Tentara Bayaran, Sejarah dari Masa VOC Hingga Grup Wagner
Presiden Rusia, Vladimir Putin bersama pendiri sekaligus pemilik perusahaan tentara bayaran Grup Wagner, Yevgeny Prigozhin. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Penggunaan tentara bayaran dalam perang adalah hal biasa. Ragam alasan menyertainya. Dari melanggengkan misi khusus hingga pekerjaan kotor. Eksistensi itu telah berlangsung sejak dulu kala. Sekelas negara adidaya pun turut mengunakannya. Rusia, misalnya.

Negeri Beruang Merah kerap menggunakan jasa Perusahaan Militer Swasta (PMC) Grup Wagner. Semenjak itu Grup Wagner hanya memiliki satu klien: Vladimir Putin. Sebaliknya, Grup Wagner jadi aset berharga milik Rusia.

Opsi menggunakan tentara bayaran dalam perang penuh keuntungan. Sekalipun bayarannya cukup mahal. Kehadiran tentara bayaran bisa banyak membantu tuannya meraih mimpi. Dari penaklukan hingga melanggengkan pekerjaan kotor.

Kondisi itu sempat terlihat ketika maskapai dagang Belanda, VOC melanggengkan cita-cita memonopoli perdagangan rempah di Nusantara. Tentara bayaran jadi andalannya. Mereka selalu menjadi pilihan utama Kompeni untuk melakukan penaklukan.

Utamanya, pada upaya penaklukan sekaligus genosida penduduk Kepulauan Banda pada 1621. Kompeni menggunakan ratusan tentara bayaran dari Jepang. Para ronin --samurai yang tak memiliki tuan-- dari Jepang disewa untuk mendukung Kompeni menduduki Kepulauan Banda. Sudah pasti urusan bayaran bukan jadi soal bagi Kompeni.

Kantor pusat PMC Grup Wagner di St Petersburg, Rusia. (TASS/Valentin Yegorshin)

Kehadiran tentara bayaran membawakan hasil yang gemilang. Seisi Kepulauan Banda luluh lantak. Sebagian besar orang Inggris hingga penduduk Banda dibunuh. Pembantaian itu hanya menyisakan 480 orang dari total 14 ribu orang di Banda. Sisanya dijadikan Kompeni sebagai budak.

Jikalau boleh ditarik ke tahun lebih lampau. Kondisi itu tak jauh berbeda terlihat dalam peperangan yang terjadi di Italia pada abad ke-14 dan abad ke-15. Banyak peperangan yang dilanggengkan di Negeri Spaghetti mengunakan tentara bayaran. Kehadiran tentara bayaran itu menjadi bukti bahwa sesuatu yang paling berkuasa adalah uang.

“Peperangan ini terutama dilakukan oleh tentara bayaran, dikarenakan kepentingan utamanya adalah uang, tidak bergairah untuk gugur dalam pertempuran atau menanggung risiko gugur dengan membunuh terlalu banyak musuh-musuhnya. Lagipula, condottieri (para pemimpin tentara) yang bertempur tidak berkepentingan mengorbankan prajurit-prajuritnya, dikarenakan mereka itu merupakan modal kerja.”

“Mereka telah menanamkan uang dalam tentara-tentaranya dan mereka menginginkan agar tentara-tentaranya tetap sebagai perubahaan yang berjalan lancar. Condottieri tidak pula ingin membunuh banyak prajurit musuh-musuhnya, sebab sebagai tawanan mereka dapat dijual dengan uang tebusan atau dipekerjakan sebagai tentara-tentara mereka sendiri, sedangkan mereka tidak akan dapat lagi ditukar dengan keuntungan uang setelah dibunuh,” terang Hans J. Morgentheu dalam buku Politik Antarbangsa (2010).

Putin, Rusia, dan Grup Wagner

Penggunaan tentara bayaran juga masih dilanggengkan di era kekinian. Utamanya, oleh negera adidaya. Negara-negara itu memiliki banyak misi, namun kewenangannya kerap terbatas. Kekuatan militernya tak dapat menjangkau misi-misi tertentu, utamanya pekerjaan kotor. Sebagai opsi, mereka menggunakan tangan tentara bayaran untuk itu.

Rusia, misalnya. Mereka kerap menggunakan jasa tentara bayaran dari PMC Grup Wagner untuk ragam pekerjaan. Penggunaan jasa itu dilakukan sejak awal Grup Wagner didirikan oleh pengusaha Yevgeny Prigozhin pada 2014. Pun Wagner adalah salah satu nama kode dari kontraktor kelompok yang dulunya mantan perwira pasukan khusus Rusia, Dmitry Utkin.

Mereka yang bergabung dalam Grup Wagner didominasi mantan tentara dengan latar belakang berbeda. Ada yang pensiunan, ada juga yang keluar dari dinas militer untuk mendapatkan uang yang besar.

Mereka kemudian jadi dogs of war yang paling setia kepada Vladimir Putin dan Rusia. Kepercayaan itu membuat Grup Wagner menjadikan Vladimir Putin sebagai satu-satunya klien. Sebaliknya, Putin menganggap grup yang terkenal dengan emblem bergambar tengkorak itu sebagai aset berharga Rusia.

Dukungan penuh pun diberikan Putin. Dari akses persenjataan hingga penggunaan fasilitas militer. Utamanya, fasilitas militer di Molkino, Krasnodar. Mereka berlatih berdampingan dengan brigade pasukan khusus Rusia. Pasukan Grup Wagner diperkirakan mencapai puluhan ribu tentara.

Tentara Bayaran Grup Wagner beraksi di kota Rostov-on-Don, Rusia. (Antara)

Rusia menggunakan jasa mereka di mana-mana. Dari Suriah hingga Ukraina. Bahkan, dalam Perang Ukraina yang baru meletus pada 2022, dominasi Grup Wagner tak terhindarkan. Eksitensi itu kerap membuat Uni Eropa naik darah. Mereka menanggap kehadiran Grup Wagner justru menciptakan ketidakstabilan dunia.

“Atas hal tersebut, Uni Eropa akhirnya menjatuhkan sanksi pada PMC Grup Wagner. PMC ini dituduh Uni Eropa telah melakukan operasi ‘perang hibrida’ atas nama Kremlin, yang memberikan ancaman serta menciptakan ketidakstabilan di sejumlah negara di seluruh dunia.”

“Selain itu, Grup Wagner disebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Termasuk penyiksaan dan aktivitas di luar hukum. Termasuk eksekusi dan pembunuhan sewenang-wenang. atau dalam kegiatan yang mengganggu stabilitas di beberapa negara tempat mereka beroperasi,” terang Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka, Yonarisman di Majalah Armory Reborn berjudul Kiprah Kontraktor Militer Swasta dalam Invasi Rusia ke Ukraina (2022).