Militer Mali Minta Presiden Prancis Macron Tinggalkan Sikap 'Neokolonial dan Menggurui
Presiden Prancis Emmanuel Macron. (Wikimedia Commons/Kremlin.ru)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Mali yang dipimpin tentara telah mendesak Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk meninggalkan sikap "neo-kolonial dan menggurui" ketika hubungan antara Paris dan Bamako memburuk.

Prancis mengkonfigurasi ulang posisinya di Sahel setelah berselisih dengan junta di Mali, pusat kampanye berdarah 10 tahun melawan ekstremis di wilayah tersebut.

Mali mengalami kudeta pada Agustus 2020 dan Mei 2021, menciptakan krisis politik yang bertepatan dengan krisis keamanan saat ini.

Prancis pertama kali melakukan intervensi di Mali pada 2013 untuk memerangi pemberontakan yang muncul 12 bulan sebelumnya. Namun, ia mengungkapkan tahun ini bahwa mereka akan menarik pasukannya.

"Pemerintah transisi menuntut Presiden Macron secara permanen meninggalkan sikap neokolonial, paternalistik dan menggurui untuk memahami, tidak ada yang bisa mencintai Mali lebih baik daripada orang Mali," kata juru bicara junta Kolonel Abdoulaye Maiga di televisi publik, melansir The National News dari AFP 1 Agustus.

Kolonel Maiga menanggapi pernyataan yang dibuat oleh Presiden Macron minggu lalu selama kunjungan tiga hari ke Benin, Kamerun dan Guinea-Bissau.

Mengacu pada situasi di Mali, Presiden Macron mengatakan negara-negara Afrika Barat memiliki tanggung jawab untuk memastikan warga Mali dapat mengekspresikan kedaulatan mereka, "membangun kerangka stabilitas" untuk memungkinkan "perang efektif melawan kelompok teroris".

Presiden Macron juga merujuk pada dugaan kesepakatan antara rezim Mali dan perusahaan keamanan swasta Rusia Wagner group, yang merupakan faktor penting yang mendorong Paris untuk menarik 2.400 tentaranya. Bamako membantah pengerahan oleh kelompok Wagner yang kontroversial.

Selama kunjungannya ke Benin pada Hari Rabu pekan lalu, Presiden Macron mencap Rusia "salah satu kekuatan kolonial kekaisaran terakhir", karena invasinya ke Ukraina.

Diketahui, sejak 2021, Mali telah diguncang oleh pemberontakan oleh kelompok-kelompok yang terkait dengan Al Qaeda dan ISIS. Kekerasan yang dimulai di utara telah menyebar ke pusat dan tetangga Burkina Faso dan Niger.