Bagikan:

JAKARTA - Ribuan warga Afghanistan memprotes kebijakan Taliban di kota selatan Kandahar pada Hari Selasa, menurut seorang mantan pejabat pemerintah dan rekaman televisi lokal, setelah penduduk diminta untuk mengosongkan pemukiman koloni tentara.

Para pengunjuk rasa berkumpul di depan rumah gubernur di Kandahar, setelah sekitar 3.000 keluarga diminta meninggalkan koloni, menurut mantan pejabat pemerintah yang menyaksikan kerumunan itu.

Rekaman dari media lokal menunjukkan kerumunan orang memblokir jalan di kota.

Daerah yang terkena dampak didominasi oleh keluarga pensiunan jenderal militer dan anggota pasukan keamanan Afghanistan lainnya.

"Keluarga, beberapa di antaranya telah tinggal di distrik itu selama hampir 30 tahun, telah diberi waktu tiga hari untuk dikosongkan, kata pejabat itu, yang telah berbicara dengan beberapa dari mereka yang terkena dampak, mengutip Reuters 15 September.

Juru bicara Taliban tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang penggusuran tersebut.

Protes sporadis terhadap Taliban, yang merebut kekuasaan di Afghanistan dengan merebut Kabul hampir sebulan yang lalu, telah berakhir dengan bentrokan, meskipun tidak ada laporan kekerasan yang dikonfirmasi pada hari Selasa.

Sebelumnya, para pemimpin Taliban telah berjanji untuk menyelidiki setiap kasus pelecehan, tetapi telah memerintahkan para demonstran untuk meminta izin sebelum mengadakan protes

Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pada hari Jumat bahwa tanggapan Taliban terhadap protes damai menjadi semakin keras

Peka lalu, Kantor hak asasi manusia PBB mengatakan, reaksi Taliban terhadap unjuk rasa damai di Afghanistan semakin keras, dengan pihak berwenang menggunakan peluru tajam, pentungan dan cambuk yang menyebabkan kematian setidaknya empat pengunjuk rasa.

Protes dan demonstrasi, yang sering dipimpin oleh perempuan, merupakan tantangan bagi pemerintahan baru Taliban yang berusaha mengkonsolidasikan kendali setelah merebut ibu kota Kabul hampir sebulan lalu.

"Kami telah melihat reaksi dari Taliban yang sayangnya sangat parah," kata Ravina Shamdasani, juru bicara hak asasi manusia PBB, dalam sebuah pengarahan di Jenewa, dengan mengatakan, PBB telah mendokumentasikan empat kematian pengunjuk rasa akibat tembakan.

Namun, dia mengatakan beberapa atau semua mungkin dihasilkan dari upaya untuk membubarkan pengunjuk rasa dengan tembakan.

Dia menambahkan, PBB juga telah menerima laporan pencarian dari rumah ke rumah bagi mereka yang berpartisipasi dalam protes. Wartawan yang meliput protes juga telah diintimidasi.

"Dalam satu kasus, seorang jurnalis dilaporkan telah diberitahu, karena kepalanya ditendang, 'Kamu beruntung kamu tidak dipenggal'. Benar-benar ada banyak intimidasi terhadap jurnalis yang hanya mencoba melakukan pekerjaan mereka," tandas Shamdasani.