Menguji Nyali Ahok Tunggangi BUMN 'Kuda Laut'
Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama (Instagram/@basukibtp)

Bagikan:

JAKARTA - Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dikabarkan bakal mengisi posisi Komisaris Utama di Pertamina. Penolakan muncul dari berbagai pihak. Namun, ini bukan perdana Ahok ditolak publik. Yang sudah-sudah, Ahok akan tetap berlalu. Bagaimana kali ini?

Tepat lima tahun lalu, 19 November 2014, Ahok dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu maju sebagai presiden. Momen pelantikan itu diwarnai kontroversi. Berbagai ormas bahkan sejumlah golongan di parlemen menolak Ahok.

Di DPRD DKI Jakarta, jalan Ahok dijegal oleh Koalisi Merah Putih yang digawangi Partai Gerindra, partai Ahok terdahulu. Gesekan antara Ahok dan Gerindra dipicu hengkangnya Ahok dari partai yang dipimpin Prabowo Subianto. Ahok mengaku tak sepakat dengan sikap Gerindra yang mendukung pemilihak kepala daerah oleh DPRD.

Maklum, karier politik Ahok sejak awal dibangun dengan sistem pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat. Namun, Gerindra menerjemahkan sikap politik Ahok sebagai bentuk pembangkangan dan tak tahu terima kasih. Bukan apa-apa. Gerindra, biar bagaimanapun adalah kendaraan yang mengantar Ahok ke kursi wakil gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012.

Sakit hati Gerindra dibawa ke lantai politik Ibu Kota 2018. Gerindra dan partai koalisinya menolak pelantikan Ahok sampai-sampai Mahkamah Agung mengeluarkan fatwa. Kendati demikian, fatwa MA tidak berpengaruh banyak.

Penyebabnya, saat itu masih ada lembaga lain yang lebih berwenang memberi status hukum menyangkut keabsahan pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta definitif. Fatwa yang diberikan hanya sebatas pendapat, sehingga legalitas tetap berada pada DPRD dan Kementerian Dalam Negeri (Mendagri).

Selain itu, penolakan pelantikan Ahok menjadi gubernur juga digaungkan oleh ormas Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Pembela Umat Rasulullah, dan Laskar Pembela Islam. Mereka menggelar unjuk rasa di depan Gedung DPR RI sebagai bentuk protes pelantikan Ahok. 

Menurut Juru Bicara FPI kala waktu itu Muchsin Alatas seperti diwartakan tempo.co, alasan utama pengunjuk rasa menolak Ahok adalah karena latar belakang agama. Menurutnya Ahok yang beretnis Tionghoa dinilai akan melakukan diskriminasi terhadap umat Islam. 

“Tidak boleh ada pemimpin yang tidak beragama Islam,” kata Muchsin kepada tempo.co.

Ia menuding kepemimpinan Ahok diskriminatif terhadap Islam lantaran kerap melarang kegiatan yang berhubungan dengan tradisi Islam. Misalnya, FPI menuding Ahok melarang kegiatan tablig akbar di Monas, takbir keliling, dan pemotongan hewan kurban. Sementara Ahok malah mengizinkan perayaan tahun baru yang tidak sesuai dengan ajaran Islam hingga menutup jalan protokol. 

Selain itu, karakter Ahok yang dinilai ceplas-ceplos dalam berbicara dan sering mengeluarkan pernyataan provokatif mendapat kritikan dari kelompok Forum Betawi Rempug (FBR). Hal itu juga yang menjadi alasan mereka menolak Ahok jadi Gubernur. 

“Ocehan Ahok tidak produktif, hanya memprovokasi,” kata Ketua Satuan Relawan Bencana Betawi Forum Betawi Rempug, Sani Airsan masih kepada tempo.co.

Berbagai penolakan itu tak membuat Ahok mundur. Ia tetap berlalu. Hingga sebuah peristiwa jadi puncak gerakan penolakan Ahok. Di penghujung masa jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok tersandung kasus penistaan agama.

Rekaman kampanyenya di Kepulauan Seribu viral. Pidato itu mengundang ribuan orang turun ke jalan dalam berjilid-jilid aksi unjuk rasa. Ujungnya, hakim memutuskan Ahok bersalah dan mengganjarnya dengan hukuman penjara selama satu tahun delapan bulan 15 hari. 

Ahok saat menyelesaikan masa hukuman penjara (Istimewa)

Ditolak pekerja Pertamina

Setelah bebas dari penjara, Ahok bergabung menjadi kader Partai PDIP. Kini namanya sedang jadi buah bibir karena digadang-gadang mengisi posisi strategis di salah satu BUMN, yakni PT Pertamina (Persero). Namun, keputusan yang belum pasti itu justru didahului oleh penolakan.

Penolakan itu disuarakan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) dengan membentangkan spanduk di Kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat. Mengutip era.id, dalam spanduk tersebut tertulis: Pertamina Bukan Sarang Koruptor, Bukan Juga Tempat Tidak Terpuji & Mulut Kotor.

Presiden FSPPB Arie Gumilar mengamini. Menurutnya, pemasangan spanduk di Kilang Balongan itu menggambarkan sikap federasi. Alasannya, masih banyak orang yang mereka nilai lebih kompeten untuk memimpin BUMN berlambang kuda laut.

"Pak Ahok cacat persyaratan materiil. Kader internal Pertamina juga banyak yang cakap," kata Arie dalam pesan singkat, Jakarta, Jumat, 15 November.

Penolakan Ahok untuk menempati posisi penting Pertamina seolah dinilai masuk akal oleh Direktur Riset Centre of Economic Reform (CORE) Piter Abdullah.

Ia ragu Ahok dapat menyelesaikan segala permasalahan di Pertamina. Satu Ahok, baginya tak akan mungkin menyelesaikan masalah kompleks di BUMN.

Selain itu, kekhawatiran lain yang meliputi wacana majunya Ahok ke kursi Pertamina 1 adalah tentang konflik kepentingan antara Ahok dan partainya, PDIP yang berdiri sebagai penguasa.

PDIP langsung menjawab. Sekjen PDIP Hasto Kristianto mengatakan, PDIP berjanji menjaga Ahok di BUMN dari konflik kepentingan. Pernyataan Hasto sekaligus membantah desakan Ahok untuk mundur dari PDIP jika tetap bersikukuh maju ke Pertamina.

"Tidak harus keluar karena Pak Ahok sebagai anggota partai bisa ditugaskan sesuai dengan kemampuan profesionalitasnya. Yang penting partai memastikan tidak ada conflict of interest," kata Hasto kepada wartawan, Selasa, 19 November.

Dalam kesempatan itu, Hasto juga angkat bicara soal adanya penolakan Ahok dari Serikat Pekerja Pertamina. Kata dia, aksi protes dan penolakan ini adalah hal yang berlebihan. Sebab, keputusan nama pemegang jabatan di perusahaan milik negara itu akan diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Keputusan ini juga tak bisa diganggu oleh siapapun, termasuk serikat pekerja. "BUMN dengan seluruh karyawannya itu bukan organisasi politik," tegas Hasto.

"Dia badan usaha yang terikat dalam norma etika bisnis, tetapi juga menjalankan tugas negara menjadi badan usaha milik negara demi memajukan kepentingan umum melalui sektor usaha strategis yang menurut konstitusi harus dikuasai negara," tambahnya.

UU melihat status residivis Ahok

Alasan penolakan lain majunya Ahok ke Pertamina adalah status Ahok yang merupakan mantan narapidana alias residivis. Sebagian pihak menganggap bahwa penunjukan pimpinan BUMN harus dilakukan secara bijaksana dengan mempertimbangkan rekam jejak seseorang yang akan ditunjuk.

Namun, jika mengacu pada UU No 19/2003 tentang BUMN, Ahok bisa-bisa saja menjadi bos di perusahaan negara. Sebab di pasal 45 ayat (1), larangan bagi seseorang untuk menjadi calon direksi BUMN adalah pernah melakukan tindak pidana yang merugikan negara.

Berikut bunyi pasal tersebut:

Yang dapat diangkat sebagai anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris atau Dewan Pengawas yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan atau Perum dinyatakan pailit atau orang yang tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.

Jadi, bagaimana menurut kamu? Mungkinkah Ahok tetap melaju menunggangi BUMN 'Kuda Laut'?