ada Harapan
Menteri BUMN era 2011-2014, Dahlan Iskan tak lantas menyerah dengan Merpati. Baginya, Merpati layak diselamatkan. Merpati kemudian diberikan kesempatan untuk mengudara. Gebrakan coba dimainkan Dahlan yang lebih dulu suskses menjabat sebagai Direktur Utama PLN era 2009-2011.
Perampingan coba dilanggengkan. Pejabat yang dianggapnya tak kompeten segera dipecat. Manajemennya coba diperbarui. Inverstor baru pun carikan. Dahlan percaya diri ajiannya membawakan hasil nyata bagi Merpati. Nyatanya, langkah Dahlan jalan ditempat.
Ia semakin pusing dengan beban utang yang dimiliki Merpati. Apalagi, pemerintah sudah kandung terus menyuntik dana besar ke Merpati. Dahlan menilai Merpati justru kerap besar pasak daripada tiang. Pengeluarannya lebih besar dari pemasukan.
Ogah menyerah, masalah itu membuatnya terus aktif mencari solusi. Tiap ada waktu luang, bahkan di hari libur seluruh direksi Merpati diajak rapat, seperti yang dilakukannya pada Maret 2012. Langkah itu diambil untuk menelurkan solusi. Pun supaya Merpati dapat kena sentuhan kekinian dan untung besar.
Dahlan sengaja menahan dana sebesar Rp561 miliar suntikan dari pemerintah untuk Merpati. Supaya seluruh jajaran Merpati ikut menelurkan ide. Bahkan, Dahlan menawarkan sebuah mobil baru dari kantongnya pribadi untuk ide terbaik. Ajian itu membuat segenap pejabat Merpati melemparkan banyak ide.
Gagasan yang terkumpul mencapai 53 ide. Nyatanya, ajian menawarkan mobil tiada membuat banyak perubahan pada Merpati. Selang dua tahun, atau pada 1 Februari 2014, Merpati justru menangguhkan seluruh penerbangannya. Masalahnya seperti yang sudah jadi rahasia umum.
Tak jauh dari masalah keuangan dan berbagai utang. Kemudian, Merpati perlahan-lahan mulai hilang tergerus waktu.
“Kebetulan saya juga hanya pakai kaus dan celana olahraga. Belum mandi pula. Baru selesai berolahraga bersama 30.000 karyawan dan keluarga Bank Rakyat Indonesia (BRI) se-Jakarta memperingati ultah mereka ke-116 yang gegap gempita. Pindah dari acara BRI ke acara Merpati pagi itu rasanya seperti pindah dari surga ke Marunda.”
“Dari perusahaan yang labanya Rp14 triliun ke perusahaan yang ruginya tidak habis-habisnya. Dari jalannya operasi saja Merpati sudah rugi besar. Apalagi kalau ditambah beban-beban utangnya. Tiap bulan pendapatannya hanya Rp133 miliar. Pengeluarannya Rp178 miliar. Pesawatnya tua-tua. Sekali dapat yang baru, MA60 pula. Suasana kerja di Merpati pun sudah seperti perusahaan yang no hope,” terang Dahlan Iskan dalam buku Manufacturing Hope, Bisa! (2012).