Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 136 tahun yang lalu, 27 Juni 1887, pemerintah residen Singapura di bawah kuasa Inggris meresmikan Patung Bapak Singapura Modern, Thomas Stamford Raffles. Kehadiran patung itu sebagai bentuk apresiasi Inggris atas sumbangsih Raffles mengembangkan Singapura.

Patung itu dibuat oleh seniman kenamaan Inggris, Thomas Woolner. Sebelumnya, kehadiran Raffles di Asia membawa warna baru dalam era kolonialisme. Ia tak saja menggebrak seisi Nusantara, tapi juga ikut menggebrak Singapura.

Kehadiran Raffles di Asia penuh dinamika. Di Nusantara, apalagi. Ia pernah diperintahkan kongsi dagang Inggris, East India Company (EIC) yang menginvasi pemerintah kolonial Hindia Belanda untuk menjabat sebagai Letnan Gubernur Jenderal dari 1811-1816.

Penunjukan Raffles dilanggengkan karena ia dianggap salah satu orang yang memiliki pengetahuan luas tentang Nusantara. Raffles kerap menunjukkan ketertarikan dalam ragam seni dan budaya Nusantara. Ia dibantu bawahannya mulai mengumpulkan pustaka-pustaka penting.

Hasilnya gemilang. Raffles menelurkan sebuah mahakarya. The History of Java, namanya. Buku itu dianggap Raffles sebagai penegas bahwa tiada orang yang lebih tahu Pulau Jawa dibanding dirinya. Sekalipun kepemimpinan nya di Nusantara terbilang singkat.

Potret Thomas Stamford Raffles pernah menjabat sebagai Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda dari 1811 hingga 1816. (Wikimedia Commons)

Ia pernah jadi orang pertama yang mengobrak-abrik Keraton Yogyakarta. Ia pula jadi orang yang mulai memutuskan mata rantai perbudakan di Nusantara. Ia pun pergi melanjutkan tugas lanjutannya ke Bengkulu.

Ia pun sempat ditugaskan EIC untuk mencari lokasi stategis guna membangun pelabuhan penting untuk perdagangan Inggris. Ia pun ke Singapura. Semenjak itu, ia memiliki visi untuk memajukan SIngapura. Ia kemudian menjadikan Singapura sebagai pelabuhan bebas dan lalu-lintas perdagangan dunia.

“Pada mulanya, Singapura adalah milik Belanda, tapi Raffles meminta agar Singapura ditukarkan dengan Bengkulu yang saat itu milik Inggris. Rupanya Belanda lebih tertarik, karena tanah Bengkulu dinilai lebih luas dan kaya akan rempah-rempah. Dengan menguasai Bengkulu sebagai penghasil rempah-rempah, Belanda bermaksud menguasai perdagangan Eropa.”

“Tetapi rupanya Raffles lebih visioner dan futuristik. Raffles melihat Singapura bukan dari hasil pertaniannya, melainkan dari letak geografisnya yang strategis. Raffles kemudian mendatangkan arsitek-arsitek terbaik Inggris untuk menerjemahkan visinya ke dalam suatu master plan, sehingga Singapura bisa menjadi kota modern di masa depan,” terang S.D. Darmono dalam buku Bringing Civilizations Together (2019).

Jasa Raffles membangun Singapura kesohor di mana-mana. Utamanya, bagi seisi Singapura sendiri. Ia dielu-elukan sebagai Bapak Singapura Modern. Tindak-tanduknya itu membuat pemerintah residen Singapura andil mengenang jasa Raffles.

Mereka kemudian merencakan pembuatan sebuah patung perunggu. Seniman kenamaan Inggris, Thomas Woolner didaulat sebagai pembuat patung. Alhasil, patung itu diresmikan oleh empunya kuasa pada 27 Juni 1987. Kehadiran Patung yang kemudian dipindah berkali-kali itu jadi ikon penting Singapura. Bahkan, hingga hari ini. Orang Melayu banyak menyebut patung itu sebagai orang besi. 

“Fakta unik lainnya adalah bahwa patung pertama direlokasi dari lokasi aslinya di Padang (lapangan main terbuka di pusat kota) tahun 1919. Patung tersebut sering sekali terkena tendangan bola sepak selama pertandingan, dan penonton di Padang dahulu senang sekali duduk di dasarnya untuk mendapatkan pemandangan yang lebih baik.”

“Selama pendudukan Jepang, patung itu dipindahkan ke Syonan Museum (dulunya Raffles Museum, sekarang National Museum Singapore), dan secara luas diyakini bahwa Jepang berniat untuk meleburnya karena bahannya yang terbuat dari perunggu. Patung ini dipasang ulang di Empress Place pada tahun 1946,” tertulis dalam laman visitsingapore.com.