Jenderal AS Sebut Perang di Afghanistan Hadapi Jalan Buntu Enam Tahun Lalu, Tidak Bisa Dimenangkan
Penandatanganan Perjanjian Doha antara Amerika Serikat dengan Taliban. (Wikimedia Commons/U.S. Department of State)

Bagikan:

JAKARTA - Perang panjang Amerika Serikat dan Sekutu di Afghanistan disebut seorang jenderal senior mengalami kebuntuan, lima atau enam tahun lalu, sebelum akhirnya tercapat kesepakatan Doha, 2019 dengan ribuan tahanan Taliban dibebaskan.

Menteri Pertahanan Lloyd Austin, didampingi Pemimpin Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley dan Komandan Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) Jenderal Marinir Frank McKenzie memenuhi undangan Kongres AS, membahas seputar Afganistan, Rabu 29 September.

Di hadapan Kongres, Jenderal Mark Milley mengatakan dia yakin perang di Afghanistan telah mencapai jalan buntu sekitar lima hingga enam tahun lalu.

"Saya pikir jika Anda kembali ke lima, enam tahun lalu, saya tahu itu jalan buntu. Kalah adalah kata yang berbeda, tetapi saya percaya itu menemui jalan buntu, dan saya percaya, lima atau enam tahun yang lalu, itu tidak dapat dimenangkan untuk sarana militer AS. Untuk beberapa alasan," kata Milley, mengutip CNN 30 September.

Milley mengatakan dia tidak percaya ada 'solusi militer' untuk perang di Afghanistan pada lima hingga enam tahun yang lalu, tetapi sebaliknya berpikir penyelesaian yang dinegosiasikan adalah pilihan terbaik.

"Tetapi saya tahu bertahun-tahun yang lalu itu menemui jalan buntu, mengatakan itu berulang kali, internal dan eksternal, dan kemenangan akan didefinisikan sebagai solusi yang dinegosiasikan, karena sebagian besar pemberontakan secara historis. Mereka menghasilkan solusi yang dinegosiasikan antara pemberontak dan rezim. Dan saya pikir itu adalah cara terbaik yang bisa ditangani. Saya tidak berpikir ada solusi militer," paparnya. kata Milley.

Pada akhirnya, Perjanjian Doha, Qatar yang ditandatangani Amerika Serikat pimpinan Donald Trump dengan Taliban pada 29 Februari 2020, 'mendamaikan kedua belah pihak, melansir Al Jazeera. Perjanjian yang ditandatangani oleh tokoh senior Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar dengan perwakilan Amerika Serikat Zalmay Khalizad.

taliban
Ilustrasi konvoi kemenang Taliban usai menduduki Kabul. (Twitter/@Ahmadmuttaqi01)

Sementara, Menteri Austin di hadapan Kongres menyebut perjanjian tersebut memungkinkan Taliban mendapat kekuatan, dengan pembebasan banyak tahanan sebagai bagian dari kesepakatan, memperkuat kembali kelompok tersebut.

"Sebagai bagian dari perjanjian itu, kami setuju untuk menghentikan operasi udara melawan Taliban. Jadi Taliban semakin kuat. Mereka meningkatkan operasi ofensif mereka terhadap pasukan keamanan Afghanistan. Dan orang-orang Afghanistan kehilangan banyak orang setiap minggu," jelasnya.

"Selain itu, kami 5.000 tahanan dan tahanan itu, banyak dari tahanan itu, kembali untuk mengisi barisan Taliban. Jadi mereka menjadi jauh lebih kuat, mereka melanjutkan serangan, kami semakin kecil," paparnya.

Menurut teks perjanjian Februari 2020, yang tidak ditandatangani oleh Pemerintah Afghanistan, sekitar 5.000 tahanan Taliban dan 1.000 tahanan lain akan dibebaskan pada 10 Maret 2020, hari pertama intra-negosiasi Afghanistan."

Dalam bulan-bulan setelah kesepakatan itu, Perwakilan Khusus Amerika Serikat untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad berulang kali mendesak pihak-pihak untuk membebaskan para tahanan sebagai sarana untuk membuka jalan menuju dimulainya negosiasi intra-Afghanistan.

Sementara, mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan pada Agustus 2020, "Kami mengakui pembebasan para tahanan ini tidak populer. Tetapi tindakan sulit ini akan mengarah pada hasil penting yang telah lama dicari oleh warga Afghanistan dan teman-teman Afghanistan, pengurangan kekerasan dan pembicaraan langsung yang menghasilkan kesepakatan damai dan diakhirinya perang".

"Setelah 40 tahun perang, pertumpahan darah dan kehancuran, para pihak siap untuk memulai proses politik untuk mencapai penyelesaian yang dinegosiasikan," sebutnya.