JAKARTA – Memori hari ini, delapan tahun yang lalu, 2 April 2015, sutradara kenamaan Indonesia, Garin Nugroho merayakan 30 tahunnya berkarya dalam dunia film. Lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu mengambil tempat di Bale Handap dan Amphiteater, Selasar Sunaryo Art Space, Bandung.
Acara bertajuk 30 Tahun Berkarya: Gambar Idoep Garin Nugroho disambut dengan gegap gempita dengan ragam sajian acara. Sebelumnya, karier Garin di dunia perfilman Indonesia gemilang. Ia telah mendapatkan ragam prestasi dari dalam dan luar negeri.
Minat Garin akan dunia perfilman sudah tumbuh sedari kecil. Tindak-tanduk itu membuatnya saban hari pergi ke bioskop. Khusus untuk genre film, ia tak pilih-pilih. Semuanya dilahap Garin. Dari film laga hingga drama. Namun, hasrat memonton filmnya kerap terganggu.
Tak setiap hari Garin memiliki uang. Ia kemudian bersiasat. Kebijakan dari banyak bioskop di Yogyakarta yang memberikan tiket gratis kepada orang yang membawa anak diakalinya. Ia lalu sembarang saja meminta penonton bioskop dewasa mengakuinya sebagai anak supaya dapat tetap menonton.
Alhasil, ketertarikannya akan dunia film bertumbuh. Minatnya tinggi. Ia secara paripurna memilih dunia film sebagai jalan hidupnya. Ia kemudian memilih masuk ke IKJ untuk mengasah bakatnya di dunia perfilman.
Ajian itu berhasil. Setamat dari IKJ ia terus tancap gas menelurkan ragam karya di dunia perfilman sejak 1985. Karyanya bermutu tinggi, apalagi kala Garin memberikan sentuhan khas budaya Indonesia. Cinta dalam Sepotong Roti (1991), Surat untuk Bidadari (1994), Icon Sebuah Peta Budaya (2002) adalah beberapa di antara. Karya-karya itulah yang membuat Garin mampu menaiki tangga popularitas.
“Sejak dekade 1990, lulusan Institut Kesenian Jakarta itu terus mengantongi penghargaan internasional. Film Garin mendapat akses untuk tampil di festival dunia seperti Berlin, Cannes, dan Tokyo. Dari sekian banyak karyanya, Surat untuk Bidadari dan Bulan Tertusuk Ilalang meraih penghargaan Fipresci Award dan Netpac Prize pada Festival Film Berlin tahun 1995. Adapun film Daun di Atas Bantal meraih penghargaan ‘Un Certain Regard’ Cannes International Film Festival tahun 1998,” tertulis dalam laporan Majalah Tempo berjudul Garin Nugroho 42 Tahun (2003).
Karier Garin di dunia perfilman gemilang. Ia mampu bertahan di industri yang membesarkan namanya selama 30 tahun. Pencapaian itu adalah sesuatu yang spesial buat Garin. Ia pun kemudian membuat acara betajuk 30 Tahun Berkarya: Gambar Idoep Garin Nugroho pada 2 April 2015.
Ia memilih Selasar Sunaryo Art Space, Bandung sebagai lokasi acara. Alih-alih hanya diskusi, acara itu juga diisi dengan pertunjukan musik dan monolog. Suatu acara yang menjadi tonggak besar bagi Garin di dunia perfilman Indonesia.
BACA JUGA:
“Kamis sore, 2 April 2015, Garin dan kelompoknya datang ke Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Di amfiteater, mereka menampilkan monolog dan pertunjukan musik pada malam harinya. Selain Garin, tampil Edo Kondologit, Endah Laras dan Mia Biola. Sebelum itu, pada sore hari, Garin berbagi kisah dan pengalamannya dalam diskusi tentang strategi membuat gambar hidup alias film dalam ruang multikultur.”
“Kedua acara tersebut membuka perhelatan khusus untuk menandai 30 tahun kiprahnya di dunia sinema Indonesia. Perayaannya di Selasar, tempat ia menjadi salah satu anggota Dewan Pertimbangan Kuratorial di galeri seni rupa milik perupa Sunaryo tersebut. Tidak ada perayaan besar, berkarya dan berbagi, sederhana seperti itu saja,” terang Anwar Siswadi dalam tulisannya di Koran Tempo berjudul 30 Tahun Kiprah Garin Nugroho (2015).