Nasib Kebijakan Vaksinasi COVID-19 Amerika Serikat: Digugat Jaksa Agung Arizona, Diblokir Hakim New York
Ilustrasi vaksinasi COVID-19 untuk pekerja di New York. (Wikimedia Commons/Metropolitan Transportation Authority of the State of New York)

Bagikan:

JAKARTA - Langkah tegas Presiden Amerika Serikat Joe Biden terkait program vaksinasi COVID-19, mendapatkan respon berbeda di Arizona, terkait kewajiban vaksin bagi pekerja federal, kesehatan dan swasta. Sementara, mandat serupa di New York juga mendapatkan penentangan.

Presiden Joe Biden pada Hari Kamis pekan lalu membidik resistensi vaksin di Amerika Serikat (AS), mengumumkan kebijakan yang mengharuskan sebagian besar karyawan federal untuk mendapatkan vaksin COVID-19 dan mendorong pengusaha besar agar pekerja mereka divaksinasi atau diuji setiap minggu.

Kebijakan tersebut kemungkinan akan menghadapi tantangan hukum, dan segera diremehkan oleh oposisi Partai Republik. Bisa berbulan-bulan sebelum dampak mandat itu terasa.

Di Arizona, Jaksa Agung Mark Brnovich mengajukan gugatan hukum terhadap persyaratan federal bagi bisnis, untuk memerlukan vaksinasi COVID-19 atau pengujian mingguan di perusahaan dengan 100 atau lebih karyawan.

"Ini adalah pelanggaran terhadap kebebasan individu," kata Brnovich pada hari Selasa melalui telepon dengan wartawan, menambahkan bahwa undang-undang menyerahkan keputusan kesehatan seperti itu kepada negara bagian, mengutip USA Today 14 September.

Kantor Brnovich mengajukan keluhan di Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Arizona, mencari keputusan yang menyatakan kebijakan federal baru inkonstitusional.

Kantor Jaksa Agung Arizona mengatakan gugatan itu adalah yang pertama dari jenisnya yang diajukan di AS, meskipun lebih banyak tindakan diharapkan di seluruh negeri.

Di bawah rencana Biden, persyaratan bagi karyawan untuk divaksinasi atau menjalani tes COVID-19 mingguan berlaku untuk pemberi kerja dengan 100 pekerja atau lebih. Pengusaha yang tidak mematuhi dapat menghadapi denda 14.000 dolar AS per pelanggaran

"Gugatan ini adalah tentang kekuatan pemerintah federal," tukas Brnovich, yang mencalonkan diri untuk nominasi Partai Republik untuk pemilihan Senat AS tahun depan.

Brnovich mengatakan meskipun aturan federal belum tertulis, gugatan itu sah karena berusaha menyatakan bahwa pemerintah federal tidak memiliki wewenang untuk membuat aturan seperti itu.

Terpisah, seorang hakim di New York untuk sementara memblokir negara bagian dari menegakkan persyaratan, petugas kesehatan wajib menerima vaksin COVID-19 yang bertentangan dengan keinginan karyawan dengan keberatan agama.

Hakim Distrik AS David Hurd di Utica, New York dalam perintah tertulis mengatakan, dia memblokir mandat agar tidak berlaku pada 27 September karena tidak mengizinkan pengecualian berdasarkan keyakinan agama pekerja, Selasa kemarin.

Perintah itu datang dalam gugatan yang diajukan pada Hari Senin oleh 17 dokter, perawat dan profesional kesehatan lainnya yang mengatakan, persyaratan New York melanggar hak konstitusional mereka dalam berbagai cara.

Penggugat semuanya adalah orang Kristen yang mengatakan, mereka keberatan menerima vaksin karena garis sel janin yang diaborsi digunakan dalam pengujian dan pengembangan mereka, melansir Reuters 15 September.

Hurd memberi waktu negara bagian hingga 22 September untuk menanggapi gugatan itu, dan mengatakan dia akan mengadakan sidang 28 September tentang apakah akan memblokir persyaratan vaksin agar tidak berlaku sambil menunggu hasil kasus tersebut.

Mandat tersebut dikeluarkan bulan lalu oleh mantan Gubernur New York Andrew Cuomo, yang saat itu mengatakan, sekitar 75 persen dari sekitar 450.000 pekerja rumah sakit negara bagian telah divaksinasi penuh.

Kantor Kejaksaan Agung New York, yang mewakili negara bagian, tidak segera menanggapi permintaan komentar. Pengacara penggugat juga tidak.