Bagikan:

JAKARTA - Sosok Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal sebagai Ahok kembali menjadi sorotan publik karena pernyataannya yang dianggap kontroversial. Hal ini karena, dia mengusulkan untuk membubarkan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dipimpin oleh Erick Thohir.

Namun, ini bukan kali pertama Ahok megeluarkan komentar yang menuai kontroversi. Sebelum ditunjuk sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero), Ahok mempunyai rentetan rekam jejak terkait dengan komentar yang sukses menuai kontroversi di publik.

Terbaru, dalam video yang diunggah akun YouTube POIN, Ahok mengatakan tata kelola perusahaan negara selama ini tidak efisien. Karena itu, menurutnya Kemeterian BUMN harus dibubarkan dan diganti dengan Indonesia Incorporation.

"Kementerian BUMN harus dibubarkan sebelum Pak Joko Widodo (Jokowi) turun. Kita membangun semacam Temasek, semacam Indonesia Incorporation," katanya, dikutip dari video YouTube POIN, Rabu, 16 September.

Tata kelola yang buruk ini dirasakannya langsung oleh Ahok setelah masuk dalam lingkaran BUMN, atau setelah ditunjuk menjadi Komisaris Utama PT Pertamina (Persero).

Sebagai contoh di Pertamina, kata Ahok, jabatan direksi ataupun komisaris sangat kental dengan lobi-lobi politis dan bagi-bagi jabatan. Bahkan, menurut Ahok, pergantian direksi pun tidak dibicarakan dengan dirinya namun langsung kepada Menteri BUMN.

"Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya. Saya sempat marah-marah juga, jadi direksi-direksi semua lobinya ke menteri karena yang menentukan menteri. Komisaris pun rata-rata titipan kementerian-kementerian," ucapnya.

Tersandung Kasus Hukum Penistaan Agama

Jelang akhir masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Ahok terlilit kontroversi yang cukup pelik. Pada 2016 silam saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, dia berucap kalimat yang berbau penodaan agama. Yakni menyampaikan masyarakat dibodohi menggunakan surah Al Maidah ayat 51.

Hal ini kemudian mendapat protes keras dari elemen masyarakat Islam. Gelombang demonstrasi terjadi berulang kali. Dua aksi massa yang besar tercatat terjadi pada 4 November 2016 (aksi 411). Aksi ini bahkan sempat berakhir ricuh antara massa dengan aparat.

Sidang perdana Ahok digelar pada 13 Desember 2016 di PN Jakut, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Dalam sidang pertamanya, Ahok membantah melalui pembacaan nota keberatan atau keberatan yang dilakukan dirinya.

"Apa yang saya utarakan bukan untuk menafsirkan Surat Al Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para ulama," ungkap Ahok.

Perjalanan kasus ini cukup panjang, hingga akhirnya pada sidang ke-19, Kamis, 20 April 2017, JPU menuntut Ahok bersalah. Atas nama hukum, jaksa meminta majelis hakim menghukum Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan selama 2 tahun. Ahok dipenjara di Mako Brimob, Kepala Dua, Depok.

Larang Pemotongan Hewan Kurban

Ahok pernah dianggap melarang penyembelihan hewan kurban pada saat Iduladha. Akibatnya, terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan oleh massa Front Pembela Islam di depan Gedung DPRD DKI, Jumat, 26 September 2014.

Sebagai Plt Gubernur DKI Jakarta Ahok membantah tuduhan ini dan menyatakan pemerintah DKI Jakarta tidak melarang kurban, tetapi melarang penjualannya di jalur hijau karena melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Ahok mengakui, dahulu Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sempat mengizinkan penjualan serta pemotongan hewan kurban di sembarang tempat, termasuk pinggir jalan. Hal itu disebabkan belum dilakukan tes kesehatan sebelumnya pada hewan kurban.

"Misalnya contoh, dulu kita tidak pernah tahu atau mengerti kenapa anak kecil main di tanah kok tiba-tiba pas pulang langsung meninggal? Setelah diteliti, itu darah dari hewan ternyata. Dia punya spora yang baru bisa mati sekian bulan dan menyebabkan seseorang meninggal," kata Basuki, di Dinas Pelayanan Pajak, Jakarta, Selasa, 8 September 2015.

Oleh karena itu, Basuki menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 168 Tahun 2015 tentang Pengendalian, Penampungan, dan Pemotongan Hewan. Kebijakan ini dalam rangka menyambut Iduladha tahun 2015/1436 Hijriah.

Penggusuran Kawasan Pasar Ikan Penjaringan

Di era pekemimpinanya sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok akhirnya meratakan kawasan Pasar Ikan yang meliputi Kampung Aquarium, Pasar Ikan dan Luar Batang, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Ratusan warga di daerah tersebut harus angkat kaki.

Ahok bersikeras menggusur kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara. Walaupun, warga yang bermukim melawan. Puluhan Polwan dilibatkan, selain itu penggusuran juga melibatkan ratusan Satpol PP dan polisi berseragam kaos 'Turn Back Crime'. TNI pun ikut diterjunkan dalam penggusuran ini.

Polwan diturunkan untuk menarik ibu-ibu warga Penjaringan yang ikut berteriak menolak penggusuran ketempat yang lebih aman. Ahok mengatakan, tanah yang diduduki warga merupakan tanah negara. Karena itu, Pemprov DKI tetap melanjutkan penertiban.

"Saya kira semua mau ribut, sekarang saya tanya itu tanah punya siapa? Sertifikat pasar juga milik Pasar Jaya, kalau kamu tinggal di laut itu dari mana dapat sertifikat?," ujar Ahok.

Ahok pun menolak jika penggusuran warga Pasar Ikan itu merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

"Melanggar HAM apa? Saya bilang membiarkan orang Jakarta terus dalam kemiskinan itu lebih melanggar HAM. Lihat anak Kalijodo sekarang lebih baik kan? Membiarkan anak lihat prostitusi, main judi tidak melanggar HAM?," tuturnya.

Relokasi Kampung Pulo

Ahok berhasil memindahkan warga Kampung Pulo di bantaran sungai Ciliwung. Walaupun, relokasi itu sempat diwarnai bentrokan antara warga dengan aparat. Ia tidak menggubris walaupun mereka membayar pajak selama tinggal. Menurutnya PBB bukan bukti kepemilikan yang bisa dijadikan alasan.

"PBB bukan bukti kepemilikan. Makanya sewa aja kan. Sekarang IMB nggak ada, listrik nggak jelas, buang sampah sembarangan," kata Ahok.

Relokasi pada September 2015 telah membuat sejumlah warga berhasil dipindahkan ke Rumah Susun Sederhana Sewa Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Meski pun mereka juga mengeluhkan kondisi di rusun, mulai tidak ada teralis pada jendela hingga masalah sarana lain.

Namun, tahap demi tahap perbaikan rusun dilakukan. Hingga kini, warga pun mulai menikmati hunian baru mereka.

Penertiban PKL di Kawasan Monas

Geramnya Ahok akan tindak tanduk pedagang kaki lima (PKL) di Taman Monumen Nasional (Monas) membuat pihaknya melakukan sterilisasi. Kebijakan itu tak mulus diterima pedagang. Mereka menentang dan melawan keputusan itu. Namun, Ahok tetap jalan terus. Dia tak gentar menerima perlawanan dari PKL.

Bahkan, Ahok berniat menyemprot PKL liar Monas dengan air comberan (selokan). Hal ini karena aksi anarkis berupa perusakan fasilitas kantor dan restoran Lenggang Jakarta yang berada di kawasan Monas.

"Kami mau minta pengamanan polisi. Tapi mungkin besoknya saya mau semprot saja dengan air comberan dengan alat pemadam kebakaran," kata Ahok saat ditemui di Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat, Minggu, 21 Juni 2015.

Namun, atas usaha gigih Ahok, kini mereka yang berdagang di Monas telah dibina Ahok melalui Lenggang Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menutup semua akses pintu masuk Monas bagi pedagang kaki lima liar di area pusat jajanan Lenggang Jakarta.