Bantu Mali Perangi ISIS dan Al-Qaeda, Rusia Kirim Empat Helikopter, Senjata dan Amunisi
Ilustrasi helikopter Rusia. (Wikimedia Commons/Fedor Leukhin)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah pesawat kargo mengirimkan empat helikopter, senjata dan amunisi dari Rusia ke Mali Kamis malam, kata Menteri Pertahanan Sementara Mali Sadio Camara.

Dia mengatakan, Mali telah membeli helikopter dalam kontrak yang disepakati pada Desember 2020 untuk mendukung angkatan bersenjatanya dalam pertempuran mereka bersama pasukan Prancis, Eropa dan PBB dengan pemberontak yang terkait dengan ISIS dan Al-Qaeda.

"Mali membeli helikopter-helikopter ini dari Federasi Rusia, negara sahabat yang selalu memelihara kemitraan yang sangat bermanfaat dengan Mali," katanya kepada media lokal di landasan setelah pesawat mendarat di ibu kota Bamako, menambahkan bahwa senjata dan amunisi diberikan oleh Rusia, mengutip Reuters 1 Oktober

Pengiriman itu dilakukan pada saat hubungan Mali dengan mitra militer utamanya, Prancis, terkait rencana negara tersebut merekrut tentara bayaran Rusia. Sementara Paris sendiri membentuk kembali misi kontra-terorisme berkekuatan 5.000 personil di wilayah tersebut.

Sumber diplomatik dan keamanan mengatakan kepada Reuters, junta militer Mali yang berusia satu tahun hampir merekrut tentara bayaran dari kontraktor militer swasta asal Rusia, Grup Wagner.

kendaraan lapis baja
Ilustrasi kendaraan lapis baja BRDM-2 Rusia tiba di Afrika Tengah. (Wikimedia Commons/UN Security Council)

Ini membuat Prancis melakukan langkah diplomatik untuk mengagalkan rencana tersebut, dengan dalih pengaturan seperti itu tidak sesuai dengan kehadiran Prancis yang berkelanjutan.

Terpisah, mengutip Al-Jazeera, pekan lalu Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan, Mali mendekati perusahaan swasta Rusia untuk meningkatkan keamanan di negara yang dilanda konflik, menambahkan Kremlin tidak terlibat dalam urusan tersebut.

Komentar Lavrov muncul setelah Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell memperingatkan, hubungan blok itu dengan Mali dapat terpengaruh secara serius, jika mengizinkan kontraktor Wagner beroperasi di negara itu.

Sabtu pekan lalu, Perdana Menteri sementara Mali Choguel Maiga lalu menyebut Paris meninggalkan Bamako dalam pidatonya di PBB. Menanggapi tuduhan ini untuk pertama kalinya, Presiden Emmanuel Macron pada Hari Kamis mempertanyakan legitimasi otoritas Mali yang mengawasi transisi ke pemilihan, setelah dua kudeta hanya dalam waktu setahun.

"Apa yang dikatakan perdana menteri Mali tidak dapat diterima. Ini memalukan. Dan itu tidak menghormati apa yang bahkan bukan pemerintah," kritiknya kepada Radio France International.