Rezim Mali Ingin Datangkan Tentara Bayaran Rusia, Prancis Pertimbangkan Angkat Kaki
Ilustrasi tentara bayaran di Afrika. (Wikimedia Commons/VOA)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Prancis mengkritik rencana yang akan membawa tentara bayaran Rusia ke Mali, dengan mengatakan langkah seperti itu 'tidak sesuai' dengan kehadiran militer Prancis di bekas jajahannya.

Sumber diplomatik dan keamanan mengatakan kepada Reuters, rezim penguasa Mali hampir mencapai kesepakatan dengan kontraktor militer swasta asal Rusia, Grup Wagner, untuk melatih militer Mali dan memberikan perlindungan bagi pejabat senior.

Mengutip Reuters 15 September, ditanya oleh anggota parlemen tentang laporan itu, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan: "Wagner adalah milisi yang telah menunjukkan dirinya di masa lalu di Suriah dan Republik Afrika Tengah, melakukan pelanggaran dan segala macam pelanggaran yang tidak sesuai dengan solusi apa pun."

Karenanya, tidak sesuai dengan kehadiran kami. Saya mengatakan ini agar didengar," sambung Le Drian.

Sementara, Menteri Angkatan Bersenjata Florence Parly mengatakan pada sidang terpisah, dia sangat prihatin dengan kesepakatan semacam itu.

Sumber mengatakan kepada Reuters, Paris telah memulai upaya diplomatik untuk mencegah rezim, yang mengambil alih kekuasaan dalam kudeta Bulan Mei, untuk dapat mencapai kesepakatan. Paris akan mempertimbangkan untuk menarik diri dari Mali jika kesepakatan berlanjut, kata mereka.

tentara bayaran
Ilustrasi tentara bayaran. (Wikimedia Commons/jamesdale10)

Prancis khawatir kedatangan tentara bayaran Rusia akan merusak operasi kontra-terorisme yang telah berlangsung selama satu dekade, melawan Al Qaeda dan gerilyawan terkait ISIS di wilayah Sahel, Afrika Barat.

Pada saat yang bersamaan, Prancis mengurangi kekuatan misinya yang berjumlah 5 ribu personel di sana, untuk pembentukan kembali dengan melibatkan lebih banyak sekutu Eropa, ujar sumber diplomatik.

Presiden Emmanuel Macron mengumumkan rencana itu pada bulan Juli. Prancis telah memuji beberapa keberhasilan melawan gerilyawan dalam beberapa bulan terakhir, tetapi situasinya sangat rapuh, diperparah oleh kekacauan di Mali setelah kudeta.

Sebuah sumber Eropa yang melacak Afrika Barat dan sumber keamanan di kawasan itu mengatakan, setidaknya 1.000 tentara bayaran dapat terlibat dalam kesepakatan Grup Wagner asal Rusia. Dua sumber lain percaya, jumlahnya lebih rendah tetapi tidak memberikan angka.

Untuk diketahui, empat sumber mengatakan Grup Wagner akan dibayar sekitar 6 miliar franc CFA atau sekitar 11 juta dolar AS per bulan untuk layanannya. Reuters tidak dapat menghubungi Grup Wagner untuk memberikan komentar terkait hal ini.

Diberitakan sebelumnya, presiden sementara dan Perdana Menteri Mali mengundurkan diri pada Rabu 26 Mei waktu setempat, setelah dua hari ditangkap oleh pihak militer.

Presiden Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane ditangkap setelah melakukan perombakan kabinet, menyebabkan dua perwira militer kehilangan jabatan.

Intervensi yang dipimpin oleh Wakil Presiden Assimi Goita ini, dinilai telah membahayakan transisi Mali kembali ke demokrasi setelah kudeta pada Agustus tahun menggulingkan mantan Presiden Ibrahim Boubacar Keita.

Goita yang merupakan seorang kolonel militer, turut terlibat dalam kudeta tahun lalu. Dia berjanji, Pemilu yang direncanakan tahun depan akan berjalan lancar.

"Presiden dan perdana menterinya telah mengundurkan diri. Negosiasi sedang berlangsung untuk pembebasan mereka dan pembentukan pemerintahan baru," kata Baba Cisse, seorang ajudan Goita