Bagikan:

JAKARTA - Presiden sementara dan Perdana Menteri Mali mengundurkan diri pada Rabu 26 Mei waktu setempat, setelah dua hari ditangkap oleh pihak militer.

Presiden Bah Ndaw dan Perdana Menteri Moctar Ouane ditangkap setelah melakukan perombakan kabinet, menyebabkan dua perwira militer kehilangan jabatan.

Intervensi yang dipimpin oleh Wakil Presiden Assimi Goita ini, dinilai telah membahayakan transisi Mali kembali ke demokrasi setelah kudeta pada Agustus tahun menggulingkan mantan Presiden Ibrahim Boubacar Keita. 

Goita yang merupakan seorang kolonel militer, turut terlibat dalam kudeta tahun lalu. Dia berjanji, Pemilu yang direncanakan tahun depan akan berjalan lancar. 

"Presiden dan perdana menterinya telah mengundurkan diri. Negosiasi sedang berlangsung untuk pembebasan mereka dan pembentukan pemerintahan baru," kata Baba Cisse, seorang ajudan Goita seperti melansir Reuters, Kamis 27 Mei.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun mengeluarkan kecaman bersama dunia internasional, mengingat krisis politik di Bamako dapat memengaruhi keamanan regional.

Dewan Keamanan PBB bertemu secara tertutup menggelar pertemuan kemarin, mengeluarkan pernyataan seruan untuk pembebasan yang aman, segera dan tanpa syarat dari semua pejabat yang ditahan. Dewan menegaskan, perubahan kepemimpinan transisi dengan kekerasan, termasuk melalui pengunduran diri secara paksa, tidak dapat diterima.

Goita membela tindakannya, dengan mengatakan presiden dan perdana menteri telah melanggar piagam transisi dengan tidak berkonsultasi dengannya tentang kabinet baru.

Selain itu, Goita juga menuduh pemerintah salah menangani ketegangan sosial di Mali, termasuk pemogokan oleh serikat utama.

Prancis, Uni Eropa, dan Amerika Serikat mengancam akan menjatuhkan sanksi yang ditargetkan atas apa yang oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron disebut sebagai kudeta dalam kudeta.

Rabu kemarin, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menangguhkan bantuan untuk pasukan keamanan dan pertahanan Mali, menyerukan pembebasan para tahanan dan dimulainya kembali transisi yang dipimpin sipil. 

Sementara, Cisse mengatakan kepada wartawan bahwa kedua pemimpin akan dibebaskan tetapi tidak segera, karena pertimbangan keamanan.

Pengunduran diri mereka bertepatan dengan kunjungan delegasi Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS) untuk menekan militer agar mundur.

Delegasi tersebut dipimpin oleh mantan Presiden Nigeria Goodluck Jonathan, juga telah meningkatkan kemungkinan sanksi terhadap perwira yang bertanggung jawab atas pengambilalihan tersebut, menurut seorang pejabat militer yang hadir pada pertemuan minggu ini di Bamako.

Tidak jelas apakah ECOWAS akan puas dengan presiden dan perdana menteri pengganti, atau apakah akan bersikeras agar Ndaw dan Ouane menjabat kembali. ECOWAS dan kekuatan lain menginginkan transisi yang dipimpin oleh sipil ke demokrasi terus berlanjut.

ECOWAS memberlakukan sanksi, termasuk penutupan perbatasan, di Mali setelah kudeta pada Agustus sebelum mencabutnya ketika junta Goita menyetujui transisi yang dipimpin sipil selama 18 bulan.

Negara tetangga Mali dan kekuatan internasional khawatir krisis itu dapat semakin mengguncang negara yang telah digunakan oleh kelompok-kelompok yang terkait dengan al-Qaidah dan ISIS, sebagai landasan peluncuran serangan di seluruh wilayah.

Untuk diketahui, Presiden Bah Ndaw, Perdana Menteri Moctar Ouane dan Menteri Pertahanan Souleymane Doucoure semuanya dibawa ke pangkalan militer di Kati di luar ibu kota Bamako, beberapa jam setelah dua anggota militer kehilangan posisi mereka dalam perombakan pemerintahan.