Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, 10 tahun yang lalu, 18 Juli 2014, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Andi Mallarangeng divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan penjara. Andi dinilai bersalah secara meyakinkan melakukan korupsi dalam proyek Hambalang.

Sebelumnya, proyek hambalang digodok untuk meningkatkan prestasi atlet-atlet nasional. Proyek itu memakan dana besar. Alih-alih proyek berjalan lancar, proyek itu jadi ladang korupsi banyak pejabat negara.

Keinginan memajukan dunia olahraga nasional jadi mimpi pemerintah Indonesia. Mimpi itu coba diwujudkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Olahraga di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2003.

Mereka ingin membangun pusat pendidikan pelatihan, dan sarana olahraga skala besar di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Pembebasan lahan pun jadi soal. Semuanya karena dari total 32 hektar tanah belum semuanya mampu dibebaskan.

Gedung proyek pembangunan Sport Center Hambalang bagian belakang yang dua gedungnya ambruk diabadikan dari atas perbukitan Sentul, Bogor, Jabar, Senin (28/5/2013). (FOTO ANTARA/Jafkhairi)

Pemerintahan kemudian berganti dari Megawati Soekarnoputri ke Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Proyek itu mendapatkan keistimewaan. Bahkan, meningkat jadi tanggung jawab Kemenpora. Menpora Andi malarangeng lalu meluaskan cangkupan proyek pada 2009. Penambahan bangunan dan fasilitas dilakukan.

Nama proyeknya berubah menjadi  Pusat pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON). Orang-orang mengenalnya dengan nama proyek Hambalang. Anggaran proyek membengkak, dari Rp125 miliar jadi Rp2,5 triliun.

Harapannya Hambalang dapat menjelma sebagai pusat pelatihan olahraga terlengkap. Proyek itu mulai berjalan pada 2010. Namun, harapan tinggal harapan. Perputaran uang besar nyatanya tak mendatangkan manfaat.

Keran korupsi justru terbuka lebar. Banyak kejanggalan proyek. Bahkan, Menpora, Andi ikut menjadi tersangka korupsi proyek Hambalang dan mengenakan baju tahanan oranye Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2013.

Penangkapan Andi lalu diikuti dengan rekan-rekannya di Partai Demokrat lainnya macam Anas Urbaningrum. Kondisi itu mencoreng wajah dari Presiden SBY. Sebab, mereka bagian dari partai berkuasa.

“Kejanggalan tak hanya ditemukan di Kemenpora. Rekomendasi teknis pembangunan gedung juga tak diparaf Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto. Anjuran teknis hanya diteken pejabat setingkat direktur di Kementerian Pekerjaan Umum.”

“Kejanggalan itu baru ditemukan Kementerian setelah kontrak tahun jamak proyek Hambalang disetujui. Bila salah satu saja persyaratan itu tidak dipenuhi, kontrak tahun jamak seharusnya bisa ditolak. Namun Agus Martowardojo (Menteri Keuangan) tidak pernah menerima laporan mengenai sejumlah kekurangan dalam pengajuan anggaran kontrak tahun jamak,” terang Hermien Y. Kleiden dalam buku Agus Martowardojo: Pembawa Perubahan (2019).

Pengadilan Tipikor Jakarta pun mengadili mantan Menpora Andi. Andi didakwa melakukan korupsi dengan memperkaya diri sendiri sebesar Rp2 miliar dan 550 ribu dolar AS dalam kasus proyek Hambalang. Andi pun mendapatkan uang itu melalui adiknya, Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallarangeng.

Para politikus Partai Demokrat yang terlibat kasus korupsi proyek P3SON Hambalang, dari kiri: Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Nazaruddin. (ANTARA/Yudhi Mahatma)

Tak sampai situ saja. Andi juga turut memperkaya orang lain dan korporasi di kasus yang sama. Nama-nama itu antara lain Wafid Muharam, Deddy Koesdinar, Nanang Suhatmana, Anas Urbaningrum, Mahyudin, Teuku Bagus, Machfud Suroso, Olly Dondokambey, Joyo Winoto, Lisa Lukitawati, Anggaraheni Dewi Kusumastuti, dan Adirusman Dault.

Jaksa mulanya menuntut Andi dengan 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta subside enam bulan. Semua itu ditambah oleh peran Andi yang dianggap biang keladi ruginya negara sebanyak Rp464,391 miliar. Namun, Pengadilan Tipikor ambil sikap pada 18 Juli 2014. Andi terbukti secara meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Ia divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan penjara.

"Mengadili terdakwa terbukti secara sah dan mayakinkan korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif kedua," ujar Ketua Majelis Hakim Haswandi saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor dikutip laman kompas.com, 18 Juli 2014.